1.

977 89 40
                                    


Cahaya surya menyapa rumah sederhana sepasang suami yang baru menikah. Tanpa sungkan, sinarnya mengintip melalui celah gorden maroon pasangan tersebut, menyinari seorang laki-laki berwajah tampan nan imut yang masih menari dalam mimpinya.

"Saatnya bangun, P' Arthit"

Sepasang bola mata itu mulai memperlihatkan keindahannya kepada dunia. Mata itu kemudian menangkap sosok yang selalu berhasil menorehkan senyuman di wajahnya setiap hari, tak terkecuali pagi ini. Ia pun memberikan kecupan hangat kepada suaminya yang baru diikrarkan dua bulan yang lalu. Bila ini mimpi, jadikanlah ini mimpi indah yang tak pernah berakhir, Tuhan

Merasa pegal setelah tidurnya semalam, Arthit pun meregangkan tubuhnya sebelum kemudian beranjak dari kasunya dan menuju ruang makan mengikuti pendamping hidupnya.

Dihadapannya, dua porsi nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang menggoda bola mata yang indah itu. Aroma nasi goreng itu pun turut berperan dalam prosesi untuk menggoda indra penciumannya, mengajaknya untuk segera melahap nasi goreng dihadapannya. Sembari duduk, tanpa sengaja, Arthit menolehkan wajahnya pada penggorengan dan beberapa cairan minyak yang berada di lantai. Dengan tatapan heran, Arthit kemudian mengarahkan pandangannya ke arah kulkas, dimana suaminya sedang menuangkan air ke gelas miliknya.

"Tumben masak?" Menaikkan satu alisnya, Arthit menatap lekat-lekat laki-laki tersebut sembari menunggu jawaban muncul dari mulut pujaan hatinya yang kini berjalan ke arahnya sembari menyerahkan gelas ke arahnya.

"The way to a man's heart is through his stomach, P'"Ujar pria tersebut sambil menunjukkan senyum kebanggaannya. Satu hal yang Arthit suka darinya.

"Kongpob!" Ya, Arthit memang menyukai senyum pria tampan didepannya, tapi untuk kesekian kalinya, kulit pucat Arthit dibuat memerah karena keisengan junior yang kini menjadi pasangan hidupnya. Kongpob tertawa kecil dan segera mencium pipi suaminya yang kini memerah bak tomat yang siap petik.

"Tidak apa-apa P', lagipula nasi goreng bukan hal yang rumit untuk dibuat" Kongpob kemudian duduk di kursi, berhadapan dengan Arthit. "Jadi, hari ini kau berencana untuk apa P'?" Kongpob bertanya sembari mengunyah beberapa sendok nasi goreng buatannya.

"Entahlah" Jawab Arthit, santai. "Yang pasti, siang ini aku akan ke perpustakaan nasional. Dosen pembimbingku menyuruhku mencari buku tentang Teknologi Robotik dan aku sudah mencarinya di perpustakaan kampus kemarin tetapi nihil."

Ya, Arthit memutuskan untuk melanjutkan studinya di Fakultas Teknik. Keputusannya pun didukung oleh perusahaan tempat ia menghabiskan waktunya 3 tahun terakhir. Bahkan perusahaannya memberikan tawaran untuk Arthit dimana dia dapat mendapatkan posisi yang lebih tinggi di perusahaan tersebut setelah ia melepas masa kuliah magisternya.

"Tapi kan ini hari Sabtu, P'. Tak bisakah kau beristirahat saja?" Kongpob merasa khawatir. Semenjak menekuni program magisternya, Arthit menjadi lebih sering belajar dan mencari literatur untuk menyelesaikan tesisnya. Arthit memang seseorang yang cerdas dan cekatan, bahkan dalam waktu 2 tahun kurang ini, ia sudah hampir menyelesaikan tesisnya dan hanya perlu menambahkan literatur-literatur yang dirasa perlu dalam menyempurnakan karya ilmiahnya.

Arthit mengangguk, setuju dengan perkataan Kongpob. Tetapi Arthit merupakan lelaki yang ingin segera menyelesaikan segala yang telah dimulainya. Ia ingin tesisnya cepat selesai dan bekerja kembali bersama teman-teman kantornya -yang mungkin dalam beberapa bulan kemudian akan menjadi bawahannya.

"Kau benar, Kong. Tetapi hari Senin nanti aku berniat memahami buku tersebut sehingga aku dapat menemui dosenku di hari Selasa nanti." Ujar Arthit, bersikukuh.

Kongpob hanya dapat tersenyum sambil menghabiskan sendok terakhir nasi gorengnya.

.

Film itu berakhir dengan indah, menyimpulkan senyum pada kedua pasangan yang sedari tadi menonton di atas kasur mereka. Keduanya saling menatap dan memberikan kecupan singkat satu sama lain dan kemudian Arthit memilih untuk menggeser tubuhnya. Kongpob yang keheranan menatapnya penasaran dan tanpa kata-kata yang perlu ia keluarkan, Arthit memahami tatapan heran itu.

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang