2.

656 76 42
                                    

"Kongpob" Arthit menyerukan nama suaminya dengan nada kesal. Tak heran, cairan putih agak lengket kini menodai kulit wajahnya yang bersih. Menjijikkan memang, namun pihak yang melakukan hal tersebut malah terkekeh jahil didepan mukanya. Tangannya kemudian mencoba mengusap pipi manisnya, berharap cairan tersebut segera enyah. Tapi apa daya, cairan tersebut malah semakin menodai wajah dan telapak tangannya. Sambil memanyunkan bibirnya, ia berdecak sebal dan siap melawan Kongpob dengan kuas yang masih agak basah ke wajah pasangannya "Kau tahu cat dinding susah dihilangkan kalau sudah kena kulit"

Kongpob hanya bisa nyengir melihat tingkah suaminya yang ia lamar satu bulan yang lalu sembari sedikit mengenang momen-momen mereka. Setelah mereka berdua dinyatakan sah sebagai sepasang suami, mereka kemudian pindah ke rumah sederhana di Bangkok. Rumah baru mereka tidak terlalu besar, hanya berukuran kurang lebih 36m2, namun masih memiliki ruang khusus untuk taman di halaman depan. Cat dindingnya sudah mulai terkelupas, dengan debu menempel di plastik pembungkus perabotan rumah. Maka dari itu, mereka berinisiatif untuk mendekorasi ulang istana kecil itu dengan memindahkan beberapa barang dan menghias dinding dengan cat berwarna putih agar memiliki kesan lebih luas.

Kongpob, masih dengan senyum sempurnanya yang selalu menghiasi wajahnya, mendekat ke arah Arthit yang masih mengerucutkan bibirnya. Entah mengapa ia selalu suka melihat Arthit seperti ini, tampan, namun tetap menggemaskan. Arthit menyadari Kongpob mulai mendekat untuk menciumnya. Dengan sigap, Arthit membatasi dirinya dan Kongpob dengan kuas cat yang masih dipegangnya sedari tadi. Kongpob tersenyum simpul sambil mengambil kuas pasangannya. Arthit mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemanapun asal tidak ke pemilik wajah tampan itu. Jarak semakin tipis, Arthit mulai dapat merasakan hembusan kuat nafas Kongpob.

"Kongpob, kalau kau punya waktu untuk sekedar melakukan ini, bagaimana kalau kita mengefisienkan waktu dengan merenovasi rumah kita" Bukannya Arthit tidak mau untuk menikmati, hanya saja Arthit ingin pekerjaan ini dapat cepat selesai. Ia tidak mau pengorbanan bangun paginya hari ini terbuang sia-sia dan harus repot-repot bangun pagi lagi keesokan harinya hanya untuk melanjutkan pekerjaan ini.

Kongpob yang hanya bisa tersenyum mulai mengambil kuasnya dan kembali menghias dinding kamar mereka. Sembari mengecat dinding, Kongpob sesekali mencuri pandang kepada Arthit, menikmati momen kebersamaan mereka. Bukannya mereka tidak pernah bersama hingga Kong harus sering melirik Arthit, hanya saja, ini merupakan momen pertama mereka untuk bisa bersama-sama menghias istana kecil mereka.

Arthit yang merasa diperhatikan terlalu sering oleh Kongpob mulai merasa kikuk. Ia merasa apakah ada sesuatu yang ganjil di wajahnya ataukah mungkin Kongpob ingin memastikan ada sejenis serangga seperti kecoa yang kini hinggap di atas kepalanya atau apa. "Apa?" Tanya Arthit yang tak lagi dapat membendung rasa penasarannya.

"Tidak ada" Dan Kongpob hanya memberikan respon singkat itu sambil mengeluarkan senyum andalannya. Tentu saja Arthit merasa tak puas akan jawaban itu. Ia merengut lagi dan mendengus sebal.

"Ya sudah" Lagi lagi Kongpob terkekeh melihat tingkah suaminya. Ia tersenyum dan memberikan ciuman singkat di pipi pujaan hatinya.

"Tidak P'" Ujar Kongpob, takut jika Arthit akan merajuk dihadapannya. "Hanya sedang mengagumi keindahan yang Tuhan ciptakan untuk dapat kukagumi setiap saat". Lengkap sudah, Arthit merasa pipinya memanas akibat malu dan tak tahu harus bertindak bagaimana. Kalau boleh jujur, Arthit sesungguhnya suka mendengar pujian yang kadang Kongpob lontarkan, hanya saja, beberapa diantaranya terlalu chessy untuk diucapkan dan Arthit hanya bisa menghela nafas ketika junior sekaligus suaminya itu sudah mengungkapkan kalimat-kalimat tersebut.

Mereka berdua melanjutkan kegiatannya hingga tiga jam kemudian. Setelah mengecat dan memastikan cat dindingnya sudah mulai kering, pasangan tersebut menata kembali perabotan yang ada, menaruh kembali bingkai foto-foto pernikahan mereka di dinding dan kemudian beristirahat di sofa sembari menyalakan layar TV. Selang beberapa menit, Arthit berjalan menuju dapur dan berinisiatif untuk mengambil jus jambu kartonan dan menuangkannya kedalam dua gelas. Kongpob yang masih serius menonton TV mendadak kaget mendapati pipinya tersentuh oleh sesuatu yang dingin. Ia menoleh dan mendapati Arthit tersenyum yang menawarkannya segelas cairan merah jambu. Ia meraih gelas tersebut dan meneguknya sedikit demi sedikit.

Without YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang