Chapter 4

68 0 0
                                    

Enjoy :)

Chapter 4

Recap:

Tiba-tiba semua terjadi begitu cepat. Dari arah berlawanan, sebuah mobil yang kehilangan kendali berbelok ke hadapanku. Aku tidak sempat memikirkan apa-apa ketika kudengar teriakan Lana yang memekikkan telinga. Benturan keras yang kurasakan di sekujur tubuhku, lebih menyakitkan daripada apapun yang pernah kurasakan seumur hidupku. Suara pecahan kaca, gesekan dan benturan besi terdengar sangat kencang.

Kurasakan tubuhku terputar-putar mengikuti putaran mobilku hingga mobilku berhenti terguling. Teriakan kesakitan Lana memenuhi pikiranku. Aku sendiri kini tidak lagi merasakan sakit. Aku bisa mencium bau darah bercampur bensin. Kakiku terjepit sesuatu yang besar sementara tanganku berusaha menggapai sesuatu, mencoba mencari apapun untuk berpegang. Sekilas kurasakan wajahku dipenuhi dengan cairan yang kuduga darah. Lalu semuanya menjadi kabur dan gelap. Aku tertidur dalam kegelapan yang menyakitkan. Saat itu aku hanya berharap aku akan terbangun lagi di kamarku seperti yang lalu.

………………………………………………………………………………………………………..

Sayup-sayup kudengar bunyi sirene sementara tubuhku sedikit bergerak ke kanan dan kiri. Mungkin aku sedang berada di dalam ambulans, pikirku. Aku mencoba membuka mataku namun tak bisa. Aku tidak merasakan apapun pada tubuhku. Bukankah seharusnya aku mengalami kesakitan? Tapi yang kini kurasakan hanya kegelapan dan kedinginan yang amat sangat, membuat tubuhku bergetar tak karuan.

Aku mendengar seseorang disampingku memberi perintah. Aku tidak dapat menangkap kata-katanya. Kemudian kantuk yang luar biasa menderaku, mataku semakin berat dan terasa berair. Dan aku sekali lagi jatuh dalam kegelapan yang lebih dalam.

Entah berapa lama aku tertidur, tapi ketika aku bangun yang kurasakan pertama kali adalah kesakitan yang luar biasa pada kepala, paha kanan, dan kedua mataku. Aku menjerit pelan menahan sakit.

Kurasakan perban mengelilingi kepala dan mataku. Aku tidak berani membuka mataku karena takut perih yang kurasakan makin menjadi. Kaki kananku terasa sangat berat seakan sedang tertindih batu dari atas. Dimana aku?

“Ella,”

“Kak Rey?” aku menoleh ke arah datangnya suara kak Rey, “Apa yang terjadi? Dimana aku?”

Kak Rey memegang tanganku yang menggapai ke arahnya, “Kamu di rumah sakit.”

“Rumah sakit?” tanyaku sembari mengingat apa yang terjadi.

“Kamu mengalami kecelakaan mobil 5 hari yang lalu,” jawab kak Rey mengingatkanku.

“5 hari yang lalu?” tanyaku terperangah, “aku pingsan selama 5 hari?”

“Iya.”

Aku mendengar ada nada kesedihan dari jawabannya.

“Kak, katakan yang sebenarnya. Apa yang terjadi padaku? Kenapa mataku diperban dan kakiku terasa sangat berat?” aku menuntut penjelasan.

Aku menunggu jawaban kakak, kenapa perlu waktu lama baginya untuk menjawabku?

“Kecelakaan itu membuat tulang paha kaki kananmu patah,” belum sempat aku menyanggahnya kak Rey melanjutkan, “tapi kamu sudah dioperasi tiga hari yang lalu untuk dipasangkan pen.”

Aku hanya diam, mencerna semua perkataannya. Itu artinya aku mungkin baru bisa berjalan normal kembali berbulan-bulan kemudian.

“Lalu bagaimana dengan ini?” tanyaku sambil menunjuk perban di mataku.

In My EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang