Yang Sisa
Matahari masuk lewat celah-celah atap,
kisi jendela yang tak rapat,
dan masih tak berhasil bertatap muka dengan apa,
siapa, atau bagaimanadan lagi-lagi mengapa angin bersikeras mengetuk pintu yang terkunci?
Kata-kata tanya bergantian pingsan,
haus dan kelaparan,
mabuk dan muntah-muntah
karena cicit tikus-tikus mati keburu bacin
padahal bunyi baru habis hari kemarinDebu kursi mengajak matahari turun menyusur,
'Silakan lihat tapi jangan berisik' katanya,
Di dalam bersemayam belulang ingatan,
tawa dan berangkai-rangkai kata membangkai di lantaiRentetan senyum menggantung pasrah di dinding,
Meringkuk ketakutan
sebab pengap pertanda tak ada harap,
sebab senyap, dan hakikatku,
uap yang hilang entah ke manadan lagi-lagi, apa yang sisa sehingga angin mengetuk-ngetuk pintu yang sengaja dikunci?
Yogyakarta-Klaten,
30 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna-Warna yang Tinggal
PoetryKumpulan puisi. (Berusaha diisi dengan puisi baru. Kalaupun ada puisi lama, semata-mata katarsis atau merawat bagian-bagian yang masih bicara.)