Hai readers, aku mau berbagi cerita aku yang pernah aku buat beberapa tahun lalu. Semoga suka, cerita akan aku buat 2 part.
🌈🌈🌈
Gadis itu duduk temenung di bawah rindangnya pohon jambu. Pikirannya terlihat kosong. Tiba-tiba datang seorang gadis dengan rambut berwarna hitam ikal menghampirinya seraya berkata, “Hai, siapa nama kamu? Aku Jingga”. Ucap gadis itu dengan ramah, seraya mengulurkan tangannya.
Masih terdiam gadis tersebut tanpa menghiraukan ucapan Jingga. Tiba-tiba saja turun gerimis, lalu gadis itu berkata, “Akhirnya sudah lama ku tunggu-tunggu kedatanganmu!…” Makin bingung saja Jingga mendengar ucapan gadis yang berada di sampingnya.
"Hei, kamu… kita harus mencari tempat berteduh yang aman. Nanti, kalau hujannya makin lebat bagaimana? Kita bisa sakit.” Seraya menarik gadis tersebut.
“Tidak… aku tak ingin pergi. Aku ingin bertemu dia!” ujar gadis tersebut sambil memberontak.
“Memang, kamu ingin bertemu siapa?” Tanya Jingga, masih dengan nada kebingungan. Gadis tersebut masih saja diam. Semakin lama Jingga semakin gusar. Ia pun melangkahkan kakinya untuk meninggalkan gadis di sampingnya. Belum selangkah ia berjalan tiba-tiba saja seorang lelaki paruh baya dengan jaket hitam datang seraya memarahi gadis tesebut.
“Pelangi… sudah ku bilang jangan main ke mana-mana kamu! Ayo pulang!” Ujar lelaki tersebut dengan nada kasar.
“Tidak mau! Aku mau ketemu dia!” Ujar gadis itu dengan memberontak.
“Plak!…” Tangan kasar itu mendarat di pipi gadis tersebut. Berbekas… berwarna merah. Tampaknya lelaki itu gusar menghadapi seorang gadis kecil di hadapannya. Ia hanya mampu mengeluarkan kata-kata umpatan. “Dasar anak tak tahu di untung! Ibu sama anak sama aja kurang ajar! Gak berguna!” Seraya pergi meninggalkan kedua gadis tersebut.
Tak lama gerimis berhenti. Namun, ada pemandangan yang sangat menakjubkan. Ya… sebuah pelangi, indah sekali! Menghiasi langit. Gadis bernama Jingga berdecak kagum dengan keindahan pelangi. Jingga terdiam sejenak…
“Apakah yang kau maksud bertemu dia adalah pelangi itu?” Seraya menunjukkan tangan ke arah pelangi tersebut. Hanya ada anggukan kecil saja dari gadis di samping Jingga. Mereka pun dalam hening menikmati goresan indah dari Sang Pendekor.
🌈🌈🌈
Sebulan sejak pertemuan Jingga dan gadis itu. Mereka semakin akrab. Gadis tersebut bernama Pelangi. Hidupnya penuh dengan kesedihan. Ayahnya seorang penjudi, sudah menikah lagi dengan seorang perempuan malam. Mereka sering menyiksa Pelangi. Sedang ibunya sudak sekitar enam bulam telah meninggal dunia.
Pada suatu sore Pelangi mau berbicara dengan Jingga. Ia mencurahkan segala kegalauan hatinya. Sampai derai air mata tak dapat tertahan.
“Jingga, apakah kamu tahu mengapa aku diberi nama Pelangi?” Tanya Pelangi dengan tatapan kosong.
“Tidak, Pelangi…” Jawab Jingga dengan senyuman khasnya.
Suasana hening… “Kata ibu, aku terlahir di dunia ini saat sore hari ketika ada pelangi. Ayah dan ibu yang memberiku nama ini, menurut mereka agar aku seperti pelangi yang indah. Datangnya sangat di tunggu, memberikan keindahan bagi siapapun yang melihatnya dan juga membuat mereka terpesona padaNya… yang telah menciptakan pelangi. Karena itu adalah sebuah keunikan dari Ciptaan Sang Pencipta…” Ujar Pelangi dengan semangat.
Jingga masih bingung dengan perkataan Pelangi bahwa Ayahnya memberi nama itu kepadanya. Sungguh indah sekali maknanya. Namun, Ayah Pelangi bersikap sangat buruk sekali kepada anaknya.
Dengan penasaran Jingga bertanya secara hati-hati kepada Pelangi. “Pelangi, bukankah Ayahmu tidak memperdulikanmu. Lantas, mengapa beliau memberi nama seindah itu kepadamu ya?” Setelah mendengar ucapan Jingga terlihat wajah Pelangi muram dan sedih. Sahabatnya yang melihat wajah Pelangi merasa tidak enak hati, juga merasa sangat bersalah.
“Maafkan a…ku Pelangi…???”
“Sudahlah Jingga… aku mengerti maksudmu…” terdiam sesaat. “Biar aku jelaskan padamu!” Dengan wajah serius Jingga memperhatikan cerita Pelangi.
“Sesungguhnya aku rindu dengan sosok Ayah yang dulu, sangat perhatian kepada aku dan ibuku.” Diam sejenak, “Dulu, kami adalah orang yang berpunya di kampung ini. Namun, karena ada musibah yang menimpa kami. Sehingga Ayah menjadi berubah, ia lebih sering marah dengan kami. Lalu ia diajak oleh teman-temannya untuk berjudi. Awalnya hanya karena merasa gak enak dengan temannya. Lama kelamaan ketagihan, jadilah seperti ini bersikap kasar sama kami jika tidak memiliki uang untuk berjudi atau membeli minuman keras. Jadilah beliau seperti ini sering memukul aku dan Ibu jika ambisinya tidak terpenuhi.” Sejenak Pelangi menarik nafas dalam-dalam.
“Pada suatu malam Ayah ingin sekali makan ayam bakar. Beliau marah kepada Ibu. Tetapi apa daya, kami tidak memiliki uang serupiah pun saat itu. Ayah pun saat itu kalap, mendorong Ibuku sehingga terjatuh dari tangga rumah. Karena Ibu banyak mengeluarkan darah, akhirnya sebelum di bawa ke rumah sakit ibu meninggal dunia…” Menyeka air matanya, Jingga langsung memberikan tissue kepada Pelangi.
“Maafkan aku Pelangi sehingga aku membuatmu bersedih…” Dengan nada bersalah.
“Tidak apa-apa kok, Jingga…”
Suasana begitu hening… “Aku terkadang bingung mengapa manusia mudah berubah, dari yang baik bisa berubah menjadi jahat,” Seraya melihat langit.
“Mungkin itu adalah sifat manusia Pelangi…”
“Iya, barangkali!… coba lihat disana ada pelangi!…” Seraya menunjukkan jari tangannya.
Mereka penuh kedamaian di sore itu dengan kedatangan pelangi. Hingga senja pun datang mengakhiri sore yang indah penuh dengan sayup-sayup kesyahduan…
🌈🌈🌈
Purwokerto, 23 November 2017
YOU ARE READING
Pelangi (Short Story) (Completed)
Short StoryGadis itu termenung di bawah pohon jambu, misterius tetapi memiliki raut kesedihan dan berjuta harapan.