Part 2

449 20 2
                                    

Hari berganti hari, bulan berganti bulan mengikuti titah Sang Pencipta. Pelangi dan Jingga semenjak sore itu semakin dekat dan bersahabat. Banyak hal yang telah mereka lalui bersama. Namun, satu hal yang masih mengganjal di hati Pelangi. Tak ada perubahan dari ayahnya. Masih suka bertindak kejam kepada Pelangi.

Bahkan makin menjadi pula sikap ibu tiri Pelangi kepadanya. Bagai terbuang di rumah sendiri. Namun, serapuh apapun keadaan Pelangi tetap menghiasi wajahnya dengan senyum tulus.

Pada suatu waktu, pertengkaran terjadi antara Ayah kandung Pelangi dan ibu tirinya. Tak dapat terelakkan, buah dari pertikaian tersebut membuat ibu tiri Pelangi hengkang dari rumah tersebut.

Seperti dejavu keadaan kembali terulang. Ayah pelangi di tinggal istrinya. Walaupun takdir menyatakan perbedaan sebab musabab. Kembali semakin terpuruklah Ayah Pelangi dengan keadaannya. Entah, sampai kapan ia dapat memaknai hidup sesuai dengan TitahNya. Tanpa banyak tanya, menjalani, berserah diri, berdoa dan berusaha. Akankah gelap gulita yang menyelimuti hatinya akan kembali terang benderang oleh cahayaNya.

🌈🌈🌈

Suatu sore, di taman depan rumah Pelangi terduduk di atas ayunan menikmati suasana usai hujan. Tak ada pelangi yang menghiasi langit. Tak ada Ibu dan Ayah yang seperti dulu menemaninya. Aroma petricor menguap di udara, di hirupnya aroma menenangkan itu hingga udara di paru-paru terpenuhi.

Masih terngiang di benak Pelangi, seminggu yang lalu Ayahnya datang dengan wajah yang pucat. Tak ada siapapun di rumah. Suasana benar kelabu. Ingin di hampirinya Ayahnya. Namun ada rasa takut bergelayut di dada. Takut ayahnya marah.

Setelah di rasa Ayahnya tertidur pulas di hampirinya Ayah yang tidur di atas dipannya. Dingin, ya itu yang dirasakan saat tangan kecilnya meraba kening serta tangan Ayahnya, di panggil-panggilnya, "Ayah… ayah kenapa. Mana yang sakit?" Tak ada jawaban, hanya gemerisik suara gerimis.

Ketakutan memenuhi relungnya. Berlarilah Pelangi menembus gerimis ke rumah Jingga, meminta tolong orang tua Jingga untuk membawa Ayahnya ke dokter.

Sayang beribu sayang. Kenyataan takdir tak selalu indah. Walau perjuangan Pelangi harus di tebus dengan basah sekujur tubuhnya. Menggigil kedinginan, Ayahnya kini sudah tak bernyawa bahkan sebelum gadis kecil tersebut mendekati Ayahnya untuk memantau keadaannya. Suara isak histeris tak tertahan yang terdengar bercampur suara lebat hujan.

"Yang ikhlas ya sayang…" Ucap suara merdu wanita cantik di sampingnya, mengelus lembut pundak dan kepalanya.

"Tidak, Ayah belum pergi!" Semakin lama terisak dalam pelukan Bunda Jingga. Jinggapun ikut menghambur memeluk Pelangi.

"Ikhlaskan Nak. Ayahmu sudah lebih baik di sana. Doakan Ayahmu agar dilapangkan kuburnya," ucap Bunda Jingga masih memeluk Pelangi dengan erat.

Di sela pelukan tersebut Ayah Jingga mendekati Pelangi memberikan sebuah kertas kepada Pelangi. Dibacanya kertas tersebut dengan hati yang tak karuan. Air matanya kembali mengalir, menghiasi pipinya. Kembali Jingga memeluknya di balas pelukan itu dengan erat oleh Pelangi seperti tangannya yang memegang erat kertas peninggalan terakhir Ayahnya.

🌈🌈🌈

Malam hari, gemerisik gerimis terdengar bertalu-talu membentuk simfoni. Sedang saat itu seorang lelaki sedang di batas waktunya. Bayangan hari-hari indah kembali berputar bagai film. Saat ia kecil, beranjak remaja, dewasa hingga menikah, memiliki seorang putri. Bahagianya saat itu.

Sampai suatu waktu roda berputar berada di titik terpuruk. Apalah daya, hatinya picik merasa kehidupan yang bahagia adalah harta. Lupa akan kebahagiaan yang haqiqi. Lupa akan istri dan putrinya yang lebih butuh perhatiannya.

Kini, semua telah lenyap. Harta tak ada, istri yang dicintai telah meninggalkannya. Putri satu-satunya pun takut mendekatinya, karena sikapnya yang buruk selama ini. Akankah ada waktu untuk merubah segalanya? Mengatakan maaf? Kini hanya secarik kertas dan sebuah pulpen yang ada di atas nakas.

Selagi masih ada waktu, ditulisnya permintaan maaf pada putri satu-satunya Pelangi di secarik kertas. Air matanya berlinang. Akankah tobatnya di akhir waktunya ini akan sampai?? Tak ada yang mampu yang menjawab. Hanya Tuhan yang tahu.

Waktu pun telah habis untuknya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Waktu pun telah habis untuknya. Ya, saatnya tiba pergi meninggalkan dunia fana. Meninggalkan putrinya, meninggalkan harapan yang tak pernah sampai.

🌈🌈🌈

The End

Purwokerto, 28 November 2017

Pelangi (Short Story) (Completed)Where stories live. Discover now