Adiva melangkahkan kakinya dengan malas memasuki gerbang SMA GEMILANG, banyak yang menyapanya seperti hari hari sebelumnya baik itu hanya sekedar sapaan formalitas maupun sapaan tulus dari adik kelasnya. Namun tak sedikit juga yang mengejeknya bahkan mencemooh dirinya dengan terang terangan.
"Hai Adiva cantik" banyak yang sekedar menggodanya seperti itu. Tapi tak ada sedikitpun ekspresi dari wajah cantik Adiva baik itu hanya sekedar senyuman, pandangannya selalu kedepan tanpa mau menengok pada orang yang menyapanya.
Adiva yang dulunya terkenal ramah dan baik mendadak berubah setelah kejadian itu. Ia berubah menjadi gadis dingin tak tersentuh dan menjadi lebih pendiam. Kalian tak akan lagi menemui senyum manis dari bibir gadis tersebut, tak akan lagi menemukan rona pipi saat menggodanya. Tak akan lagi menemukan sapaan hangat dan ramahnya setiap pagi saat berjalan di koridor. Adiva berubah menjadi seseorang yang tak lagi menyenangkan .
Perubahan itu terjadi setahun belakangan ini, saat Adiva sengaja menjauh dari teman teman dan gurunya. Saat Adiva berpindah duduk ke belakang, dimana sebelumnya gadis tersebut selalu duduk di depan dan dengan semangat mendengarkan penjelasan gurunya. Saat Adiva dengan sengaja tidur dikelas sewaktu guru menjelaskan. Entah apa yang menyebabkan Adiva berubah seperti ini.
Seperti sekarang saat di dalam kelas XI.IPA 1. Evita sahabat Adiva, selalu berusaha mengajak Adiva berbicara walaupun Adiva tidak menghiraukannya sama sekali "Pr lo udah selesai belum Div?" Tanya Evita. "Belum" jawab Adiva, hanya satu kata yang keluar dari bibir Adiva, selalu seperti itu saat orang orang bertanya padanya atau sedang mengajaknya berbicara. Beruntung hari ini cewek tersebut menjawabnya walau hanya satu kata, biasanya saat Evita mengajaknya berbicara Adiva hanya akan diam, hingga Evita sendirilah yang akan berhenti karena mulai merasa lelah berbicara sendiri.
"Kenapa belum ngerjain" seakan belum puas dengan jawaban Adiva, Evita kembali bertanya. "Males" jawab Adiva kembali. Evita sangat senang mendengar jawaban dari Adiva, sebenarnya bukan karena jawabannya tapi karena setidaknya cewek yang sampai sekarang masih dia anggap sebagai sahabat, entah Adiva juga masih menganggapnya sahabat atau tidak, yang jelas Evita senang bahwa sahabat dari TK nya ini mau menjawabnya walau hanya dengan satu kata.
"Lo ngga ada niatan mau pindah kedepan lagi, duduk sama gue lagi Div?. Kangen loh gue ama lo" pertanyaan yang sama yang selalu diulang Evita setiap harinya sejak setahun yang lalu saat Adiva memutuskan untuk berpindah duduk kebelakang. Namun nyatanya Adiva tidak menjawab sama sekali pertanyaan Evita, selalu seperti itu saat Evita mulai bertanya hal yang serupa.
"Udahlah Vit, ngga usah lo ngajak ngomong batu kayak dia gitu" teriak Azilah dari bangku depan. Azilah sudah terlalu muak melihat kebaikan Evita pada Adiva walau gadis batu tersebut tak pernah menanggapinya. Gadis batu itulah panggilan Azilah sekarang pada Adiva sejak gadis tersebut berubah menjadi seperti sekarang.
"Hmm.... Div ngga usah dengerin kata Azilah, lo tau sendirikan kalau dia emang mulutnya pedes kayak cabe" Evita kembali mengajak Adiva berbicara walau tahu bahwa ia akan diabaikan kembali.
"Oh ya Div, ini gue udah ngerjain pr nya lo boleh liat. Dan kalau lo udah berubah pikiran dan mau kedepan lagi. Gue dengan senang hati mau sebangku sama lo lagi." Evita menyodorkan bukunya kedepan Adiva, dan kembali ke bangkunya, sebelum Azilah kembali mengomel tak jelas karena Evita yang selalu berbicara sendiri di depan Adiva.
"Vit, vit jadi orang tuh jangan terlalu baik, lo setiap hari ngajak ngomong si batu, ngga bosan apa loh dicuekin mulu". Azilah menasehati Evita, saat dia sudah sampai di bangkunya. Perkataan Azilah tadi didengar oleh semua anggota kelas termasuk Adiva. Karena memang Azilah terkenal dengan suara besar dan menggelegarnya plus mulut cabenya yang tak bisa di kontrol walau begitu sebenarnya Azilah adalah orang yang baik.
Tidak berapa lama, bel tanda pelajaran pun dimulai. Saat guru masuk ke kelas dan mulai menjelaskan materi maka saat itu pula Adiva akan memulai tidurnya. "Tolong Adiva kalau mau tidur keluar dari kelas ini" teriak guru matematika sekakigus wali kelasnya ibu Henita dari depan. Hari ini Adiva sedang tidak ingin keluar kelas jadi dia memilih untuk tidak tidur dan juga tidak mendengarkan penjelasan gurunya, Adiva hanya akan diam dan mencoret coret bukunya.
"Adiva, pasti kamu bisa ngerjain soal yang ibu tulis di papan kan, bisa maju kedepan dan jelaskan pada teman temanmu yang lain"perintah bu Henita pada Adiva. Saat ini semua mata teman temannya tertuju ke bangku dimana Adiva duduk dan berharap bahwa cewek tersebut akan maju dengan senyumnya dan mulai menjelaskannya, karena itulah yang biasa Adiva lakukan sebelum gadis tersebut berubah seperti sekarang.
"Saya ngga bisa. Dan kalaupun saya bisa saya tidak mau" kalimat itu meluncur begitu saja dari bibir Adiva. Semua teman temannya sudah menduga itu bahkan ibu Henita pun sudah menduga itu, bahwa Adiva kembali tak mau maju. Padahal semua orang yang ada dalam kelas tersebut sangat yakin bahwa Adiva bisa mengerjakannya. Termasuk laki laki yang duduk dibarisan kiri depan yang selalu memperhatikan Adiva setahun belakangan ini tanpa berniat mengajak Adiva berbicara.
"Kenapa kamu ngga mau, jika kamu maju kamu bisa dapet nilai lebih dan mungkin temanmu akan lebih paham jika kamu yang menjelaskannya" ibu Henita kembali membujuk Adiva, berharap gadis itu mau maju dan kembali seperti Adiva yang dulu.
"Jangan paksa saya jika saya tidak mau" jawaban Adiva begitu penuh penekanan, seakan menegaskan bahwa gadis tersebut benar benar tidak mau. Ibu Henita menghelas nafas "Ya udah, lain kali aja". Dan semua interaksi itu tak luput dari perhatian laki laki dibarisan depan tersebut.
Dulu Adiva selalu bersemangat mengejarkan soal di papan tulis bahkan sebelum gurunya menyuruh, Adiva sudah lebih dulu mengangkat tangan dan dengan senang hati menjelaskan pada teman temannya hingga teman temannya paham. Sebelum semuanya berubah menjadi seperti sekarang, Adiva dulu adalah murid yang disayangi guru guru dan disenangi teman temannya, senyum tulus dari bibir cantiknya akan menular pada siapa saja yang melihatnya.
Dia akan senang hati membantu teman temannya yang kesulitan dimata pelajaran. Tapi itu semua dulu sebelum semuanya berubah, sekarang kalian bahkan tak akan menemui lengkungan manis yang disebut senyum dari bibir gadis itu. Dan tak bisa di pungkiri bahwa semua teman dan gurunya rindu Adiva yang dulu dan mugkin saja Adiva juga rindu dirinya yang dulu, entahlah.
Sejak TK sampai kelas 10 SMA. Nama Adiva tidak pernah absen dari lingkaran 3 besar peringkat di kelasnya. Tapi saat pembagian raport semester lalu, peringkat Adiva turun drastis menjadi di urutan 20. Sekolah saat ini hanyalah formalitas bagi Adiva untuk mendapatkan ijazah.
Baginya tak ada gunanya lagi berprestasi, karena sudah tak ada lagi yang bisa ia buat bangga dengan prestasi tersebut, tidak orangtuanya, tidak kakaknya bahkan tidak juga adiknya. Adiva sekarang memilih bermasa bodoh dengan sekolahnya setelah kejadian tersebut.
Bukan tidak pernah orang orang di sekeliling Adiva mencoba mengembalikan Adiva yang dulu, sering malah. Adiva sudah beberapa kali dipanggil ke ruang BK untuk dinasehati namun Adiva seakan menulikan pendengaran dan membutakan matanya akan semua nasehat itu. Satu hal yang pasti saat ini Adiva sudah benar benar berubah.
Tak terasa bel istirahat berbunyi menandakan pelajaran selesai dan siswa diberikan waktu sebentar untuk beristirahat. "Ngga mau kekantin Div?" Tanya Evita saat sudah sampai di bangku belakang di ikuti oleh Azilah. "Ngga. Makasih" jawab Adiva sekedarnya. "Ya udah kita ke kantin dulu yah" setelahnya Evita dan Azilah bergegas ke kantin karena mulai merasa lapar.
Sekarang tinggal Adiva yang ada di dalam kelas dan laki laki di barisan depan tersebut, Adiva mengangkat wajahnya melihat sekelilingnya dan menemukan lelaki tersebut, tapi adiva tidak mau ambil pusing dan tak ingin tahu alasan apa yang membuat lelaki itu tak pergi ke kantin.
Sebenarnya alasan Adiva tak kekantin adalah selain karena tidak ingin bertemu banyak orang dan berinteraksi dengan banyak orang, Adiva juga menyayangkan uangnya jika hanya digunakan di kantin, lebih baik ia gunakan untuk membeli obat adiknya. Adiva masih bisa menahan laparnya, jadi dia memilih untuk tidak ke kantin dan tinggal di kelas saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berubah
Teen FictionSemuanya berubah saat kecelakaan nahas itu merenggut nyawa kedua orang tuanya Semuanya berubah saat kakaknya tak lagi memperhatikannya dan sibuk dengan dunianya sendiri Semuanya berubah saat adiknya divonis menderita kanker Semuanya berubah saat te...