Anggap Saja Prolog

18 1 0
                                    

Deras hujan yang mengguyur terlihat dari kaca kantor yang tidak berpenghalang. Awan kelabu semburat sendu. Aku masih tak berpindah dari posisiku. Bergelayut di sofa merah yang ku duduki pertama kali ketika aku bertemu dengan dia.

"Kamu, Rosa kan? Temen sekelas Amel?"

Ia mengangguk dengan tanpaa ragu, "kamu Ghea kan?" tanya dia turut memastikan.

Aku juga mengangguk mantap sama dengannya.

"Jadi, kamu juga ikut seleksi disini? Dapet info darimana?"

"Uhm, kebetulan aku dapet info dari temenku yang kebetulan dia juga kerja disini. Kalo kamu?"

"Kalo aku dapet info dari dosen pengampu ku sih. Jadi dia share grup kelas gitu, yaa... akhirnya aku iseng-iseng nyoba aja" jawabku sambil membenahi posisi jilbabku yang mulai melenceng dari jalurnya.

Jujur saja, keberadaanku disitu tidak seharusnya dengan jilbab biru dongker yang tersemat di kepalaku.

"Kata direkturnya sih, disini cuma butuh dua orang staff gitu" kata Rosa.

Seketika keningku mengerut, "ku kira malah cuma satu loh"

"Nggak, butuh dua"

"Yaaa, semoga aja kita berdua ya Ros?" bisikku sambil melirik ke wajah-wajah yang juga ingin mengikuti seleksi itu.

Obrolan yang terkadang membuatku tertawa geli. Lucu, bagaimana mungkin di tempat yang jauh dari jangkauan alumni tetapi kita malah dipertemukan disini. Kita begitu berbahagia bahkan sempat *ehm* pelukan, untuk merayakan diterimanya kita berdua di tempat itu!

Banyak hal yang kita lalui, setiap awal perpindahan selalu tidak akan terlewat dengan yang namanya adaptasi! Setelah berkerumun dengan orang-orang yang memiliki selera humor tinggi dan dengan jam terbang yang tinggi pula, membuatku sedikit harus lebih memaksa diri untuk mengikuti iklim baru yang ada.

Berjalan, kadang juga berlari, dan pernah terjatuh beberapa kali. Di dalam ruang yang bagiku cukup menyamankan, dengan sinyal wifi non stop. Kursi kerja yang dapat ku putar kesana kemari, semua ini sudah ku bilang sebagai zona nyaman!

Hingga, suatu badai datang ...

Tak ada lagi struktur yang jelas, tugas kuliah terbengkalai, bahkan lebih parahnya ketika mereka yang menjadi atasan harus juga menjadi dosen pengampu. Alhasil, kata-kata manis yang terlontar dari mulut mereka adalah "Gak usah masuk mata kuliah saya ya, kelarin kerjaan kamu aja. Udah saya anggep masuk kok"

Oh... meen, dimana profesionalisme kerja mereka!!!!

Rupanya semua itu juga dirasakan oleh Rosa. Enam bulan kita berdua berada disana, cukup membuat kita merasa "ya, ini gak sehat buat kita!"

Hingga Tuhan memberi sebuah jalan, diberikanlah kita sebuah zona baru untuk keluar dari penjara yang semula kita berdua kira adalah surga. Namun, sayangnya langkah kita untuk keluar dari sana tak semudah rasa bahagia kita ketika awal diterima disana.

Lebih tepatnya, disini.

Aku harus menunggu hingga pengganti itu ada, pengganti kita berdua. Hingga dua ekor manusia telah hadir dan bersiap untuk mengganti kedudukan kita.

Disini, saat ini, di hujan yang masih rintik ini, aku sedang menyaksikan sekaligus menikmati udara terakhir ku disini. Menatap zona nyaman ku sedang di peluk orang lain. Sedang aku dan Rosa, hanya sibuk dengan laptop kita masing-masing sambil menatapi tetesan air Tuhan yang tak mau berhenti.

Di sudut ini, aku menikmati saat terakhirku sebelum aku bertemu lagi dengan adaptasi.


Sofa Merah, 24 November 2017.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 24, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Catatan BersenyawaWhere stories live. Discover now