37

8.6K 1.2K 61
                                    


Kupijat pelan pelipisku. Semakin lama dahiku semakin berkerut. Ini semua karena kesalahan Jean-pria yang dengan santainya berbaring di atas sofa sembari membaca majalah. Aku terpaksa menyewa sebuah unit apartemen secara mendadak, bahkan aku harus mengeluarkan sebagian dari gajiku bulan ini demi Jean. Membawa Jean untuk pulang ke rumah merupakan ide yang sangat buruk. Entah apa yang akan Daddy lakukan padanya jika ia mengetahui perbuatan Jean.

"Aku tak ingin kau membawa wanita ke tempat ini," ucapku sembari melipat kedua tangan di atas dadaku. Kemudian kuhempaskan pelan tubuhku ke arm chair, dan menaikkan kedua kaki ke atas ottoman-nya.

"Aku berjanji akan mengembalikan uangmu paling lambat satu minggu setelah hari ini," jawab Jean sembari menutup majalahnya.

Aku sangat kesal dengannya, ia berlagak seperti tak melakukan kesalahan sedikitpun. Nyatanya selama ini ia telah pulang ke negara ini dan tinggal bersama seorang wanita tanpa memberitahukan hal tersebut kepada keluargaku. Walaupun ia berhasil lulus dari sekolah kulinernya dengan predikat memuaskan, namun tetap saja perbuatannya tak bisa kumaafkan. Bagaimana bisa ia melupakan keluarga kami, dan tak memberi kabar sama sekali. Cukup Leon saja yang melakukan hal itu, Jean ataupun Marie tak boleh melakukannya.

"Aku tak begitu peduli dengan uangnya Jean. Yang kuinginkan adalah kau tak boleh mem..."

"Membawa wanita masuk?" Jean menyambungkan kalimatku seperti biasanya. "Akan kuusahakan Jill," ucapnya sambil terkekeh.

"Kenapa kau tak memberitahukanku jika kau sudah pulang?" tanyaku.

"Itu karena wanita itu Jill! Ia selalu menempel padaku. Semenjak aku berada di Paris dia selalu menerorku dengan teleponnya," Jean membela diri.

"Tapi kau menikmatinya bukan? Tiga bulan, dan kau membalas pesan-pesanku dengan 'Paris semakin dingin, Jill'. Apa yang ada dipikiranmu?" aku meninggikan nada bicaraku.

"Kita ini masih muda Jill. Aku tak ingin disibukkan dengan pekerjaan. Setidaknya kita harus menikmatinya," Jean berusaha membela dirinya sendiri.

"Menikmatinya?!" Aku sedikit berteriak. "Menikmati bahwa Dreamcity dalam masalah dan karena hal itu aku harus berpura-pura bersedia dijodohkan dengan orang yang tak kausukai. Apa itu maksudmu?" Entah mengapa aku begitu emosional.

Jean kemudian mendudukkan dirinya di sofa, sejenak ia menatap kearahku. "Tunggu, Dreamcity dalam masalah? Apa maksudmu?"

"Kami memang merahasiakannya darimu. Daddy ingin kau dapat menyelesaikan sekolahmu tanpa harus terbebani masalah ini," ucapku jujur.

"Kau tak memberitahukannya padaku?" tanya Jean. Caranya bicara seakan akulah yang telah melakukan kesalahan yang lebih besar darinya.

Aku menggeleng pelan. Kemudian aku menceritakan padanya apa yang telah terjadi beberapa bulan belakangan ini. Tak terkecuali mengenai perjodohanku dengan James.

"Kau akan dijodohkan dengan pria itu? Whoa!" ucap Jean. "Aku tahu kau tak pernah benar-benar berkencan dengan pria. Bagiku itu adalah langkah pertama yang sangat bagus untukmu Jill,"

"Aku melakukannya demi Dreamcity. Lagipula ada orang lain yang kusukai," ucapku.

Kemudian kutatap wajah Jean yang sedari tadi begitu fokus mendengarkan perkataanku. "Kau tahu Jean? Aku bertemu dengan Leon,"

Kemudian Jean hanya terdiam. Caranya terdiam seakan menodongku untuk menceritakan hal tersebut lebih jauh.

"Ia mengatakan, jika ia tak menyesal pergi dari rumah," ucapku perlahan. Kuputuskan untuk mengatakan hal tersebut kepada Jean—kupikir ia adalah orang yang cukup tepat. "Jangan katakan pada siapapun, hanya kau yang akan mengetahuinya."

Perlahan, kuceritakan padanya mengenai pertemuanku kembali dengan Leon. Dan juga hal mengenai Leon yang selalu menjauhiku. Aku tahu jika Jean tak akan mengatakannya pada siapapun, seperti bagaimana kusimpan rahasia-rahasianya mengenai beberapa wanita yang sering dibawanya diam-diam ke rumah.

"Sepertinya banyak hal yang kulewatkan," ia beranjak dari sofa kemudian ia bersimpuh di dekatku. "Aku adalah saudara yang bodoh, aku tak tahu sebagian dari diriku yang lain terbebani hal yang berat,"

"Ya. Kau sangat bodoh," ucapku.

Jean kemudian menggenggam tanganku. "Kau tak boleh menanggungnya sendiri. Berbagilah denganku. Aku berjanji, esok hari aku tak lagi bermain-main. Aku akan mencari pekerjaan, walaupun hasilnya hanya dapat sedikit membantu hutang Dreamcity. Dan aku akan mencoba membujuk Leon untuk pulang."

Perkataan Jean membuatku sedikit lega. Aku tahu Jean begitu serius dan meyakinkan, sama seperti saat ia memutuskan untuk pergi ke Paris dan masuk akademi kuliner. Ketika Jean seserius ini, ia pasti akan memegang ucapannya sendiri. Seakan separuh bebanku turut pergi.

"Ada hal lain yang harus kuceritakan," ucapku.

Kutatap mata saudaraku itu dalam-dalam. Dalam hati, kuyakinkan diriku bahw semua akan baik-baik saja ketika aku mengatakannya pada Jean. Ia adalah orang yang dapat kupercaya. Lagipula aku memang membutuhkan seseorang untuk diajak bicara mengenai masalah ini.

"Jean, kupikir aku..." diujung kalimatku, keraguan mulai membanjiri hatiku.

Tak apa, Jean pasti mengerti. Aku berusaha meyakinkan diriku kembali.

Kuhela napasku panjang.

"Aku mencintai Leon,"

***
Tbc.

Happy new year!
Yay! Berhasil up, maaf ya upnya molor2 dari kemaren
Semoga syuka 😘😘😘

Hayoo tebak, reaksi Jean denger Jill bilang begitu gimana...

jil(L)eonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang