Hari itu kau terpaksa tinggal di dalam tembok. Tulang pergelangan kakimu patah. Sebuah 'hadiah kecil' yang kau dapatkan demi menyelamatkan seorang bocah kelebihan energi yang selalu mendahulukan aksi dan berpikir kapan-kapan. Sang Humanity's Hope.
Ingin kau sokong terkasihmu yang berada di baris depan. Bersama umat manusia memerangi onggokan daging busuk berwujud manusia yang disebut Titan. Namun, seberapa inginpun kau maju, keadaan sedang tidak memihakmu. Yang bisa kau lakukan hanya menunggu.
Sudah terlalu muak untuk berharap, dan 'tak pernah terbersit dalam benakmu untuk berdoa. Karena sejak awalpun, kau, 'tak pernah percaya pada sebuah eksistensi bernama Tuhan.
Di dunia ini, hanya terkasihmu dan dirimu sendirilah yang kau percaya.
'Erwin!!!...', benakmu memanggil terkasihmu.
Firasatmu memburuk. Seluruh sel dalam tubuhmu meneriakkan bahaya.
Kekasihmu. Kesayanganmu. Sedang. Dalam. Bahaya!!
Dan kau bahkan hanya mampu terdiam. 'Tak sanggup melakukan apapun.
Entah Humanity's Strongest atau bukan, kau tetaplah manusia biasa. Yang akan gundah jika kekasihnya dalam bahaya. Yang akan ikut tersakiti jika kekasihnya terluka. 'Tak ternyana bagaimana perasaanmu saat itu. Menyesap udara dalam-dalam malah membuat tenggorokanmu serasa tercekik.
Sekuat apapun dirimu ingin membantu, kau tetap takkan mampu.
Betapa tak bergunanya dirimu saat ini, hanya itulah yang kau pikirkan.
Pada akhirnya, Kau, setelah sekian lama kembali mengharap. Untuk keselamatan yang terkasih.
'Kumohon jangan mati!!!....', teriakmu dalam hati.
***
Ketika kau melihat terkasihmu terkulai lemah dengan hujaman peralatan medis yang menopang hidupnya agar 'dia' tetap bertahan -adalah ngilu yang kau rasakan.
Tergesa kau raih dia yang terkasih. Meyakinkan dirimu sendiri bahwa dia masih bernapas. Memastikan dengan mata kepalamu sendiri dia telah kembali tanpa kurang suatu apapun -̶abai pada fakta bahwa kesayanganmu kehilangan lengan kanannnya.
Kau genggam tangannya yang tersisa. Hangat. Masih seperti yang dulu. Kau bawa tangannya yang besar dan hangat menuju wajahmu. Kau kecup telapak tangan itu. 'Tak kau biarkan dunia tahu bahwa di balik telapak tangannya kau tersedu -̶meratapi kebahagiaan.
Tidak bertuhan, itulah sosokmu. Karenanya, kau sendiripun terkejut dan mempertanyakan, bisa-bisanya dirimu bersyukur kepada entitas ilahiah, karena hari itu, takdir memilih untuk mengembalikan Erwin padamu.
***
Terhitung lima hari sejak terkasihmu 'pulang'. Saat akhirnya kau bisa kembali menatap manik cerulean favoritmu. Kau tatap lekat-lekat kedua manik yang selalu berkilat penuh tekad, dan ambisi tanpa batas itu. Lantas tatapanmu jatuh pada lengan kanannya yang ̶lengkara kembali. Hanya hampa yang kau rasa. Sebelum kemudian sesal menyeruak memenuhi rongga dadamu. Mustahil mengembalikan lengan terkasihmu ̶entah apapun yang kau lakukan atau bahkan korbankan. Hanya saja, biarlah kau berjanji untuk melindungi 'dia' yang tercinta. Hingga udara tak sudi lagi kau hirup. Hingga saat terakhir.
.
.
.
.
Ende
.
.
.
.
P.S. : Mein Liebe means My Dear
KAMU SEDANG MEMBACA
Mein Lieber
FanfictionOnly a ficlet with EruRi as main character. Written in 2nd POV and plotless.