1 - Hari Menyebalkan

25 1 0
                                    

"Sungguh, ingin rasanya tenggelam ke dasar jurang"

*****

Panasnya siang ini tidak menyurutkan semangat para siswa dan siswi untuk berlari keliling lapangan basket. Walaupun, di dalam hati mereka telah banyak kata-kata macian, hinaan, dan sejenisnya yang bersarang tidak tersalurkan secara langsung, hanya bisa mengeluh kesal dalam hati. Padahal, mereka hanya berlari 5 putaran.

Dengan sisa tenaga yang ada, seorang remaja perempuan ini berlari mengitari lapangan basket dengan teman-temannya yang lain. Terhitung, sudah memasuki putaran terakhir mereka berlari. Dan akhirnya, mereka disilahkan untuk istirahat sejenak oleh Pak Riko, guru olahraga di sekolah tersebut.

"Gila bener! Baru 5 putaran lapangan basket aja udah ngos-ngosan kayak gini. Apalagi, kalau di suruh lari 5 putaran lapangan sepakbola? Yang ada gue udah pingsan duluan sebelum lari" ujar perempuan berkacamata itu sambil menepis peluh di dahinya yang bercucuran cukup deras.

"Lebay lo, Dil" Vita-teman Dila- menyenggol pundak Dila sambil terkekeh geli.

"Alaaah.... kalau disuruh sama si doi aja, pasti lo mau. Ya gak?" Riska menaik-turunkan alisnya menggoda Dila.

Dila yang merasa tersindir hanya mengedikkan bahunya acuh.

"Masa gue yang lari? Dimana-mana, yang namanya cewek diem adem lihatin cowoknya berjuang. Contohnya aja, kalau lari lapangan bola kaki. Ya pasti cowok dong yang lari, cewek itu nyemangatin dia. Emang dikira gue suruhannya apa? Ogaaah.." ujar Dila bijak?

Kedua temannya lantas tertawa mendengar ocehan Dila yang bagi mereka sok bijak itu.

Sedangkan Dila memandang malas kearah kedua temannya yang menyebalkan itu. Apa yang lucu? Bagi Dila tidak ada yang lucu dari ucapannya. Terkadang ia berpikir bahwa kedua temannya itu aneh dan abstrak. Contohnya saja sekarang, tidak ada yang lucu mereka tertawa.

"Au ah, gelap!" Dila kemudian beranjak dari tempat duduknya menuju tempat Pak Riko berada, yang menyuruh mereka untuk berkumpul kembali di lapangan.

Riska dan Vita menghentikan tawa mereka perlahan, melihat Dila yang pergi dengan wajah kesal. Kedua orang ini memang sangat suka membuat Dila kesal. Bagi mereka, kekesalan Dila adalah hiburan buat mereka. Sungguh miris bukan? Sabar Dil.

"Langsung pergi aja tuh Dila" ucap Riska.

"Mendingan kita nyusul yuk!" Langsung saja Vita dan Riska segera bergegas ke lapangan basket untuk kembali melanjutkan pelajaran yang tertunda.

*****

'Teet....teet....teet'

Bel pulang sekolah akhirnya bersuara, seakan mewakili suara seluruh siswa dan siswi untuk segera di pulangkan.

Keadaan kelas pun sibuk dengan suara-suara kegembiraan menyambut bel pulang telah tiba. Dengan semangat, mereka membereskan buku-buku dan peralatan sekolah lainnya untuk dimasukkan ke dalam tas, lalu segera keluar kelas untuk pulang. Entah itu pulang ke rumah, tongkrongan, mall, atau tetap kembali di sekolah?

Hal yang sama juga dilakukan oleh tiga sekawan ini. Siapa lagi jika bukan, si manis berkacamata yang katanya keturunan India, si agak kalem dan juga dewasa, serta si pembuat kesal dan juga perhatian?. Oke, ini terlalu rumit untuk di mengerti. Tidak masalah, nanti kalian akan mengerti dengan sendirinya.

Setelah membereskan semua buku dan peralatan sekolah, mereka lantas pergi menuju parkiran untuk segera pulang.

"Oh iya! Minggu depan kita ulangan matematika nih, belajar bareng kuy!" Ajak Riska dengan semangat 45 nya.

"Gue sih ngikut aja"
Ucap Vita merespon ajakan Riska.

"Gimana Dil?"
Riska bertanya kepada Dila yang sedari tadi membolak-balik kepalanya kesana kemari tak tau arah, seperti mencari sesuatu?

Riska menyenggol bahu Vita pelan, Vita menoleh, lalu mengangkat bahunya dan menggelengkan kepala sebagai jawaban atas raut wajah bingung Riska.

Riska berpikir sejenak. Tiba-tiba sebuah lampu menyala diatas kepalanya. Ingatlah! Ini hanya lampu hayalan.

Dengan respon otak yang cepat, seakan tau apa yang sedang dicari Dila. Riska menaikturunkan alisnya dengan senyum miring. Vita hanya bingung tak tau apa-apa.

"Lo mau apa?" Vita berbisik kepada Riska

"Biasa, ngerjain dia aja." Riska menjawab dengan misteriusnya. Riska lalu membisikkan rencananya kepada Vita, Vita mengangguk mengerti dan setuju.

Riska dan Vita memulai aksinya mengerjai Dila yang sedang berada di samping Vita. Saat ini mereka tengah duduk di kursi koridor dekat parkiran menunggu parkiran sepi.

Dengan perlahan mereka berjalan kecil untuk menjauh dari Dila. Dila yang asik fokus mencari seseorang itupun tidak tersadar bahwa kedua temannya telah menghilang begitu saja.

"Iiih... mana sih? Biasanya juga dia lewat sini" Dila menggerutu kesal.

"Eh, Ris, Vit. Mana ya si doi? Kan biasanya doi lewat sini. Tumben banget" ucap Dila. Namun, tidak ada respon.

"Apa doi lagi ada kerja kelompok kali ya sama temennya? Atau dia ada kegiatan?"

Sunyi dan masih belum ada respon.

"Gue seharian ini memang gak ada lihat dia sih. Apa jangan-jangan doi lagi gak sekolah? Apa dia lagi sakit?" Dila masih berceloteh sendirian. Sedangkan kedua temannya dari kejauhan sudah tak tahan menahan tawa.

"Lo berdua kok diem sih dari tadi? Gue kan lagi butuh pendapat sama sa................" ucapan Dila terpotong saat dia membalikkan badannya ke samping, ternyata Riska dan Vita tidak ada ditempat.

"Eh, Dil! Bopong amat lo. Ngomong sendirian, emang lo lagi ngomong sama makhluk astral? Hahaha........" ucap salah satu teman sekelasnya yang lewat di depan Dila dan berlalu pergi dengan tertawa senang. Bahkan siswa yang ada disekitarnya menahan tawa saat melihat Dila saat ini.

Dila hanya tersenyum malu. Jangan beranggapan bila ini adalah 'senyum malu' saat mendapat gombalan dari seorang pria. Ini adalah suatu  ungkapan yang tidak dapat terbaca lagi untuk menggambarkan malunya si Dila Yathasya.

"OMG! WHAT THE? GILA! IBU BANTUIN DILA. DILA MALU, DILA MAU TENGGELAM AJA KE DASAR JURANG IBU. HUHUHU" Hati kecil Dila berteriak.

Saat ini sungguh, baginya ini adalah hal yang sangat-sangat memalukan. Ingin rasanya saat ini juga ia berlari dan pergi ke jurang, lalu terjun bebas. Berani banget Dila👏👏.

Tetapi, dengan segera pikiran itu ia singkirkan. Karena itu akan mengancam nyawanya sendiri. Ia masih ingin melanjutkan hidup, kuliah, menikah dengan orang yang dicintai, dan hidup bahagia bersama keluarga. Yang ia butuhkan hanya segera pergi sebelum situasi semakin mencekam.

Perlahan Dila bangkit dari duduknya dan pergi menuju tempat motornya berada dengan perasaan yang bercampur aduk. Malu, kesal, marah, dan juga sedih. Mengapa sedih? Karena hari ini ia tidak dapat melihat sang doi yang entah kemana.

Sedangkan Riska dan Vita melihat dari kejauhan, Dila yang sudah menaiki motornya dan pergi meninggalkan parkiran.

"Kita udah jahat banget ya sama Dila. Pasti dia malu banget sekarang" Vita merasa iba dengan temannya itu.

Riska berhenti dari tawanya dan melihat Vita disampingnya.

"Iya ya, gue udah kelewatan deh sama dia" sahut Riska merasa bersalah.

"Nanti kita minta maaf deh ke rumahnya" ajak Riska.

Vita mengangguk setuju.

Selanjutnya mereka pergi untuk pulang ke rumah. Setelah itu mereka akan pergi ke rumah Dila untuk meminta maaf.

*****

Maafkan author yang gak bisa buat cerita bagus.
Selamat menikmati😊



ERDETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang