1

993 168 20
                                    

Mars Getting Blue

BTS fanfiction

Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit

Minyoon

.

.

.

Jimin pulang. Dalam cerita ini tak ada penanda waktu dari alam seperti langit menghitam atau udara yang mendingin menjelang malam. Tak ada apapun yang sama seperti yang kita bayangkan tentang perubahan waktu. Rumahnya salah satu pintu dari sekian banyak kondominium yang menggantung dalam kubah. Kotanya adalah kubah. Jimin si pegawai pemerintahan yang kaya tinggal di kubah eksklusif, udara dijamin kemurniannya, suhu dijamin kestabilannya, segalanya, segalanya dijamin. Dia sesali diri yang tak kaya sejak dulu. Baru setelah diangkat jadi orang penting dia dapat semua fasilitas. Dulunya dia termasuk rakyat jelata yang teriak di depan dewan untuk minta kesetaraan. Masalah udara, masalah makanan, dan masalah-masalah lainnya. Sudah kaya, diam saja. Nikmat sih, jadi apa pula yang mau diserukan lagi?

Istrinya duduk memunggungi. Jimin buka jas bermereknya dan dia taruh di gantungan. Iseng dia intip apa yang sedang digambar oleh Yoongi di meja itu. Siluet kota dengan bentangan langit biru berawan.

"Langitnya kan merah? Kok biru?"

"Suatu saat nanti langit ini juga akan berwarna biru, Suamiku."

Lalu Jimin teringat pada dongeng buyutnya tentang manusia yang dulu pernah hidup di sebuah planet bernama Bumi. Langitnya biru, tanahnya cokelat, sungainya bening, pohonnya lebat. Buyutnya mendongengkan tentang buyut, buyut, buyut, yang saking terlalu jauhnya ke masa lampau Jimin anggap sebagai leluhur yang teramat luhur. Sejujurnya dia tak bisa bayangkan bagaimana rupa Bumi sebab planet yang disebut tempat manusia pertama hidup itu sudah musnah sejak lama, tinggal onggokan sampah angkasa. Kadang-kadang kalau melihat antariksa lewat komputer di kantornya, dia bisa temukan bebatuan bumi mengambang seperti remah-remah. Yang namanya pohon, Jimin tak tahu juga. Apalagi langit biru, sungguh janggal.

Orang bilang cinta bikin nyambung dua orang dalam satu hubungan, tapi Jimin tetap tak paham kenapa Yoongi sering gambar hal-hal mustahil. Jadi daripada pusing sendiri, dia memilih untuk mencari anaknya saja.

"Di mana Taehyung?"

"Tidur."

Jimin cari di mana bocah enam tahun itu. Setelah mengedar pandang dia temukan Taehyung meringkuk di sarang (kursi gantung). Tidurnya nyenyak sekali meski tanpa selimut. Tiap liat wajah anak itu dia ingat kemiskinannya di masa lalu. Taehyung anak yang cacat, dia lahir di kubah kumuh. Kala itu sedang krisis udara bersih, Taehyung terkontaminasi. Kalau Jimin pikir-pikir lagi, Yoongi sudah menemaninya sejak dia masih seorang pria payah bergaji kecil. Meski Yoongi cukup aneh, dan Taehyung cacat, tak ada alasan untuk Jimin nyeleweng dan selingkuh dengan gadis muda. Dia menoleh ke belakang, pada istrinya yang melamunkan biru yang dia gambar. Iya, sudahlah. Bisa hirup udara segar saja sudah cukup, tidak perlu tambah-tambah yang lain lagi.

Jimin tarik kursi dan duduk di sebelah sang istri. "Sayang, tolong katakan kalau kau ingin berlibur."

"Kenapa harus?"

"Bagaimana ya? Seharian kau dirumah melulu. Belanja jarang, jalan-jalan apalagi. Kalau Taehyung aku maklumi. Tapi kau masih sehat, bukan? Kupikir kau harus menjelajah. Di Mars ini kubah yang bagus tak hanya satu," ujarnya.

"Kalau disuruh menjelajah, aku hanya ingin jelajah Bumi."

"Bumi sudah tidak ada, Istriku." Jimin tertawa.

Yoongi merasa tawa itu mengejeknya, jadi dia bela diri. "Bumi masih ada."

"Dalam dongeng? Di buku-buku kuno?"

Mars Getting Blue [Minyoon ff]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang