Hukuman Mati

1.4K 74 20
                                    

SANDRA (part 2)

.

       Jeep hitam itu melesat cepat membelah kegelapan malam. Diiringi suara raungan sirene mobil polisi di belakang sana. Berkali Sandra mencengkeram erat pinggiran jok karena takut terhempas. Meski kepalanya sesekali terantuk sandaran jok di depannya.

Untunglah Raven hanya diam walaupun sudah terbangun. Anak kecil itu memeluk ibunya erat. Seolah tahu mereka sedang dalam situasi bahaya.

Harapan Sandra semakin menipis mendengar suara sirene yang semakin menjauh. Hingga akhirnya tak terdengar sama sekali.

Tapi bukankah polisi tak sebodoh itu? Mereka pasti berpikir cepat! Ya kan? Mungkin mereka sedang menghubungi para polisi di lain area untuk menghadang laju mobil berkecepatan setan ini. Atau mungkin mereka sedang bersiap menggunakan helikopter seperti yang selama ini selalu terlihat di film-film saat mereka mengejar tersangka yang melarikan diri. Sandra sibuk membesarkan hati di antara sengal napas paniknya.

Ya, polisi memang tak bodoh. Tapi mereka yang melakukan kejahatan dengan rencana sempurna pun sama tak bodohnya. Setelah meliuk dalam kecepatan tinggi di jalanan licin tersiram gerimis malam yang sepi, mereka berbelok cepat memasuki halaman sebuah rumah dan langsung masuk ke garasi. Rumah komplotan dari mereka. Sandra bisa menduga.

Karena mereka sudah mempersiapkan segalanya.

Hanya membutuhkan waktu beberapa menit, oh atau bahkan mungkin hanya dalam hitungan detik. Mereka sudah berpindah ke dalam minibus warna merah yang teronggok dalam keadaan mesin menyala di garasi.

Sekali lagi, Sandra dilemparkan paksa masuk ke dalam mobil. Hingga kepalanya terbentur, dan akhirnya tak sadarkan diri.

***

       Sandra membuka mata. Sempat berdoa agar yang dialami hanya mimpi buruk, tapi ternyata dia mendapati dirinya masih di dalam minibus yang melaju dalam kecepatan sedang. Bahkan dia mendengar musik piano klasik diputar bervolume sedang. Terkesan begitu santai.

Dalam diam, Sandra memicingkan mata.

Kanan kiri jalan yang dilalui hanya berupa pepohonan besar dan kegelapan. Entah di daerah mana, entah di kota apa. Sandra sama sekali tak mengenali tempat ini.

Ah, Raven!

Cemas, Sandra segera membuka mata lebar-lebar. Mencari dengan nyalang di mana bayi mungilnya berada. Apa mereka membuangnya saat Sandra pingsan tadi? Atau mereka sudah ... tidak! Tidak boleh!

Sandra menggelengkan kepala, takut membayangkan apa yang ada dalam pikirannya. Tapi akhirnya wanita muda itu menghela napas lega saat melihat Raven ternyata ada dalam pangkuan salah satu perampok yang sudah membuka topengnya. Ah, tidak. Mereka semua sudah membuka topengnya!

Terlihat wajah-wajah itu. Wajah liar dan keras khas penjahat seperti yang ada di film-film. Lengkap dengan badan besar bertato dan wajah penuh brewok.

Mereka ... tengah membicarakan brankas yang telah berhasil dibuka dan dilempar begitu saja ke sungai. Merasa aman. Dan tertawa senang karena di dalamnya memang tersimpan bergepok uang perusahaan suami Sandra.

Ah, Sandra tak peduli. Yang ia mau hanya bagaimana cara merebut Raven dari tangan kekar berbulu salah satu perampok itu.

"Sudah bangun, eh?" Pria di sebelahnya menyapa. Bukan sebagai bentuk keramahan tentunya.

"Berikan anakku!" Sandra memberanikan diri.

"Kau pikir aku senang harus memangkunya seperti ini?" Terlihat seringai sinis dari bibir yang hampir sepenuhnya tertutup bulu lebat pria itu. Lalu diletakkannya tubuh mungil Raven ke pangkuan Sandra.

SANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang