Sandra dijadikan sandera

2.4K 103 23
                                    

SANDRA

.

       Suara gaduh di luar kamar membuat Sandra terbangun. Ada apa? Wanita muda bermata coklat terang itu segera merangkak turun dari ranjang mewahnya. Cepat, menyambar sweater yang tergantung di dinding kamar. Berniat memeriksa keluar, tapi ...

Terdengar pekikan tertahan Bi Enih. Asisten rumah tangga berusia separuh baya, di luar sana. Terdengar gugup dan ketakutan, diiringi bentakan kasar laki-laki bersuara berat.

Siapa?

Jelas itu bukan suara suaminya. Lagipula suaminya sedang ada tugas di luar kota selama beberapa hari. Jadi ... itu siapa?

Tanpa sadar, jemari Sandra mulai gemetar. Dicengkeramnya kayu pinggiran box jati berukuran 1x1,5 m dimana terbaring sosok mungil berusia sekitar satu tahun. Takut jika putra kecilnya terbangun, juga takut menerka apa yang sebenarnya terjadi di luar sana.

Terdengar suara salah satu benda terhempas di lantai. Membuat Sandra semakin terkekang dalam ketakutan. Gugup, cemas, dan ingin menangis. Dia memang wanita yang luar biasa penakut, itu yang sering dikeluhkan suaminya. Manja, dan tidak bisa diandalkan.

Suaminya benar, dia memang selemah itu.

Mundur, merapat ke box jati dimana putranya masih terlelap. Mata bulatnya terus mengawasi pintu, seperti tengah menunggu waktu. Dia yakin. Ya, dia sangat yakin seseorang bersuara berat di luar sana akan segera menerjang masuk.

Ya Tuhan, ia merasa ingin menghilang. Lututnya goyah karena panik.

Perampok! Rumahnya kini sedang dimasuki oleh perampok.

Benar, detik kemudian terdengar suara sesuatu menghantam pintu kamar. Sekali, dua kali ...

Mereka sedang mendobrak pintu kamarnya!

Sandra menggigit bibirnya kuat-kuat, merasa ketakutan yang sangat hebat. Diraihnya tubuh mungil itu ke dalam gendongan. Mendekapnya erat, sementara detak jantungnya terasa seperti akan melompat keluar. Sesak, dan sangat menyakitkan.

Beberapa kali gebrakan keras terdengar, daun pintu kamar sudah mulai rusak. Tak menunggu hitungan menit sebelum akhirnya terhempas keras menghantam dinding kamar. Menciptakan suara debam keras yang membuat tubuh langsing Sandra seketika terhentak.

Wajahnya memucat. Saat melihat dua sosok tinggi besar mengenakan penutup wajah berwarna sama dengan seluruh pakaian mereka. Hitam.

Terdengar tangis lantang Raven memenuhi ruangan. Suara bantingan pintu mengagetkan bayi kecil itu.

Sandra hampir terjatuh lunglai di lantai saat ujung senjata api yang todongkan oleh salah satu sosok tinggi besar itu mengacung ke arahnya.

Merasa akan pingsan, tapi hatinya berusaha menguatkan karena ingin melindungi bayi yang tengah menangis dalam dekapan. Satu tangannya mencengkeram tiang box, menyangganya agar tetap berdiri.

"Serahkan barang-barang berharga!" Bentak sosok itu dengan mata menyorot tajam, "cepat!!"

Sandra menoleh ke arah lemari pakaian tiga pintu berukir keemasan di seberang ruangan. Dimana tersimpan begitu banyak benda berharga seperti perhiasan, brankas, dan yang lainnya.

Gemetar, tangannya menunjuk ke arah sana.

Tidak, dia tak peduli akan semua itu. Yang terpenting saat ini adalah keselamatan nyawa seluruh penghuni rumah mereka. Entah apa yang terjadi pada Bi Enih dan Mang Yos di luar sana. Mungkin dua pembantu setianya itu dalam keadaan babak belur sekarang, atau bahkan lebih buruk dari itu. Sandra menebak setelah mendengar teriakan mereka.

Tanpa banyak bicara, salah satu dari mereka segera membuka pintu lemari. Mengacak keluar segala isi di dalamnya seperti pakaian, tas, dan sepatu ber-merk yang masih berada dalam kotak.

Sementara yang satu lagi masih mengacungkan senjata ke arahnya. Mengawasi Sandra lewat celah kecil yang hanya memperlihatkan sepasang netra berwarna gelap beraura kematian di dalam sana.

"Lebih cepat, bisa tidak?!" Sosok itu menoleh ke arah kawanannya yang sibuk meraih semua benda berharga di dalam lemari pakaian.

"Brankasnya tidak bisa dibuka!"

"Bawa!"

"Biasanya dipasang GPS di dalamnya!"

"Nanti kita buka setelah itu kita buang di jalan!"

Sandra hanya mendengarkan percakapan singkat mereka, sambil berusaha menenangkan Raven yang masih menangis di dalam gendongan.

"Suruh anak itu diam!" Sentak sosok yang sepertinya pemimpin mereka. Geram. Merasa terganggu oleh suara nyaring Raven.

Sandra menepuk-nepuk Raven, gugup dan kebingungan. Bagaimana dia bisa menenangkan bayinya jika dia sendiri dalam keadaan panik dan ketakutan?

"Aku bilang buat dia diam, atau kau ingin aku yang mendiamkannya eh?!" Bentak sosok itu kesal.

Sandra mengerti apa maksud kata 'mendiamkannya'. Karena itu dia segera berusaha lebih keras lagi menenangkan Raven. Dengan seluruh tubuh yang gemetar.

"Sudah semua, ayo!" Sosok yang menjarah lemari itu berkata sementara kedua lengannya dipenuhi oleh barang-barang berharga yang ditemukannya.

Mereka akan melangkah keluar meninggalkan kamar Sandra, tapi dengung sirene mobil polisi dari kejauhan membuat langkah mereka terhenti seketika.

"Sialan! Ada yang memanggil polisi!" Geram si pemimpin marah.

Dia menoleh ke arah Sandra, curiga. Tapi tak dilihatnya wanita itu membawa ponsel atau menekan apapun. Dua tangan wanita di depannya mendekap erat bayi yang mulai tenang dalam gendongan.

Berarti bukan wanita itu pelakunya.

Sementara Sandra merasakan ketegangan di antara mereka. Takut dua orang bersenjata di hadapannya bertambah nekat.

Suaminya memang memasang cctv khusus yang dihubungkan dengan salah satu ponselnya. Jadi meskipun dia sedang berada di luar kota, bisa diawasinya keadaan rumah dari sana.

Baru kali ini Sandra merasakan kegunaan benda itu setelah sebelumnya selalu berpikir bahwa itu karena suaminya terlewat posesif padanya.

Sandra terhentak kaget saat menyadari ujung piyamanya ditarik kasar oleh sosok tinggi besar. Hingga dia terseret mengikuti langkah mereka keluar kamar.

Setengah berlari langkah mereka, membuat Sandra mati-matian harus mengikuti.

Di ruang tengah, terlihat Bi Enih dan Mang Yos terbaring di lantai dengan kedua tangan terikat dan mulut disumpal. Mang Yos tampak pingsan, sementara Bi Enih menatapnya dengan air mengucur dari sudut mata. Ingin berteriak memanggil sang nyonya tapi tak berdaya.

Suara sirene mobil polisi semakin mendekat.

Kini tangan kasar sosok itu benar-benar menyeret langkah Sandra agar berlari lebih cepat.

Mereka menuju ke sebuah mobil jeep hitam yang terparkir di depan gerbang. Melihat kedatangan mereka, pintu mobil dibuka lebar oleh seseorang yang duduk di belakang kemudi. Terlihat panik saat memberi instruksi agar mereka segera masuk, mengingat suara sirene yang semakin mendekat.

Tanpa bisa melakukan perlawanan, Sandra terjerembab masuk ke dalam mobil setelah mendapat dorongan kasar dari sang pimpinan.

Lalu mereka berdua masuk. Satu di depan, satu lagi di samping Sandra. Kemudian tanpa menunggu waktu, mobil jeep hitam segera melesat pergi.

Membenahi posisi duduk setelah sempat tertelungkup, wanita berambut panjang itu memeluk bayi mungilnya erat di pangkuan. Setetes air menitik dari sudut matanya. Menyadari bahwa saat ini, Sandra tengah dijadikan seorang ...

Sandera.

.

NEXT

SANDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang