Part 5. --Please, stop it!--

915 75 45
                                    

"Buat lo, gue ini apa?"

Rio menoleh pada Shilla yang duduk di sampingnya. Mata gadis itu tetap lurus ke depan. Memandangi hamparan hijau nya rumput yang saling bergoyang terkena angin dipadu ilalang yang tumbuh di sela-sela nya.

"Susah buat ngedeskripsiin nya."
Shilla menjawab tanpa menggerakan kepala, matanya masih menatap depan, dengan senyuman tipis di bibirnya.
"Lo adalah orang yang ngajarin gue banyak hal, yang selalu ngebantu gue, dan selalu ngelindungi gue. Lo adalah orang yang paling bisa gue andelin."

Rio diam mendengarkan, masih menatap Shilla yang akhirnya dengan pelan menoleh padanya.
"Berat kalo gue harus kehilangan lo."

Rio tersenyum.
Kepala nya mengangguk kecil sebelum ia menoleh ke arah yang berbeda.

"Kalo lo, buat lo gue ini apa?"

Ray langsung menoleh pada Rio.
Tanpa basa-basi Ray menatap langsung pemuda yang duduk bersebelahan dengannya itu dengan sedikit tarikan kecil di bibirnya,
"Brother gue, sohib gue. Lo selalu ada, tiap gue bolos, berantem bahkan sampe dihukum, lo pasti disamping gue. Lo nggak pernah ninggalin gue sendirian."

Ray menolehkan lagi kepalanya ke depan lalu menghembuskan napas.
"Jangan pergi terlalu lama."

Kedua sudut bibir Rio tertarik, begitu senang mendengarnya.
Tangannya langsung menggamit telapak Ray, kemudian menggamit telapak Shilla. Menyatukan kedua telapak itu di depan dada nya sambil menggenggamnya erat.

"Kalian emang sahabat terbaik gue. Gue sayang kalian."
Rio menoleh ke kanan pada Shilla, kemudian menoleh ke kiri pada Ray. Mereka berdua tersenyum yang membuat Rio juga tersenyum lebar

"Ck- Woyy!!"

Rio, Shilla dan juga Ray menoleh.
Mereka kompak menatap Gabriel yang berdiri di depan mereka, yang kini berkacak pinggang sambil menampakan wajah jijik, kesal, muak saat melihat 3 makhluk yang duduk selonjor di bawah nya.

"Rio cuma latih tanding basket di Bandung. Cuma 3 hari dia bakal balik lagi. Nggak usah lebay deh."

"Sirik amat sih lo."
Ray menatap datar ke arah sepupunya itu, membuat Gabriel melengos karena ekspresi Ray benar-benar ingin membuatnya tertawa.

Bisa-bisa nya orang ini bersikap kekanakan dengan raut wajah sok dewasa,

"Udah-udah," Gabriel mengibaskan tangannya, sebelum ia membungkukan punggungnya dan melepaskan genggaman mereka di depan dada Rio. "Gue geli, beneran."

Shilla tertawa, Ray tersenyum sedang Rio mendesis.
"Lo ini nggak bisa ngeliat gue seneng dikit."

Gabriel yang sudah berdiri hanya memalingkan wajah, mengabaikan ucapan Rio dan memilih berbalik, berjalan menuruni hamparan rumput hijau yang diikuti Ray dan Shilla yang beranjak berdiri.

"Kalian mau ninggalin gue?"

Mereka mengurungkan niatnya untuk melangkah dan berpaling pada Rio.

"Ayok, lo lupa tujuan awal kita kesini?"
Ray mengerutkan dahi nya tipis, antara gemas dan kesal karena Rio lah yang merencanakan datang ke tempat dimana mereka bertemu ini setelah beberapa bulan mereka tidak kemari.

Shilla mengulurkan tangannya, yang membuat Rio menoleh ke arah tangan itu sebelum mendongak menatap Shilla.
"Mereka udah nunggu. Lo juga harus pamit."

Rio tersenyum.
Ia mengangguk kecil kemudian menggamit uluran tangan itu dan berdiri.

"Oke, kita pergi"
Rio merangkul pundak Ray dan Shilla kemudian berjalan menuruni hamparan rumput hijau itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost GripTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang