Fraxasya Krevas Daniello

89 9 2
                                    

Attention!

Fraxasya = Fra(ks)asya
Axa = A(ks)a
Axel = A(ks)el

Happy reading, guys:)

--------

Hitam, warna yang memenuhi ruangan kesayangan Fraxasya Krevas Daniello atau Axa, gadis remaja yang duduk di bangku SMA itu. Setiap hari sepulang sekolah selama dua jam, Axa mengunci dirinya bersama dengan samsak yang menggantung di tengah ruangan. Seperti saat ini, dia melayangkan banyak pukulan untuk samsak di depanya.

Tok tok tok

“Fraxa!”

Mendengar sebuah suara dari luar ruangan, ia langsung melihat jam yang tertempel di atas dinding. Pukul lima sore. Dirinya lupa waktu, lagi. Saat berada di ruangan ini, Axa selalu lupa akan segalanya mulai dari makan, tugas, waktu, dan juga masalahnya. Beruntung dia memiliki seseorang yang selalu berada di sampingnya setiap waktu.

“Hm,” gumam Axa setelah keluar dari ruangan tersebut.

“Lo gak papa?” Tanya Fraxell Krevas Daniello atau Axel, kakak kembar Axa.

Axel sedari tadi khawatir, melihat Axa yang masuk rumah dengan wajah memerah terlihat sekali bahwa adiknya sedang menahan tangis tapi ia tidak mau bertanya karena yang dibutuhkan Axa hanyalah ruangan itu.

“Gue, kenapa?”

“Lo. Kapan lo balik?”

Senyum sinis tercetak di bibir Axa mendengar pertanyaan itu. Axel, selalu bertanya akan hal itu satu kali dalam sehari namun Axa hanya mengangkat bahunya acuh dan menjawab,

“Gue nyaman kayak gini.”

“Lo ngomong ‘nyaman’ tapi batin lo teriak sebaliknya, Xa! Ayolah, kejadian itu udah berlalu dan lo gak bisa terus terusan kayak gini. Mau jadi apa—“

“Jangan. Maksa. Gue.”

Emosi Axa kembali setelah ucapan Axel masuk ke dalam telinga yang langsung dicerna otaknya, ia berlalu dari hadapan Axel dan masuk ke dalam kamarnya. Ia sudah mencoba tapi percikan masa lalu datang setiap dirinya akan bergerak untuk berubah, sakit yang dirasakanya dulu kembali dan jauh lebih sakit.

“Axa! Jangan marah!”

“Maafin gue. Gue cuma--"

Ceklek

Axa keluar kamarnya dengan wajah yang terkesan dingin, tanpa menoleh sedikit pun ke arah Axel, ia berjalan menuju pintu utama.

"Xa, lo mau kemana?!"

Axa membalikkan badanya, mengeluarkan seringai tipis, "pergi."

Ia ingat. Axel ingat, saat dengan kasarnya ia menahan Axa, membuat dirinya harus bertahan tanpa Axa yang tidak mau berbicara selama lima belas hari,

maka dari itu, sekarang, ia hanya bisa menatap mobil hitam milik adiknya pergi dengan cepat.

----

"

Berapa?"

"Dua juta lima ratus, neng."

Axa merogoh kantung jaketnya, mengambil kartu atm dan memberikanya pada si penjual.

"Makasih, Kak Sya!"

Lehernya menoleh ke belakang, melihat anak anak yang barus saja ia belikan mainan,

"Sama sama."

Merasa tugasnya selesai, Axa hendak berdiri dan meninggalkan taman yang biasanya ia gunakan untuk bermain dengan teman temanya a.k.a anak anak jalanan, tangan mungil dan halus itu menarik Axa untuk duduk di kursi.

"Kakak sakit, ya?!"

Axa tersenyum tipis sambil merangkum wajah bidadari kecil di depanya, sebelum menjawab, "Iya kakak sakit, tapi sayangnya gak berdarah."

.
.
.

02-12-17-Ruilan

MarxavasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang