Ketakutan Ayah

10 0 0
                                    

         Kembali Up Date..
Karena ini masih permulaan kasih komentar y kak..
Selamat membaca..

            Tak seperti biasanya ayah puas dengan pernyataanku. Ketika aku mengatakan aku lulus di UGM Beliau hanya mengatakan 'ya,  bapak bangga' Setelah itu, tidak ada lagi pertanyaan yang diajukannya.  Apakah beliau sudah tau jurusan apa yang aku pilih?  Kulihat ayahku sedang duduk sambil menonton tv, tepatnya seperti karena tampak jelas beliau menonton dengan tatapan kosong. 
         "Pak.." Aku mengenggam tangannya sambil duduk di sampingnya.  "Ya grace?" Matanya menatapku dengan tersenyum, tapi kutau itu hanya paksaan.  "Papa tak perlu sedih,  sabeth dapat beasiswa full disana." Ya benar aku mendapatkan gratis uang kuliah, jika tidak jujur aku tidak akan mau kuliah di jurusan ini karna biaya uang kuliahnya yang tidak sesuai dengan pekerjaan ayah yang hanya seorang wirausaha montir. Belum lagi praktek dan bukunya yang pasti tidak sedikit. "Makasih ya nak.. Maafin papa yang gak bisa memenuhi semua kebutuhan kamu" Papa memelukku sambil menangis. Baru kali ini kulihat papa mengeluarkan air matanya. "Papa adalah papa yang paaaling hebat." Tanganku menghapus air mata papa dengan tersenyum. 
              "Papa yakin kamu bisa menjadi dokter yang luar biasa nantinya" "Hah?? " Aku bingung.. Berarti ayah sudah tau aku masuk jurusan apa.. Tapi darimana?  "Papa tau semua tentangmu grace.. Hasil simulasi.. Setiap simulasi pasti kamu akan mencoba jurusan itu kan?" Aku mengangguk.  Pantesan papa sedih banget karna jika jurusan lain papa masih sanggup untuk membayarnya. "Oke.. Papa mau ke bengkel dulu ya.." Papa beranjak dari tempatnya menuju keluar. 
           Lamunan aku berporos pada satu titik yang membuat aku teringat akan perjuangan aku hingga di titik ini.
        "Grace.. " Lopiga mengejutkanku hingga membuatku tersentak dan hampir jatuh jika aku tidak bersandar pada jendela kaca rumah sakit. Ya sekarang aku sudah menjadi seorang dokter yang bertugas di salah satu rumah sakit besar di yogyakarta.
         "Loh gila y..  Kalo jendelanya ini gak kuat. Aku jatuh gimana??" Kataku kesal takut jika kaca itu roboh tak kuat menampung badanku yang membuatku jatuh dari lantai 6. Aku ngeri membayangkannya.
          "Maaf dehh..  Lagian lo sihh ngayal mulu kerjanya." "Issh.. Apaan sih..  Emangnya kamu gak ada praktek hari ini??"Aku menuju bangku karna terasa jika kakiku bergetar membayangkan aku jatuh dari jendela. "Gak.. Eh ngomong-ngomong bang frans jemput gak hari ini??" tanyanya antusias.  "Iya.. Emangnya napa? Jangan bilang kamu ingin ngerayu dia lagi ya? Iihh.. Jangan ah.. Malu aku punya teman genit" Kataku membuat muka bete.  Ya sebenarnya aku bener-bener bete dengan sikap Lopiga yang suka cari perhatian dengan bang Frans. Aku bukan cemburu, tapi gak suka aja lihat lopiga kayak cewek-cewek genit diluar sana.
         Bang Frans adalah pariban aku dari bou Ana. Ya, semenjak aku ke Yogya aku jadi dekat dengannya. Mulai main bareng, nemenin belajar,  belanja,  dan hal
 

  

A.N.G.I.NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang