Beberapa menit kemudian sebuah mobil mewah berhenti. Seorang pria yang ternyata Nusron turun melangkah ke arah rombong yang dijaga Aas. Terlintas dalam benak Aas buat iseng ngerjain orang ini. Itung-itung balas dendam karena dari tadi dikerjain terus. Biar dia tahu gimana keselnya dikerjain terus, pikir Aas dengan senyum jahil.
Aas: Mau beli tahu, pak?
Nusron: Ini beneran tahu?
Aas: Iya pak
Nusron: Dari mana kamu tahu kalo ini tahu?
Aas: Dari bentuknya kan kelihatan kalau ini tahu, pak?
Nusron: (melotot) Kau jangan mau dibodohi dengan bentuk! Ini soal penafsiran. Benda yang bentuknya seperti tahu belum tentu adalah tahu. Karena yang bisa mengatakan dengan pasti bahwa ini tahu adalah orang yang membuat tahu! Ngerti?
Aas: (melongo)
Nusron: Eh, ditanya malah berlagak pilon. Kamu ngerti nggak apa yang saya omongin?
Aas: Enggak...
Nusron: Biar saya jelaskan. Kita tidak bisa menjudge sesuatu hanya dari penafsiran sepihak tanpa konfirmasi dengan si pembuatnya. Contohnya nih, kamu baca puisi Chairil Anwar. Kamu hanya bisa menafsirkan apa makna dari puisi tersebut tapi tak bisa mengerti secara pasti karena yang pasti ngerti arti dari puisi Chairil Anwar itu ya Chairil Anwar sendiri, jelas?
Aas: Gitu ya? (tersenyum sinis) Bolehkah saya salto sambil bilang wow gitu?
Nusron: Silahkan saja...
Aas: (garuk-garuk kepala) Waduh, tapi saya tak bisa salto tuh, pak...
Nusron: Mana saya tahu? Yang ngerti kamu bisa salto apa enggak kan kamu sendiri...
Aas: Iya deh pak, karena udah terlanjur ngomong... jadi saya harus gentleman dong, pak. Jangan sampai kayak para politisi yang bisanya ngebacot doang tanpa bukti
Nusron: Ah, masa?
Aas: (ambil ancang-ancang... 1... 2... gubrak!! Kepala Aas kebentur gerobak tahu. Dan sebelum pingsan, masih sempat berkata lirih:) wow....
Nusron: (ketawa ngakak) Sudah saya bilang, jangan mau dibodohin! Dasar bodoh!!
THANKS FOR READ