Sunu dan Aneja : Memfitnah Ular

76 5 2
                                    

Di suatu desa di pagi yang cerah, hiduplah seorang pemuda bernama Sunu. Ia adalah pemuda yang gemar berpetualang. Setelah menghabiskan waktu sepekannya untuk bekerja, ia sengaja meluangkan waktu untuk menyusuri tempat baru selain desanya. Ia menemui sebuah hutan dengan berbagai jenis tumbuhan yang ada. Karena rasa kagumnya, ia tak sadar bahwa ia telah melangkah masuk ke dalam hutan. Hutan itu bernama Hutan Thiratatta, yang dikenal dengan hutan penuh kebijaksanaan.

'Rasanya aku tidak pernah melihat tempat ini.', gumamnya.

'Wah, seru sekali! Disini pemandangannya indah sekali, udaranya juga segar. Tidak sia-sia aku kesini.'

'Pohonnya juga tumbuh dengan baik. Aku bisa menemukan banyak sumber makanan disini.'

Seketika ia mendengar bunyi gesekan daun dan melihat sebuah bayangan sedang menuju ke arahnya. Sunu pun terkejut. Ketika ia berbalik, ternyata bayangan itu adalah ular! Ia pun panik. Pikirannya mulai dipenuhi banyak hal.

'Bagaimana ini? Aku sangat menyesal sudah datang kesini. Bagaimana bila aku digigit ular ini? Lihat matanya! Sepertinya ia sudah tak sabar untuk menyemburkan bisanya. Lalu, bagaimana bila aku tergigit? Aku tidak bisa minta tolong karena tidak ada orang disini! Kalau aku berlari ke desa terdekat dan berteriak minta tolong? Aku kan tidak mengenal siapapun disana.. Bagaimana kalau mereka mengabaikanku? Seseorang... Tolong aku...'

Ia pun terjatuh saat akan berlari. Ular itu bergerak mendekat kearahnya dan tanpa sadar ia berteriak.

"Huaa.. ular.. aku minta ampun. Jangan gigit aku! Aku masih ingin hidup."

Tiba-tiba..

"Hei! Tenanglah, aku tidak akan menggigitmu. Aku vegetarian! Lagian, aku juga mau diet, tidak makan makhluk hidup lagi. Apa wajahku terlalu menyeramkan bagimu?", suara asing itupun menjawab teriakan Sunu.

"Wah, ada manusia! Dimana kau? Tolong temani aku.. aku takut sendirian..", jawab Sunu.

"Manusia? Hei-hei lihat kebawahmu dan lihat siapa yang berbicara!", gerutu suara asing itu tadi.

Saat Sunu melihat kebawah, betapa terkejutnya ia bahwa ternyata suara asing itu dari ular yang ditakutinya tadi. Karena terlalu takut dan tidak menyangka bahwa ular itu ternyata bisa berbicara, ia pun pingsan di tempat.

"Yah, pingsan... Sopan sekali ia. Telah berteriak kepadaku dan pingsan dihadapanku! Bagaimana cara aku membawanya?", omel ular itu.

Setelah beberapa jam berlalu, Sunu pun sadar dari pingsannya. Ia bingung karena ia sama sekali tidak mengenali tempatnya sekarang. Ia terbaring di atas kasur empuk dari kapas serta kue kering dan segelas susu kedelai hangat yang ada di atas meja sebelah kasur tempat ia terbaring.

"Dimana aku? Kurasa ini bukan kamarku. Mengapa aku bisa disini?"

"Wah, kau sudah sadar?", tanya ular tadi.

"Uwaaa!! Ularnya.. bi.. bisa.. bicara..."

"Guruu!! Dia berteriak lagi kepadaku!! Aaa!!", teriak ular tadi.

Teriakan tadi membuat seorang kakek terkejut lalu menghampiri mereka.

"Kenapa berisik-berisik? Oh, kau sudah bangun pemuda?", tanya kakek itu lembut.

"Su.. sudah... Kau siapa?"

"Perkenalkan, aku penjaga hutan ini. Ehm.. namaku.. aku lupa namaku karena aku sudah terlalu tua hohoho. Tapi biasa Aneja memanggilku guru. Kau bisa memanggilku guru atau kakek."

"Guru? Aneja? Siapa itu Aneja?"

"Aku! Namaku Aneja. Aku ingin memperkenalkan namaku tadi, tapi dengan tidak sopannya kau berteriak padaku dan pingsan di hadapanku. Kau tau, ternyata kau sangat berat, ya!", jawab ular itu.

"Aneja berarti bebas dari nafsu. Ia sudah berhasil mengendalikan nafsu akan makhluk hidup. Ini adalah hutan kebijaksanaan, semua makhluk sama derajatnya dengan manusia. Maka, jangan heran bila ia bisa berbicara layaknya manusia.", jelas kakek itu.

"Kenapa bisa seperti itu, Guru?", tanya Sunu.

"Kau tau, tidak semua pertanyaan di dunia ini bisa terjawabkan. Bila semua bisa terjawab, tidak ada lagi namanya misteri, kan? Hahaha."

"Lantas, mengapa hutan ini disebut hutan kebijaksanaan?"

"Kau akan tahu sebentar lagi. Mari kita berkeliling ke luar. Aneja, persiapkan dirimu."

"Siap Guru!"

Mereka bertiga pun keluar dari rumah itu dan berkeliling hutan. Sampailah mereka di sebuah air mancur yang sangat indah. Airnya sangat jernih dan dilengkapi pemandangan yang indah.

"Coba kau basuh matamu itu dengan air segar dari air mancur ini.", kata kakek itu.

"Wah, airnya sangat sejuk. Betapa indahnya hutan ini. Tapi, aku masih penasaran dengan jawaban dari pertanyaanku tadi."

"Wahai anak muda, akan kujelaskan pertanyaanmu tadi. Setiap hidup yang kau jalani, setiap masalah yang kau temui, semua pasti ada makna indah dibaliknya, pasti dapat membangun dirimu menjadi lebih bijaksana. Kau tau, bagimu Aneja adalah masalah. Pikiranmu telah memfitnahnya secara tidak langsung. Kau pasti langsung berpikir bahwa ia akan menyakitimu. Sama halnya saat kau baru saja dihadapkan dengan masalah. Kau langsung menganggap semua itu sulit, pikiranmu pun menjadi buruk, dan akhirnya kau terlalu panik dan tidak bisa berpikir dengan jernih. Tapi, bila saja kau pahami dan jalani masalah itu semua dengan pikiran yang positif dan tenang, maka semua akan mudah untuk dijalani. Seperti kau bertemu Aneja, masalahmu tadi. Siapa sangka bahwa semua pikiranmu salah. Ia tidak akan menggigitmu, tapi malah ia menolongmu saat kau pingsan."

"Terima kasih, Guru! Sekarang aku sudah mengetahuinya. Aku sudah menyadarinya. Aku.. aku merasa malu dengan semua itu. Aneja, aku minta maaf.. aku hanya..."

"Ah, sudahlah. Lupakan saja. Kau tau, selain lucu, kelebihanku yaitu mudah memaafkan hehehe... Jangan kau ulangi lagi. Dan yang paling penting, jangan berteriak di depanku! Kau membuat kadar menggemaskanku berkurang!"

"Iya-iya! Maaf, ya."

"Sekarang saatnya kau minum air dari air mancur ini.", ujar kakek itu sambil memberikannya mangkok dari batok kelapa.

"Ya, daritadi aku ingin sekali meminumnya."

"Air ini akan membuatmu kembali ke dunia nyatamu. Kau akan seperti bermimpi tentang hutan ini."

"Apa? Hutan ini akan dijadikan mimpi saja? Tetapi.. aku tidak mengerti. Kenapa hutan yang indah dan ajaib ini hanya akan kujadikan mimpi saja?"

"Sifat dasar manusia adalah serakah. Tergantung dari manusianya, apakah ia bisa mengendalikan keserakahannya atau tidak. Apakah manusia bisa mengendalikan keserakahannya akan hutan ini? Bila bisa, kami selamat. Tapi bila tidak, bisa saja karena keserakahannya hutan ini akan terancam. Kau bisa membayangkan makhluk seperti Aneja akan berakhir di tempat sirkus. Maka dari itu, kau harus meminum air ini dan menganggap semua yang terjadi disini adalah mimpi. Percaya atau tidak, karma telah mempertemukan kita, dan kita akan kembali dipertemukan kembali bila karma kita tepat. Memang berpisah itu sulit, ya.", jelas kakek itu.

"Baiklah, kalau memang itu peraturannya. Terima kasih Guru, dan kau juga Aneja.", jawab Sunu.

Sunu pun akhirnya meminum air itu dan seketika ia membuka matanya seperti orang yang baru saja bangun dari tidur lelapnya.

'Aku baru bermimpi apa tadi? Mimpinya cukup aneh..'

Dan akhirnya, semua kembali menjadi biasanya. Hutan Thiratatta yang masih menjadi misteri, masih menyimpan sejuta kebijaksanaan didalamnya. Dan bagaimana dengan Sunu? Ia kembali menjadi pemuda seperti biasanya. Hanya saja, ia menjadi pribadi yang lebih bijak lagi.

- - -

"Hai para pembaca, aku Aneja! Terima kasih sudah membaca cerita ini. Bila anda suka dengan cerita ini, silahkan vote, beri komentar mengenai cerita ini, dan follow ya. Terima kasih!"

Keajaiban SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang