Ranger Merah

616 84 2
                                    

Ranger Merah Blog Update

10 Agustus 2014

Kalian mungkin berpikir, hidup di kota besar pastilah sudah terbiasa dengan segala hiruk pikuk dan kepadatan lalu lintasnya. Kekacauan jalanan dan penduduknya menjadikanku hidup terbiasa dengan kondisi seperti ini. Pada kenyataannya, aku tidak menikmati apapun dari setiap detik kehidupan yang berlalu. Padatnya lalu lintas membuatku merasa jengah, sungguh tidak bohong.

Oke, kembali pada topik utama.

Kalian sudah pernah mendengar cerita sahabatku? Aku sempat membaca komentar dari beberapa postinganku sebelumnya, kalian bertanya-tanya dan ingin tahu sebuah cerita dari salah satu penduduk Seoul yang berstatus 'sahabat' sang ranger merah, benar? Aku ingin bertanya sekali lagi, untuk apa kalian peduli pada kisah-kisah membosankan orang Seoul? Kehidupan elitnya tidak segemerlap di sinetron yang kalian tonton, tapi jika kalian penasaran baiklah aku akan menceritakannya.

"Siapa dia?"

Dia hanya seorang anak laki-laki bernama yah sebut saja Peter.

Selalu bersembunyi dibalik pakaian yang tertutup, bersembunyi di balik tembok melihat teman-teman sekelas bermain, berdiam diri di pojok ruangan.

• • • • •

Saat itu musim gugur, tepatnya bulan November awal. Angin bertiup lebih kencang dari biasanya. Usianya masih 12 tahun saat itu, tangisan dirinya terdengar hingga ke ujung perumahan. Ayahnya dan beberapa tetangga panik, ketika melihat darah mengalir dari lutut dan pelipisnya.

Terlalu banyak, hingga bibir anak itu membiru.

Singkat cerita.

Gorden berwarna kelabu itu ditarik ke samping, membiarkan sang bias mentari menyelinap masuk. Menit bergulir sia-sia, anak itu masih belum mau membuka mata.

"Penyakit keturunan, seperti mendiang ibunya"

Hanya itu yang jelas terdengar saat aku menjenguknya. Teringat kata 'Ibu' sosok yang telah meninggal saat melahirkan Peter, kehabisan darah, darahnya sukar membeku.

Penyakit kelainan pada proses pembekuan darah.Karena itu aku tidak pernah bisa bertemu dengan ibunya.

Bagaimanapun sang ayah menyembunyikan semua itu darinya, Peter tetap dapat mengetahuinya. Ia terbiasa memiliki banyak memar di sekujur tubuhnya akibat penyakit itu, sehingga ia sering memakai pakaian yang tertutup.

Sebenarnya ia sudah di vonis hemofilia A sejak usia delapan tahun, sekarang yang terparah.

Masa kecilnya sulit, terkekang dengan keadaan. Teman pun hanya aku, ia tidak betah dengan kondisi dirinya. Sibuknya pekerjaan ayahnya di Busan membuat Peter dikirim ke tempat kakaknya, di Seoul. Dari sanalah ia bertemu denganku.

Tapi ia selalu bersyukur atas apa yang tuhan berikan padanya, kehidupan yang berharga ini tidak akan pernah Peter sia-siakan. Orang-orang yang mengetahui ceritanya pasti akan menganggap anak ini pasti menderita, hanya menunggu ajal. Tapi tidak, ia terbiasa menikmati bagaimana nikmatnya hidup. Ia tidak menjual nestapa seperti yang lain, cukup melihat teman-temannya tertawa itu saja sudah cukup membuatnya bahagia.

End.

Salah satunya aku, sahabat dari Peter yang duduk di depan layar laptop dan menceritakan kisahnya. Menurut kalian bagaimana kisahnya? Seharusnya Peter ada disini menemaniku menulis isi blog yang akan ku posting ini, tapi sayang ia lebih nyaman tinggal disamping tuhan daripada tinggal bersamaku sahabatnya. Aku sih hanya ingin memuaskan kalian para pembaca blog tak karuan ini, salahku juga selalu menceritakan salah satu sahabatku itu kemarin dan membuat kalian penasaran.

Sepertinya sudah waktunya aku makan siang, aku hanya bisa bercerita sampai sejauh ini. Maaf jika postingan ini terlalu pendek dan Jelek, tapi aku memiliki kegiatan lain yang perlu aku kerjakan. Aku akan kembali membuat postingan kala senggang.

Oleh : Ranger Merah

Cry And LieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang