Langit-langit kamar mereka berwarna putih, polos tanpa corak apapun, sama seperti keadaannya saat ini. Tertutup selimut tebal sebatas leher, tak ada keinginan sedikitpun untuk beranjak dari kenyamanan yang diberikan tempat tidurnya. Sekedar menggerakkan ujung jari pun Jeonghan enggan, tubuhnya terasa begitu remuk, seolah sebuah truk telah menabraknya dan Tuhan membangkitkannya kembali dari kematian. Untuk bernafas saja rasanya sulit, dadanya yang naik-turun memberi efek domino yang menyakitkan pada seluruh bagian tubuhnya.
Pandangannya tertambat pada langit-langit kamar sejak ia membuka mata berjam-jam yang lalu. Ia hanya terdiam di sana, berharap tak akan ada seorang pun yang mengganggunya hari ini. Jeonghan baru saja berencana untuk kembali tidur dan mengistirahatkan tubuhnya ketika ketukan di pintu kamar terdengar. Suara yang sangat familiar memanggilnya dengan pelan dari balik pintu, paham betul bahwa Jeonghan tak pernah suka jika waktu tidurnya terganggu.
Meski ketukan di pintu kamarnya telah terhenti, Jeonghan tahu bahwa sosok di balik pintu masih berdiri di sana dan menantinya dengan sabar. Mau tak mau, Jeonghan menyingkap selimutnya dan berdiri dengan susah payah. Ia meraih jubah tidur satin berwarna hitam yang tergantung di dinding kamar, bersisian dengan jubah tidur serupa yang bukan miliknya. Tali di pinggang diikatnya longgar, tak mempedulikan dadanya yang terbuka.
"Tunggu sebentar." Kata Jeonghan dengan pelan, namun dapat didengar jelas oleh sosok di balik pintu.
Jeonghan melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan termenung beberapa saat di depan cermin wastafel. Laki-laki di cermin menatap balik padanya. Jeonghan menggerakkan matanya untuk mengamati visual laki-laki dalam cermin itu. Memar keunguan tercetak jelas di lehernya, membentuk bekas jemari yang sempat melingkar di sana. Tangannya dengan perlahan membuka ikatan jubahnya, dan seketika senyuman getir timbul di wajahnya.
Seungcheol menandainya dengan sangat baik, rupanya. Jejak-jejak hisapan yang diberikan Seungcheol di sekitar klavikula dan dadanya mungkin tak akan hilang dalam beberapa hari. Jeonghan ingat bagaimana Seungcheol menggigit bahunya tanpa ampun semalam, dan kini meninggalkan tanda kemerahan yang terlihat begitu buruk. Bekas jemarinya juga tertinggal di tulang pinggul kanannya, ada empat buah luka berbentuk bulan sabit di mana Seungcheol menancapkan kukunya di sana.
Tentu tanda kepemilikan yang ditinggalkan Seungcheol tak hanya terbatas sampai di situ. Jeonghan tak perlu berbalik dan memeriksa tiap sudut tubuhnya untuk memastikan tanda cinta milik Seungcheol. Ya, tanda cinta, dan bukannya bekas-bekas kekerasan seperti yang selalu Jisoo katakan padanya. Seungcheol mencintainya dengan seluruh hatinya, Jeonghan tak pernah meragukannya sedikitpun.
Jeonghan kembali mengikat tali jubahnya setelah menyikat gigi dan membasuh wajah. Dua sikat gigi yang berdampingan beserta berbagai botol perawatan yang bercampur di counter wastafel selalu membuat hatinya membuncah dengan kebahagiaan. Seungcheol adalah segalanya bagi Jeonghan, dan kehidupannya berputar dengan laki-laki itu sebagai porosnya.
Membiarkan rambut panjangnya tergerai tak beraturan, Jeonghan melangkah keluar dari kamar mandi dan membuka pintu kamarnya. Masih berdiri di balik pintu adalah Lee Joongchan dengan sebuket bunga di tangan. Jeonghan memberikan senyuman ketika asistennya itu mengucapkan selamat pagi padanya, meski ia tahu bahwa matahari kini telah berada di puncak kepala.
"Seungcheol hyung bilang akan pulang sebentar lagi untuk makan siang." Kata Joongchan ketika Jeonghan mengambil alih buket bunga di tangannya. Jeonghan mengangguk mengerti dan memberikan kata terima kasih pada Joongchan. Ia baru saja akan menutup pintu kamarnya ketika Joongchan kembali memanggilnya.
"Jangan lupa berikan obat pada lehermu, hyung."
Jeonghan kembali mengangguk dengan senyuman di wajahnya sebelum benar-benar menutup pintu kali ini. Joongchan telah beberapa tahun ini melayani Jeonghan, dan kegiatannya bersama Seungcheol di atas tempat tidur bukanlah suatu hal yang aneh lagi bagi asistennya itu. Jeonghan tak lagi menutupi segala tanda yang ditinggalkan Seungcheol di tubuhnya pada Joongchan. Lagipula, asistennya itu telah cukup dewasa untuk memaklumi aktivitas seksual mereka yang tak biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Arti Kita
FanfictionJeongcheol Model AU Ketika posesif berbicara, kita tak lagi dapat bertahan, terhalang oleh aku dan kamu