ONESHOT #BLIND

9 1 0
                                    

Ketika semburat jingga mulai menabur langit sore. Hiruk pikuk kota metropolis semakin gencar menyongsong senja. Semilir angin menari tak menentu, menghantarkan rasa sejuk pada tengkuk bermandikan peluh milik sosok lelaki yang tengah mengumpat di sudut taman kota. Tampak teman-temannya berembuk sekitar lima belas meter darinya, sejenak memisahkan diri dari mereka guna mengangkat ponsel yang sedari tadi berdering mengganggu gendang telingannya. Dugaanya benar begitu melihat layar ponsel yang menampilkan nama ibunya, dengan setengah hati digesernya gambar icon telepon warna hijau pada layar touchscreen-nya

"Malam ini Arsen nggak pulang, Ma. Dan tidak perlu menyuruh orang untuk mencariku" hanya dua kalimat itu yang meluncur dari bibir tebalnya sebelum akhirnya ia memisahkan batrai dari I-Phone keluaran terbaru miliknya.

"Kak, tolong bantu Anna dong!" seorang gadis kecil tampak menarik-narik ujung jaket kulitnya dengan tatapan memelas bak anak kucing yang minta diberi makan. Pelipis mungilnya berhiaskan titik-titik peluh yang menganak sungai dan beberapa rambutnya pun telah basah oleh keringat "Balon Anna tersangkut di atas pohon, kak. Sedangkan Ayah belum pulang, nanti kalau balon Anna terbang bagaimana?" lanjutnya dengan tarikan pada jaket kulitnya yang semakin kencang.

Lelaki itu tampak melirik arlojinya. Lima belas menit lagi ia dan teman-temannya akan segera meluncur ke arena track malam ini, namun entah kenapa ia juga tak bisa menolak tatapan memelas gadis mungil di hadapannya. Sedikit berjongkok untuk menyeimbangkan tingginya dengan gadis mungil di depannya "Eumm.. baiklah. Di mana balonmu tersangkut?"

Gadis bernama Anna itu bersorak sorai ketika ia mengutarakan kesediaannya untuk menolong gadis mungil itu. "Di sana. Di atas pohon mangga itu, kak. Ayo!" dan lelaki itu hanya menurut ketika gadis mungil di hadapannya kini berlari sambil menarik pergelangan tangannya menuju sebuah bangunan yang cukup besar di sudut kota, tersenyum miring ketika membaca papan nama bertuliskan 'Panti Asuhan Wijaya' bertengger di gerbang gedung itu.

***

"Kak Arsen, hebat!"

Anna dan beberapa temanya tampak antusias bertepuk tangan ketika lelaki yang mengaku bernama Arsen itu baru saja mendaratkan kakinya di tanah setelah mengambilkan balonnya yang tersangkut di pohon. Bersorak sorai mengelilingi dirinya yang bak pahlawan kesiangan.

"Lain kali jangan lupa ujung balonnya ditali pakai batu ya, biar balonnya enggak terbang jauh-jauh!" ujar Arsen sambil sesekali menepuki jaket kulitnya karena beberapa semut yang mulai merambat ke bahunya.

"Oke, lain kali Anna akan ikat balonnya pakai batu. Makasih banget ya, kak. Ini buat kak Arsen" Anna menyodorkan sekotak tupperware berisikan donat dengan berbagai varian rasa padanya. Arsen menggeleng, ia harus segera kembali menyusul teman-temannya. Lagi pula terlihat menggelikan jika ia kembali dengan sekotak donat, yang dipastikan akan membuat teman-temannya tak henti menertawainya.

"Donatnya buat kamu dan teman-temanmu saja ya. Kakak pergi dulu" diacaknya pelan rambut keriting Anna sebelum akhirnya bergegas pergi. Menyisahkan Anna dan teman-temannya yang hanya bisa melambai kecewa ketika sosok pahlawannya beranjak menjauh mendekati gerbang keluar.

Tidak sampai gerbang langkah Arsen terhenti. Sebuah kursi panjang di dekat pohon mahoni seolah meneriakinya dari kejauhan. Iris elangnya tertuju pada sosok gadis yang mengenakan dress santai merah muda dengan panjang semata kaki tengah duduk di kursi panjang di sana, jilbab sifon dengan warna senada terlihat menggantung di gadis itu. Nafasnya tercekat. Dunia seolah berhenti berputar hingga hembusan angin kembali datang menghantarkan kepingan lembaran memori masa lalu bersama pujaan hati yang telah kandas ditelan penghianatan senja. Hingga kicauan burung berbisik bahwa tangan Tuhan telah memisahkan mereka tanpa membiarkan sang senja hadir sebagai pengucap selamat tingal. Hatinya bergejolak bak ombak yang bergulir tak menentu, gadis di depannya bagaikan bayangan yang tidak mungkin ada. Sang mantan pujaan hati, Karinna Angelica, telah meninggal dua tahun silam. Entah sejak kapan kakinya melangkah sedekat ini, melihat gadis yang kini berjarak dua meter dengannya membuat dirinya harus menimbang ulang untuk mempercayai akan adanya sebuah reinkarnasi. Dari sini ia bisa melihat perbedaan Karinna dengan gadis di depannya, gadis di depannya ini terlalu sederhana,sedangkan Karinna justru selalu tampil dengan brand-brand terbaru. Tapi sungguh, mereka bagaikan pinang yang dibelah dua.

BLINDWhere stories live. Discover now