Part 1

87 3 0
                                    

Langit tampak sangat gelap.
Waktu semakin susut, detak jam dinding berputar seakan ikut menemani malam yang semakin larut.
Suasana semarak kelam sunyi dan surut, semilir angin malam sayup-sayup menerpa tirai jendela kamar gadis yang tengah menghabiskan malamnya dengan mengerjakan soal-soal persiapan ujian.
Hawa dingin seketika datang, bersama cobaan yang takkan usai bersua.

Ck. Aidah berdecak kesal saat bagian kepalanya terasa sakit, sangat menyakitkan bila kambuh. Rasanya seperti tertusuk ribuan jarum dan tertindih ratusan batu bata,
Bersamaan dengan nyeri didadanya yang membuatnya kesulitan bernafas.

Tubuhnya hampir kehilangan keseimbangan, ia mencoba beranjak dari meja belajarnya berjalan dengan pandangan yang buram.

Prankkkk

Aidah tanpa sengaja menyenggol lampu tidur hingga pecahannya berceceran dilantai.
Beberapa pecahan mengenai kakinya yang mungil, ia meringis merasakan darah yang mengalir. Namun tetap berusaha berjalan menuju tempat tidurnya dengan menahan sakit.

"Lahaula walakuwwata illabillah" Lirihnya berulang kali.

Ketika berhasil menggapai tempat tidurnya, Aidah duduk ditepi ranjang membuka lemari obat dan mengambil beberapa untuk mengobati lukanya.
Dengan mata tertutup ia mengoleskan betadine perlahan sambil meringis menahan sakit.

Setelah selesai membalut lukanya, Aidah membaringkan tubuh sejenak matanya mulai terpejam.

Disaat dirinya memejamkan mata untuk mulai tertidur, tiba-tiba saja ia membuka matanya kembali teringat pecahan lampu belum dibereskan.
Ia bangkit kembali memungut pecahan lampu dan membuangnya ke tempat sampah yang ada dikamarnya.

Aidah sendiri bingung sudah 2 bulan ini, ia sangat mudah merasa lelah bahkan untuk pekerjaan yang ringan.
Bahkan tak jarang ia juga merakan nyeri tajam di dada ketika bernafas, jari-jari tangan membengkak tiap kali.

Ia belum menceritakan itu kepada siapapun, ia tak ingin menyusahkan orang lain dengan menunjukkan sakit yang dirasakannya, karena ia juga enggan mengetahui apa yang dideritanya. Biarkan ia menjalani harinya dengan tenang.

Karena menjadi tahu itu menyiksa.

lantai telah bersih, Aidah menengok jam dinding yang menujukkan pukul 00.00 pm, Ia meneguk segelas air, berdoa dan menghempaskan tubuhnya yang sudah sangat lelah itu ke tempat tidur untuk mulai terlelap.

***


Huhh "Astagfirullah aku bisa telat," Aidah mengelap dahinya yang bercucuran keringat.

Ia terus berlari menuju gerbang sekolah dengan sekuat tenaga, melupakan kakinya yang masih terluka dan mulai mengeluarkan darah namun tak nampak karena ia memakai sepatu.

"Pak Bejo tunggu jangan ditutup dulu" ujar Aidah sedikit berteriak sambil melambaikan tangan pada satpam sekolahnya.

"Yah ampun Neng kok bisa telat sih, ini juga upacaranya sudah dimulai" ujar Pak Bejo.

"Maaf pak ijinkan saya masuk, yahhh saya mohon karena hari ini saya ujian intern Akutansi" ujarnya memohon.

"Baiklah Neng silahkan" ujar pak Bejo, yang dibalas Aidah dengan senyuman setelah mengucapkan terimakasih.

Aidah memasuki lapangan dengan senang, ia memasuki barisan kelas 12 Akutansi berdiri paling belakang sambil mengatur nafas dan mulai mendengarkan pidato dari kepala sekolah dengan khidmat.

Tiba-tiba disaat upacara hampir berakhir ia merasakan kepalanya mulai sakit pandangannya buram dan dadanya mulai nyeri, tak lama kemudian.

Bukkk

"Astagfirullah Aidah pinsan tolong pak bu" ujar wulan berteriak histeris saat berbalik melihat teman sebangkunya pinsan tepat dibelakangnya.

Guru-guru yang tadinya juga tengah berbaris merasa kaget, sebagian dari mereka bergegas mengambil tandu dan membawa Aidah menuju UKS.

Embun Dalam TahajjudkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang