Malam itu telah datang, malam dimana aku, kau, dia, ia harapkan dan tidak harapkan. Malam yang takkan pernah berakhir bagi mereka yang tersakiti, terluka akan sesuatu yang bernama ‘Cinta’ demi orang yang mereka cintai.
Sore itu dia tidak terlihat ceria seperti biasa, dan aku tahu apa alasannya, bahkan mungkin semua orang di tempat itu saat itu juga tahu alasannya. Karena malam itu adalah malam untuk pertama kalinya dia dan ia bertemu kembali setelah satu tahun lamanya. Pertemuan itu tidak akan berjalan manis, berlangsung romantis seperti layaknya pertemuan antara dua sepasang kekasih yang telah lama terpisah dan kini bertemu kembali. Karena mereka memang bukan sepasang kekasih dan kini mereka berada pada posisi yang saling berhadapan, saling bertentangan dan bukan saling berdampingan.
Bisa saja malam itu merupakan malam yang adil bagi aku, kau, dia, dan ia. Tapi takkan ada satupun makhluk di dunia ini bahkan monster sekalipun yang mampu menahan perasaan mereka sendiri. Perasaan yang telah lama terpendam, perasaan yang kian hari kian membesar. Tak hanya perasaan cinta, namun juga perasaan benci, tak suka, iri hati dan dengki.
Pertemuan itu berawal dengan baik, berjalan dengan baik pula, namun sebuah tragedi pada akhirnya. Aku tak tahu yang mana yang patut disalahkan, yang mana yang patut dihukum atas apa yang dilakukan. Namun, takdir tak bisa diubah, meski kita berusaha bagaimanapun dia memang harus pergi dengan ia. Karena tidak semua orang harus kembali pada apa yang mereka cintai pada awalnya, meski tetap meninggalkan cinta bagi pihak pertama.
Malam itu menjadi malam yang menyakitkan bagiku, kau, dia dan juga ia. Ia tersakiti meski ia mendapatkan apa yang ia cinta tapi ia harus rela dia tetap mencintaimu. Dia tersakiti karena harus rela meninggalkanmu meski dia sangat mencintaimu. Aku tersakiti karena melihat seluruh orang yang kucintai harus saling menyakiti diri mereka sendiri juga diri orang yang mereka cintai. Tetapi diantara kami semua, kaulah yang paling tersakiti. Kaulah yang paling terluka atas apa yang terjadi. Sebuah tragedi terbesar yang pernah terjadi yang paling menyakiti hatimu.
Ya, malam itu harus datang, dan benar-benar datang. Malam dimana kami semua sudah menduga akan kedatangannya. Malam dimana kami semua harus memutuskan suatu akhir. Malam dimana kami semua harus memutuskan awal atas akhir yang baru saja terjadi agar tidak menjadi akhir dari segala akhir.
Kini, kau hanya terduduk lesu di tepi ranjang dimana terkadang kau dan dia tertidur pulas di atasnya. Matamu tak memancarkan apapun. Matamu tak memandang apapun. Bahkan kemungkinan matamu untuk memandang dia pun sudah tak ada. Tak ada lagi kekuatan yang terpancar darimu. Tak ada lagi kekuasaan yang terpancar dari dalam dirimu. Kini kau redup, seperti cahaya lampu yang telah lama berjuang untuk merengangi malam dan harus padam pada akhirnya.
Batu karang sekuat apapun dia diterjang akan terkikis juga pada akhirnya. Rumput liar sekuat apapun diinjak tetap mati pada akhirnya. Kau pun begitu, sekuat apapun kau, air mata akan terjatuh juga. Air mata dari mata yang tidak memiliki cahaya.
Air mata dari mata yang dulu begitu bersinar karena rasa cintamu padanya.
Kau tahu, semua makhluk akan tersenyum setelah mereka menangis. Tak tahukah kau tentang itu?
Air mata tak bisa jatuh dari mataku. Karena aku tahu, jika aku menangis aku takkan bisa membuatmu tersenyum, mengembalikan senyummu.
Aku menyodorkan nampan dengan secangkir teh herbal hangat di atasnya. Kuletakkan nampan itu di atas meja di samping ranjang.
“Tuan, kau tahu? Bagi manusia secangkir teh herbal hangat mampu meringankan sedikit penat di hati.” Aku menumpukan badanku pada kedua lututku di hadapanmu. Dengan berani kuraih kedua tanganmu yang menutupi wajahmu. Aku tersenyum memandangmu seraya menyerahkan sebutir permen di tanganmu. Permen yang sama dengan rasa yang sama yang kau berikan padaku saat itu.
“Aku akan setia melayanimu disampingmu. Tuan...” Ya memang, tak ada satu pun makhluk yang mampu menahan perasaannya dihadapan orang yang begitu dicintainya. Begitu pula denganku. Air mata yang selama ini kutahan untukmu terjatuh begitu saja tanpa sempat kukendalikan.
“Maaf. Maaf. Maaf...” Satu kata itu terus terucap dari bibirku. Maaf karena aku tak bisa menjaganya untukmu, maaf karena aku tak bisa melakukan apa-apa untukmu, maaf karena aku membiarkannya lepas dari pelukanmu.
“Jika Tuan memperkenankan, Anda boleh meminjam pundak saya untuk menangis. Ah maaf mungkin saya lancang, tapi….”
Tanpa sempat aku mengatakan semuanya padamu, kau dengan cepat meraih tubuhku kedalam pelukanmu. Kau mendekap tubuhku erat. Akupun membalas dengan erat pelukanmu seakan takut kau takkan pernah mendekapku seperti ini lagi. Karena aku tahu alasanmu mendekapku dengan begini eratnya.
“Sudah kuduga. Aku tahu dari pertama kali bertemu denganmu.” Kau mempererat rengkuhanmu. “Wangi tubuhmu sama dengannya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
[Fanfic VK] Separated World of You (Reader x Kaname) [Indonesian ver.]
FanfictionCara membaca: ganti kata "aku" dengan nama pembaca atau anggap "aku" sebagai diri para pembaca sendiri. Cerita ditulis jauh sebelum serial aslinya tamat. So, sorry if it doesn't match with the real end of the story. Selamat membaca ^^ Hidupku beruba...