Manik amber itu sudah cukup lama terpaku pada satu objek. Tidak ada yang menarik sebenarnya, namun entah mengapa pandangan yang terasa hampa itu seolah betah untuk tetap terhanyut pada objek yang terletak di sampingnya tersebut. Rintik hujan gerimis yang mulai membasahi kaca penthouse miliknya adalah objek yang sedari tadi gadis itu perhatikan.
Hal yang biasa, bukan? Mengingat jika akhir-akhir ini awan pekat kaya air memang sering terlihat menghiasi langit Seoul.
Gadis bersurai panjang kecokelatan itu menghela napas panjang seraya memejamkan matanya untuk beberapa saat. Ia cukup terbuai, dengan khusyuk menghirup aroma aspal jalanan yang melebur bersama percikan air langit.
Salah satu aroma favoritnya.
Cukup aneh, namun gadis itu tetap menikmati dengan senyum segaris yang terkembang di sudut bibir tipisnya.
Jemari lentikya mulai bergerak untuk meraih cangkir di hadapan yang kini sudah tidak ada lagi asap yang terkepul di atasnya. Hot chocolate yang telah dibuatnya beberapa waktu lalu tersebut kini mulai terasa dingin karena terlalu lama dibiarkan.
Salah satu kebiasaan buruknya.
Belum sempat minuman kental itu mengaliri kerongkongannya, indera pendengaran sang gadis menangkap satu suara yang menginterupsi.
Sangat familiar.
Gadis itu segera beranjak dari duduknya, melihat ke bawah melalui jendela. Sebuah sedan hitam terparkir asal di bawah sana. Sudah dapat dipastikan bahwa suara yang baru saja didengarnya berasal dari klakson mobil tersebut. Mobil yang amat sangat familiar dengan pemilik yang sudah ia ketahui betul.
Lengkungan samar, dan tipis kembali menghiasi sudut bibirnya, kali ini bahkan tampak lebih cerah dari senyuman sebelumnya. Langkah ringan dari tungkai jenjangnya menuntun sang gadis untuk berbalik, mengambil mantel tebalnya yang tergeletak di punggung sofa, lalu bersiap untuk keluar dari penthouse-nya.
Menemui orang itu.
*****