Part 2

75.8K 5K 127
                                    

Ana menatap ponsel tebal ditangannya dengan tatapan menerawang. Ibu jarinya menekan tombol menu, kemudian kembali, lalu ke menu lagi dan begitu seterusnya. Sudah seminggu berlalu setelah peristiwa di tempat parkir dan sudah seminggu pula Ana harus bertahan dengan ponsel tua milik Ally, ponsel keluaran lama yang hanya bisa digunakan untuk telepon dan mengirim pesan.

Ana tidak memberitahu orang tuanya tentang kejadian seminggu yang lalu. Lagi pula dia tidak apa-apa, tidak ada luka di tubuhnya. Hanya rasa terkejut, itu saja. Sebenarnya ada alasan yang lebih penting dari itu. Ana takut akan omelan ibunya. Jika hanya ucapan panjang lebar, Ana tidak masalah. Namun bagaimana jika dia harus diminta pulang detik itu juga? Bagaimana nasib sekolahnya?

Ana meletakkan ponselnya dan mengeluarkan kartu nama milik Davin dari tasnya. Dia masih bingung, apa dia harus menghubungi pria itu terlebih dahulu?

Ana merebahkan tubuhnya di atas kasur saat tidak menemukan jawaban yang tepat. Ditatapnya lagi kartu nama yang bertuliskan nama lengkap dengan tinta emas itu. Entah kenapa Ana bergerak mencium kartu nama itu dan benar saja, harum.

Ana meringis dan membolak-balikan kartu nama itu dengan dahi yang berkerut. Kartu nama saja bisa elegan seperti ini. Ana tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan pria itu setiap harinya.

***

Ana keluar dari perpustakaan setelah selesai meminjam buku untuk menyelesaikan tugasnya. Seharusnya dia sudah pergi ke kantor Davin sejak 1 jam yang lalu, tapi tugas yang ada di tangannya ini benar-benar tidak bisa ditunda. Jika tidak meminjam buku sekarang maka Ana tidak akan mendapatkannya lagi nanti mengingat pasti semua mahasiswa akan mendapatkan tugas yang sama.

"Na, ke kantin nggak? Aku laper nih."

Ana menggeleng menjawab pertanyaan Ally, "Nggak bisa, aku mau ketemu sama orang."

"Siapa? Kamu udah punya pacar?" Ally mendadak heboh dan menatap sahabatnya terkejut.

Ana memutar bola matanya jengah, "Kebiasaan deh nggak didengerin dulu."

"Terus ketemu siapa?" tanya Ally penasaran, karena dia sangat tahu betul jika Ana tidak mempunyai teman dekat selain dirinya.

"Nih, mau minta ganti rugi." Ana mengeluarkan kartu nama milik Davin dari tasnya dan memberikannya pada Ally.

"Ini kan cowok yang dibicarain di fakultas sebelah, Na."

Ana mengangguk membenarkan. Davin memang menjadi pembicaraan hangat di Fakultas Bisnis, bahkan sampai saat ini. Sungguh pesona yang tak bisa luntur meskipun sudah seminggu berlalu.

"Emang beneran ganteng ya?"

"Ganteng kok, tapi dikit," jawab Ana mulai memasan helmnya.

"Ikut ya, Na. Kali aja aku pulang udah bawa gandengan."

"Jangan halu, udah pulang sana!" Ana memberikan ciuman jauh untuk Ally dan mulai menyalakan motornya.

***

Gedung tinggi di hadapan Ana saat ini membuatnya gugup. Dia tidak tahu kenapa tiba-tiba bisa seperti ini, padahal tujuannya hanya akan meminta ponsel baru dan selesai. Ana tidak akan berhubungan lagi dengan pria bernama Davin itu.

Setelah berdiri cukup lama, akhirnya Ana memutuskan untuk masuk. Ketika sudah masuk ke dalam gedung, banyak orang yang menatapnya aneh.

Kenapa?

Ana terlihat bingung dengan situasi ini. Dilihatnya penampilan para karyawan yang berlalu lalang dengan teliti. Mereka semua tampak elegan dan mewah. Seolah berseragam, mereka kompak menggunakan pakaian berwarna hitam, abu-abu, dan putih. Sedikit kaku memang, tapi setelah mengingat jika peminpinnya sendiri bersifat kaku maka Ana tidak akan heran. Mungkin itu sudah peraturan yang telah ditetapkan.

MINE (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang