"Gibran!"
"Lo mau kemana?" ucap Gibran yang kini mensejajarkan motornya dengan langkah kaki ku.
"Pulang lah," aku mencoba untuk tidak menanggapi nya. Karna jujur, melihat kedekatannya dengan Destya aku merasa ingin mundur perlahan –menghilang dari kehidupannya.
Wait! Memang selama ini aku ada dalam kehidupannya? Akh! Bodoh sekali aku ini. Mana mungkin aku menaruh hati padanya.
"Gue anterin. Naik cepetan! Keburu malem nih," ucap nya mengajak.
Tak kuhiraukan. Aku mencoba menambah kecepatan langkah ku. "Tidak usah. Aku naik taksi saja"
"Udah cepetan," ucapnya kesal dan menarik tangan ku untuk naik di motor CBR milik nya.
Daripada harus ngeluarin uang banyak buat bayar taksi. Lumayan lah!
"Iya deh. Tapi sampe rumah ya," ucap ku bercanda.
"Iyaa ... Lo pikir gue cowok apaan? Nurunin cewek di gang depan," ucapnya disertai tawa kami yang pecah hampir bersamaan. Cowok ini punya selera humor juga. Padahal kan dia anak IPA. Lucu!
Secepat ini kami dekat. Bahkan dari tadi aku merasa dia sangat perhatian padaku. Dia tau semua tentang ku. Apa mungkin dia stalker? Banyak kabar kalo anak IPA itu stalker sejati.
"Ini kan gang rumah Lo?" tanya nya yang mengejutkan ku. Karena aku tertidur –dipunggung nya. "Lo tidur ya?"
"Ha? Gimana? Gue gak tidur ko" seketika aku melihat kaca spion dan benar dia juga sedang melihatku –tertawa.
"Nanti sampe rumah langsung tidur," ucap nya yang seolah mengerti penderitaan ku. Mengantuk di atas motor.
"Udah sini aja Bran"
"Iya. Masak iya gue nganterin sampe kamar Lo"
"Kali aja"
"Turun gih. Lo mau disitu terus? Lo mau gue bawa pulang ke rumah? Nanti Mama Lo nyariin lagi," ucap nya menggoda. "Ini baru benerin tas. Sabar nape"
Ketika aku turun dari motor dan ingin mengucapkan terimakasih. Seketika tangannya menjitak kecil kepala ku. Rasanya darah ku berdesir secepat aliran listrik. "Nanti sampe kamar langsung tidur, gak usah mblayang kemana-mana lagi"
"Ish dasar! Iyaa"
"Yaudah masuk gih. Salam buat mama, bilang dari calon menantu gitu yaa"
"What?"
"Udah cepetan masuk, malah bengong aja disitu dari tadi"
"Iya gue masuk. Makasih ya udah nganterin gue sampe rumah dengan selamat. Besok-besok lagi ya," candaku.
"Sama-sama. Oke siap tuan putri"
Aku mengacungkan jempol tanda setuju dengan raut muka biasa saja –jual mahal, walaupun dalam hati senangnya luar biasa. Setengah berlari aku masuk kerumah. Gerbang dan pintu rumah jaraknya cukup jauh, sekitar 14 langkah. Ketika sudah ku tutup pintu, baru kudengar suara motor. Berarti dari tadi dia menungguku sampai benar-benar masuk rumah.
***"Tadi dianterin siapa?" tanya Mama ku yang sedari tadi melihatku dari lantai dua.
"Temen, katanya dari calon mantu gitu"
"Wahh! Siapa? Kayanya tadi bukan Farrel. Baru lagi?"
"Ahh Mama! Farrel itu sahabat bukan pacar Ma, toh Farrel juga udah punya pacar"
"Iya iya. Bercanda sayang, yang tadi siapa?"
"Namanya Gibran anak IPA"
"Anak IPA? Wow! Pencapaian yang bagus sayang. Hahaha ... Bisa ngeluluhin hati anak IPA. Yaudah, cuss langsung mandi trus istirahat. Udah makan kan?"
"Iyaa, yaudah ma aku masuk kamar dulu. Capek"
"Iya. Jangan lupa sholat ya nak"
"Iya"
Setelah mandi dan sholat aku merebahkan badan dikasur tercinta. Aku masih tidak habis pikir bagaimana hari ini aku bisa menghabiskan waktu dengan dua laki-laki yang berarti dalam hidupku. Eh wait! Farrel memang berarti dalam hidupku. Tapi Gibran ... tidak! Dia tidak berarti untukku. Maksudku belum berarti untukku. Semoga saja.
Tunggu! Aku tadi sempat tertidur diatas motor. Berarti aku tadi menyender dipunggungnya?
Dan dia membiarkan ku?—sudahlah. Aku lelah. Lelap.
***06 : 35 WIB
"Sayang, Mama berangkat dulu ya. Sarapan nya udah siap." ucap Mama dari lantai bawah. Sejak kepergian Papa menghadap Sang Ilahi. Mama menjadi wonder woman bagiku. Mama selalu berangkat lebih pagi untuk bekerja. Saat ini mama memegang jabatan tinggi di perusahaan milik papa. Apa yang kurasakan kini, berbeda dengan apa yang kurasa 2 tahun lalu. Walau begitu kini aku tak pernah kekurangan kasih sayang dari wanita terhebat ku ini. Aku selalu membolehkan Mama untuk menikah lagi. Namun Mama selalu menjawab Di usia Mama sekarang ini, Mama hanya ingin melihat satu-satu nya anak Mama sukses."Iya Ma. Tunggu bentar." Aku segera menyabet tas punggung ku dan berlari menuruni anak tangga tanpa melihat nya karena pandangan ku masih terfokus pada jam merk Puma putih yang menggantung dipergelangan tangan kiri ku dan masih ku coba untuk membenarkan.
"Mama berangkat dulu ya sayang" segera ku raih tangan kanan wanita yang kini makin tua dimakan waktu. Ku cium punggung tangan kanan Mama ku dan tak lupa ritual sebelum kami saling berpisah untuk kesibukan masing-masing –cium pipi kanan kiri dan meminta doa restu. "Hati-hati ya Ma. Semangat"
Walau aku terkenal sebagai Badgirl di sekolah yang suka keluar masuk BK dan memacari cowok-cowok famous. Tapi tidak ada yang tau kalau sebenar nya bisa dibilang aku adalah anak Mama. Sebenarnya semasa kecil aku tidak begitu dekat dengan Mama karna Mama bekerja di luar negeri. Dan setiap pulang hanya 2 hari, itupun masih sibuk dengan pekerjaan nya yang belum selesai. Dan waktu itu aku sangat membenci Mama.