"Mereka ada, bahkan sangat banyak. Dan mereka...
Benar- benar ada...."
***********
"Kriing!!!"
Bel pulang pun memanggil-manggil para siswa untuk meninggalkan kelas nya masing - masing. Meninggalkan keheningan di sekolah maupun sudut kelas. Ya, yang tersisa sekarang hanyalah aku dan 5 temanku yang sedang piket, dan setumpukkan sampah di atas lantai maupun di kolong bangku dan meja.
"Nida, kamu bagian sapu - sapu aja bareng Vanisa, biar ngepel bagian aku sama Harin." Titah ku pada rekanku yang sedang kebelakang untuk mengambil alat-alat piket.
"Aku sama Bagas kebagian apa rin?" Tanya Lufi pada ku.
"Kamu sama Bagas bagian angkat bangku sama buang sampah ya."
"Oke!" Jawab Lufi dan Bagas serempak.
Sepulang piket, aku menunggu jemputan ayah dan ibuku di depan gerbang sekolah. Kulihat kebelakang, sepi. Hanya semilir angin yang kurasa dan runtuhan daun yang berguguran terlihat di halaman sekolah. Entah mengapa, melihat keadaan sekolahku yang sudah sepi ini membuat bulu pundukku merinding.
Ku lihat kebelakang lagi, terlihat seorang lelaki yang sudah tua sedang memegangi sapu. Siapa lagi jika bukan Pak Amin penjaga sekolah. Saat pandangan kami saling bertemu, dia menatap ku dengan dingin, membuat ku takut karena tatapannya yang dingin itu.
"Ting!!!"
Suara notifikasi dari handphone ku pun berbunyi, membuat ku langsung membuka pesan dari isi notifikasi tersebut. Ya, itu pesan dari ibu.
"Rina, maaf hari ini ibu dan ayahmu gak bisa jemput kamu. Ayah dan ibu sedang ada meeting dadakan. Mungkin jam 9 atau jam 10 malam nanti ibu baru pulang."
Kira-kira begitu isi pesan dari ibuku.
"Ck!" Aku hanya berdecak pelan, mau tidak mau aku harus pulang dengan angkutan umum. Aku pun berjalan sendirian ke arah jalanan untuk menunggu angkutan umum.
Teman-teman ku sudah pulang terlebih dahulu. Awalnya aku pun akan langsung ikut pulang, tapi karena ibu dan ayah akan menjemputku, maka akupun harus menunggu dan membiarkan mereka pulang terlebih dahulu.
Saat sudah sampai rumah, ku buka gerbang rumahku.
"Pak Jamin mana ya? Biasanya dia suka stay di deket gerbang," gumamku. Lalu aku pun baru ingat, bahwa Pak Jamin sama Bi Ijah sedang pulang kampung untuk menengok anaknya yang sedang sakit.
Aku pun berjalan ke arah pintu, dan membuka kunci pintu. Segera kurebahkan tubuhku diatas sofa ruang keluarga ku yang berada di tengah rumah tanpa melepaskan sepatu. Ku lihat pada jam dinding, sudah menunjukan jam 5 sore.
"Lebih baik aku mandi dulu, baru aku makan." Ucapku pada diri sendiri.
Sehabis mandi akupun pergi ke dapur, aku sudah terbiasa ditinggal sendiri oleh ayah dan ibu, tapi biasanya masih ada Pak Jamin sama Bi Ijah yang selalu menemani.
Rumah ku yang dulu itu hangat walaupun aku berada sendiri di rumah, karena banyak tetangga yang main di halaman rumah ku yang luas sambil mengasuh anak- anaknya hingga terkesan ramai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home Alone (Short Story)
HorrorNyata, yang belum bisa ku artikan makna semua ini. Rasa sendiri yang mencekam, membuat ku tak bisa mencerna setiap kejadian...