Part 1

23 10 1
                                    

     Harusya malam tadi, Aya tidur lebih cepat, harusnya juga tadi malam ia tak asyik menonton film hingga angka menunjukkan angka 3 pagi. Harusnya ia sudah menyiapkan buki-bukunya kemarin malam. Harusnya ia sudah menyetrika baju kemarin malam. Harusnya, harusnya dan banyak harusnya.

     Ia terlambat 30 menit, ia menepuk wajahnya sendiri ketika melihat gerbang sudah ditutup dan sudah terdengar lantunan lagu wajib berdendang dibalik pagar. Ia mengetuk kaca pos satpam.

     Tapi tak ada balasan dari kaca dengan tirai tertutup itu.

     Bisa mati kalau Pak Ganjar tau.

    

     Setelah menunggu hampir setengah jam, upacara selesai. Tapi gerbang tak kunjung dibuka. Ia lagi-lagi mengetuk kaca di post satpam. Ia berteriak agak kencang, " Pak bukain pintunya!".

     Pintu gerbang tiba-tiba dibuka, tak seluruhnya hanya celah yang bisa membuat tubuhnya masuk, ia terkejut. Bukan Pak satpam, bukan Pak Ganjar tapi Dimas, ia jadi bengong. Yaiyalah, ini situasi paling dihindari Aya. Bertatap seperti ini dengan mantan.

     " Udah cepet masuk jangan bengong, nanti ketauan Pak Ganjar."

     Tanpa terima kasih, ia langsung lari ke-kelasnya. Sambil menengok jam tangan. Didalam hati ia berterima kasih sebanyak-banyaknya untuk seseorang yang telah menyelamatkannya itu. Sampai dikelas, kelas masih sepi karena mungkin kebanyak murid masih berkumpul di kantin. Ia langsung menaruh tas-nya. Keluar dari kelas dan menuju ke kantin.

    

     Pas sekali, baru mau turun tangga, Dila dan Dinda yang ia cari tiba-tiba muncul. " Loh, Ay gue kira gabakal turun." Kata Dila langsung sambil menunjuk kearahnya. " Tetep turun-lah, gue belum remidi pelajaran Bahasa Jerman." Jawabnya, Dinda menawarinya roti rasa pandan, " Mau?" Aya menggeleng, " Gue lagi haus, temenin beli minum yuk." Ajaknya, " Gue udah tadi, males tau rame." Respon Dinda, Aya mendengus, menatap kearah Dila, " Males juga." " Udah minum punya gue aja dulu." Lanjutnya.

     Aya menggeleng, " Gue pergi sendiri aja deh." Katanya ngambek lalu pergi meninggalkan keduanya.

     Betul apa kata sahabatnya, kantin benar-benar rame dan celah menuju kios-kiosnya benar-benar sempit. Ia terhimpit di tengah laki-laki bergerombol. Setelah selesai membelu minum, ia bergegas menuju kelas.

    

     Ditengah perjalanan, Ia bertemu dengan sang penolong. Berjalan berlawanan arah. Ia mau berterima kasih, ia menghentikan langkahnya, tangannya sudah siap menyentuh pundak laki-laki itu saat lewat nanti. Tapi, ia ragu. Saat laki-laki itu lewat, ia membiarkan. Ia langsung buru-buru melangkah pergi.

     Sedangkan Dimas, ikut-ikutan terhenti. Disahuti temannya-Rio, " Mantan terus diliatin." Celetuknya, Dimas langsung menengok kearah Rio, mengisyaratkan laki-laki itu untuk diam.

     " Dim, kalau masih sayang, kejar."

---

     Bel berbunyi, buru-buru Aya keluar dari kelas, tas langsung digendongnya cepat. Ia menelfon seseorang. Saking sibuknya, tubuhnya jadi bertabrakan dengan seseorang. Hampir saja, ponsel di tangannya terlepas. Untung ia cekatan.

     Baru saja mau mengumpat pada seseorang di depannya, ia jadi membisu. Lagi-lagi mereka berdua bertemu. Dimas di depannya dengan wajah yang sama-sama membisu. Sadar beberapa menit melakukan adegan drama, keduanya langsung putus kontak mata. Aya buru-guru keluar, diikuti Dimas yang langsung masuk.

     Tapi Aya berbalik, menahan tangan laki-laki itu.

     " Makasih yang tadi pagi."

     Kelas yang masih ramai langsung bersorak, tentunya dipimpin Rio yang duduk di bangku paling belakang.

     " Sama-sama." Balas Dimas. Aya tersenyum sebentar lalu langsung pergi.

     Sorak-sorak langsung bermunculan, dari kata-kata Dimas dag-dig-dug ser, Dimas baper, Kejar Aya-nya. Dimas menggeleng. Langsung menuju meja Rio dan mengambil buku miliknya yang dari dua bulan lalu dipinjam oleh laki-laki itu dan belum sempat-males-dikembalikan.

     " Untung aja gue pinjam buku lo."

     Dimas mengernyit bingung, " Maksud lo?", Rio tersenyum-senyum, " Apaan sih tambah bingung nih gue." Dimas penasaran, " Tapi, kalau gue bilang jangan ditabok ya?" Dimas menggangu cepat, " Udah bilang apa?"

     " Kalau gue gak pinjam buku-buku lo, atau udah gue kembaliin dari kemarin-kemarin. Sekarang pasti ga bakal ada adegan lo sama Aja terjadi."

     Dimas memukulnya spontan, " Bego lo."

     " Anjing, kata ga nabok!" Serunya keras, " Hush, kasar." Kata Dimas tertawa. " Lo gila ya, ketawa-ketawa?" Dimas menggeleng, lalu meninggalkan temannya itu. Rio ikutan menggeleng, " Yaallah, angkatlah penyakitnya Yaallah."

---

     Sejak kejadian tadi sore, Aya jadi kurang fokus. Demi apapun ia sampai salah ambil mentega dan saos yang letaknya bersebelahan. " Ya, kamu kenapa sih?" Tanya Mamanya ketika melihat Aya yang masih melamun dengan kedua siku tangan diatas meja. Aya menggeleng, " Gapapa kok Ma, tadi kepikiran soal pr aja." Bilangnya, Mamanya tersenyum, " Kalau kamu ada masalah, cerita ke Mama, oke?" Aya mengganguk. " Ma aku keatas dulu ya." Katanya memeluk Mamanya, lalu naik ke kamarnya.

     Sesampainya di kamar Aya langsung merebahkan badannya diatas tempat tidur, sambil menatap ponsel diatas wajahnya. Obrolan dia, Dinda dan Dila sudah berhenti sejak Dila memutuskan tidur cepat malam ini. Ia lalu berjalan ke pinggir kamar membuka tirai dan membuka jendela. Bertepatan tetangga sebelah, juga sama-sama membuka jendelanya.

     " Anjing, kaget gue astagfirullah."

     " Omongan."

     " Iya iya, maaf lo juga sih. Bisa-bisanya tiba-tiba muncul gue kan kagetan."

     Dimas terkekeh. " Lo juga bikin gue kaget." Balasnya, Aya memutar bola matanya, bersedekap " Ya tapi, lo itu gak kagetan kek gue. Untung ga ada Mama, kalau ada bisa mati gue." Jawabnya, Dimas lagi-lagi terkekeh sambil geleng-geleng kepala.

     " Ya." Panggil Dimas.

     " Kenapa?" Tanya perempuan itu sambil mengalihkan pandangan ke ponsel yang digenggamnya.

     " Lo kenapa-sih, kayak gak kenal gue disekolah. Kek gue ga ada."

     Aya tertohok, sampai-sampai terbatuk. Dimas malah tertawa, sumpah demi apapun ia bahkan sampai kecapean tertawa. Aya jadi kesal, ia melempar Dimas dengan bantal yang berada disampingnya.

     Ada untungnya jarak rumahnya dekatan, enak gue lempar.

     " Anjir lo." Umpat Dimas, " Heh omongan." Kata Aya sambil ketawa merasa balasannya lumayan.

     " Lo belum jawab pertanyaan gue."

     Aya terdiam. " Udah beda rasanya Dim kalau masih akrab sama lo didepan banyak orang."

[]

sorry for typo(s). vote?


  

fianco a fiancoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang