KISAH INI FIKSI SEMATA.
DIHARAPKAN KEBIJAKAN PEMBACA.NAMUN, TIDAK MENUTUP KEMUNGKINAN TERDAPAT BEBERAPA KESAMAAN DALAM KISAH NYATA KARENA MEMANG DISENGAJA.
***
Banyak celah tersembunyi di Istana Negara yang tentunya tidak diketahui banyak orang di luar sana. Terhitung sudah tiga kali Diana berhasil keluar dari pengawasan ketat rumahnya selama lebih dari empat tahun ke belakang, meskipun yang ia lakukan hanya pergi ke kebun dan melihat bintang tanpa niat keluar mencari pesona dunia malam seperti remaja lainnya.
Diana sudah kapok. Bakatnya masih ada, mencari jalan keluar di gedung besar. Tapi tidak dengan keluar diam-diam tanpa pengawasan. Kejadian di Moskow mengingatkannya, menyadarkannya.
Diana bukan tipe pemberontak. Bukan lagi. Semua anak muda punya jiwa pemberontak tetapi ia mampu mengendalikan jiwa itu cukup baik. Walaupun terkadang tak dapat dipungkiri, bila ia juga ingin sekali hidup normal seperti kebanyakan remaja.
Normal bagi Diana punya takaran tersendiri dan pastinya akan sangat berbeda dari takaran normal cewek berusia tujuh belas tahun. Kebanyakan gadis lain ingin membawa mobil ke sekolah, punya barang-barang keluaran terbaru, berlomba-lomba agar seluruh mata tertuju pada mereka dan mendapatkan pacar yang bisa dipamerkan.
Diana punya takaran normal semua cewek. Ia punya akses mobil kepresidenan yang mewah, bisa membeli barang yang ia inginkan, menjadi pusat perhatian seluruh Indonesia tanpa harus membuat sebuah sensasi, dan tentu tidak ada cowok yang sanggup menolaknya. Sayangnya, menurut Diana hidupnya jauh dari definisi normal.
Definisi normal menurut Diana adalah bebas mengenakan jaket bertuliskan Punk Doesn't Always Get Drunk kemana pun ia pergi tanpa memicu masyarakat mengatakan aneh terharap gayanya. Akibat kekesalannya yang memuncak, Diana sering merengek di depan ayahnya bahwa ia akan ikut tim sukses kader sebelah sewaktu ayahnya berkata akan mencalonkan diri lagi menjadi presiden.
"Dia, cepat siap-siap." Suara seorang wanita mengisi kamar Diana yang lenggang.
Pintunya sengaja tak ia kunci. Kata privasi tidak berlaku padanya. Teman-temannya menggunakan kamarnya sebagai tempat menyembunyikan barang-barang pribadi agar tidak ketahuan oleh anggota keluarga lain. Yang lebih membuatnya iri, teman-temannya juga bebas sesuka hati mendekorasi kamar mereka, sementara Diana harus berpuas diri dengan tema kamarnya yang tidak mencerminkan dirinya sama sekali. Temboknya putih bersih tanpa poster, hiasan yang paling mencolok hanya sebuah gitar listrik berwarna hitam dan seluruh perabotan di kamarnya terbuat dari kayu.
Bila pekerja Istana Negara tidak suka bergosip dan bermain media sosial, ia pasti telah memenuhi seluruh kamarnya dengan poster OASIS dan membuat mural logo Rolling Stone super besar. Dahulu ia pernah meninju David--atas permintaan David sendiri--sampai presiden itu tumbang. Para pekerja istana membicarakan itu selama sebulan penuh dan sangat segan kepadanya. Ia ingin memperbaiki kesan itu.
Diana pun segera bangkit duduk dari posisi tidurnya dan membalas, "Iya, aku ke kamar mandi dulu. Nanti kalau aku sudah beres, aku temuin Ayah. Biasa, benerin rambut."
Ibunya terkekeh pelan. Ia mengenal suaminya adalah orang yang tidak memperhatikan urusan fashion. Oleh karena itu, Tuhan mengirimkan Diana ke dalam hidup mereka sebagai penata fashion khusus Presiden yang tentunya tidak dibayar. Kerap kali Diana dan ayahnya berdebat tentang hal kecil seperti jam tangan mana yang cocok dipakai ketika bertemu Menteri Malaysia atau dasi mana yang tampak membuat ayahnya terlihat lebih santai ketika berkunjung ke panti jompo.
Begitu ibunya melangkah pergi dari kamar, Diana secepat kilat menyambar handuk mandi, menyalakan speaker, memaksimalkan volumenya, dan dirasa lagu yang ia putar bisa menembus dinding kamar mandi, ia pun mulai membasuh diri sembari bersenandung ria.
KAMU SEDANG MEMBACA
The President's Savior [DALAM PERBAIKAN]
Action[READING LIST WIA INDONESIA 3] Semua remaja berbahaya! Namun bahaya yang sering mereka hadapi berputar di masalah membuat onar di sekolah, masuk perkumpulan tidak jelas yang sok keren atau berkelahi dengan sesama remaja lainnya hanya karena masalah...