Spero Spera

227 9 0
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


-Spero Spera-

While I breathe I hope

Ini sudah 5 tahun lamanya. Kisah itu sudah kandas, tertinggal bersama lembaran kenangan di belakang. Namun di benakmu, semuanya masih teringat jelas. Saat tangan saling tergenggam dan jemari yang saling bertaut. Kau tidak bicara tentang perasaan. Ingat, kau tengah bicara soal kenangan.

Mungkin, kalian memulainya dengan ketidaksengajaan. Siapa yang menyangka? Kala itu, cinta terlalu cepat menyapa. Kau selalu merasa bodoh jika mengingatnya. Saat itu, kau terlalu dibutakan. Tak lagi bisa membedakan yang mana benar, dan yang mana salah. Karenanya, banyak pihak yang terluka.

Dia terlalu menyilaukan, namun terlalu berharga untuk dilepaskan. Sungguh, kau tak memilki penyesalan apapun karena pernah memberikan hatimu. Terdengar egois, tapi lebih baik dari pada menjadi munafik.

Sekalipun yang didapat adalah palsu, kau tetap berterima kasih. Karena dia, pernah menjadi titik bahagiamu. Memang, seharusnya begitu sejak awal. Sayangnya kau terlalu lama untuk sadar.

Saat itu emosi lebih mendominasi. Kalap, tenggelam dalam lautan kekecewaan. Kau terlalu bodoh untuk paham. Bahwa bukan dia yang menjadikanmu kecewa, melainkan harapan yang kau tanam sejak awal.

Ah, kau bahkan lupa mengingat fakta tentang kehidupan, tentang mereka yang datang dan pergi silih berganti. Kau bahkan melupakan kehendak Tuhan, yang maha membolak balikan perasaan. Terlalu sibuk dengan kesedihan, dan tersesat jauh lebih dalam.

Kau enggan pulang, enggan beranjak, enggan menjadi saksi waktu yang berputar. Membuatku bertanya-tanya, begitu pedihkah luka yang kan kudapat dari mencinta hal fana?

Kau mengutuk cinta, kala itu. Tanpa benar-benar paham arti di baliknya. Tapi memang begitulah hakikat manusia.

Hidup memang terlihat tak adil, tapi sesungguhnya, Tuhan telah merangkainya sedemikian rupa, agar kelak kau paham arti bahagia dan pentingnya peranan luka.

Sekarang, kau membuatku termangu. Ketika kau tertawa, mengingat fantasimu tentang masa depan atau ceritamu tentang suramnya masa lalu. Aku bertanya, bagaimana kau bisa tertawa dan bebas dari belenggu nestapa?

Alih menjawab cepat, kau malah tersenyum. Dengan binar matamu yang jernih, kau menengadah menatap birunya langit.

"Harapan adalah mimpi yang tak pernah tidur," bisikmu.

Tentu saja aku tak langsung paham maksud ucapanmu. Tapi dengan sabar, kau menjelaskan dengan tenang.

"Harapan adalah mimpi yang tak pernah tidur," ulangmu. "Terlalu bodoh, bagiku karena dulu menggantungkan harapan pada sesuatu yang membutuhkan tidur."

"Spero spera." Ah, aku tahu kata itu. Semboyan latin yang sudah tak lagi asing di telinga.

"While I breathe I hope." tukasku.

"Yups!" Kau mengangguk. "Selama kita bernapas, kita berharap. Jadi kuncinya sederhana, karena hidup dan harapan itu dua hal yang saling bergantung. Selama hidup, kau masih bisa berharap. Gantungkan harapanmu pada sesuatu yang tak pernah tidur, yang tak pernah melukai, tak pernah pamrih menyayangi, dan tentunya tak pernah mati."

"Tak sulit, ternyata. Aku bersyukur menemukan tempatku menggantungkan harap. Tak ada tempat yang lebih baik dari-Nya."

"Dia adalah mimpi terindahku, mimpi yang tak kan pernah dan tak butuh tidur."

Subhanallah. Aku merinding mendengar pemahamanmu tentang satu kata yang sangat sederhana; harapan.

Memang, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Aku iri, iri karena-Nya begitu menyayangimu, menamparmu dengan nestapa. Lalu merengkuhmu dengan segenap cinta.

Aku nyaris meneteskan air mata.

Kau bilang, ketika mata hatimu terbuka, maka terbukalah banyak jalan dan pintu rahmat-Nya. Keikhlasan yang kutafsirkan sebagai sebuah kesulitan, kau dapatkan dengan begitu mudahnya.

Membebaskan apa yang terpendam dalam diam. Tak ada secuil keinginan untuk kembali mengulang kenangan. Seperti yang dipahami bersama, terlalu sulit untuk bertahan dengan keegoisan. Hanya perlu menerima baik dan buruk suatu keadaan.

Kau bahkan dengan senang hati memanjatkan doa untuknya yang pernah menorehkan luka.

Lalu, kini kau bahagia. Sebuah kebahagiaan tak terbatas dengan harapan-harapanmu yang takkan pernah pupus dan menuai kecewa.

published  @ dibaliksampul (2016)

RenovasiWhere stories live. Discover now