"Ketika aku memilih untuk tetap tinggal, kamu memintaku untuk menjauh. Disaat aku mulai menyadari jika apa yang aku lakukan adalah sebuah kesalahan, kamu justru mulai menyadari ada sesuatu yang hilang." —Alea Livindar
***
Pagi ini Alea masih meringkuk di dalam selimutnya yang hangat. Gadis itu menutupi hampir seluruh tubuhnya dengan selimut tebal bergambar salah satu tokoh kartun, Doraemon—hanya sedikit dari wajahnya saja yang menyembul dari dalam selimut.
Seharusnya dirinya sudah berada di sekolah saat ini, tapi sayangnya, tubuhnya terlalu lemas untuk masuk sekolah dan akhirnya Alea memilih untuk izin tidak masuk untuk hari ini. Setelah melewati malam yang cukup berat bagi dirinya, Alea memilih untuk istirahat di dalam kamarnya hari ini.
Ketukan pada pintu kamarnya membuat Alea menurunkan sedikit selimutnya hingga seluruh wajahnya terlihat.
"Masuk," ucapnya dengan suara serak.
Pintu terbuka dan menampilkan wajah Sandy yang menyembul dari balik daun pintu. Pemuda itu memberikan cengiran lebar ketika mendapati Alea yang masih bergelung dengan selimutnya.
"Kamu bisa sakit juga, Dek?" tanya Sandy dengan nada mengejek.
Pemuda itu berjalan masuk ke kamar Alea setelah menutup pintu kamarnya pelan. Sandy masih tersenyum mengejek ketika mendapati wajah cemberut Alea.
"Abang kalau datang ke kamar cuman mau ngeledekin aku aja, mending keluar," ketus Alea sembari menutupi kembali sebagaian wajahnya.
Sandy terkekeh. "Nggak, nggak. Abang ke sini cuman mau ajak kamu makan. Mama udah masak sup ayam kesukaan kamu, tuh," jelasnya.
Sandy duduk di sebelah Alea, menaruh telapak tangannya pada kening gadis itu. Dan dengan wajah polos, Sandy menarik tangannya dan sedikit mengangkat tubuhnya untuk menaruh telapak tangannya tepat di bawah celana yang ia gunakan.
"Oh... sama, pantesan aja."
"Abang! Emang abang kira aku ini gila?" sungut Alea ketika mengetahui tingkah abangnya itu.
Sandy yang mendengar itu pun tertawa lepas, menarik tubuhnya ke belakang dengan tawa yang masih terdengar kencang. Alea yang mendapati ekspresi lucu Sandy mau tak mau ikut terkekeh, gadis itu menggelengkan kepalanya menyikapi tingkah aneh abangnya.
"Ayo, bangun dulu. Makan abis itu kalau kamu mau tidur lagi nggak papa deh," ucap Sandy sembari membantu Alea bangkit dari posisi tidurnya.
"Gendong, Bang," ucap Alea dengan nada manja.
Sandy yang melihat itu sempat mengernyit dan memberikan ekspresi jijik, membuat Alea yang melihat itu langsung memukul keras lengan Sandy hingga pemuda itu mengaduh.
"Sakit, Deekkk," rengek Sandy sembari mengelus lengannya pelan. "Lagi sakit bukannya lemas malah makin bertenaga tuh tangan buat mukul orang," gerutu Sandy meneruskan.
Alea yang mendengar itu langsung terkekeh. Gadis itu memberikan cengiran lebar yang membuat Sandy tersenyum lembut. Dalam hati dirinya bersyukur karena Alea masih bisa tertawa lepas seperti ini—mengingat adiknya itu sering kali menangis hanya karena seseorang yang tidak pernah bisa menghargai perjuangan adiknya.
Mengingat itu membuat Sandy mengatupkan rahangnya kuat. Dirinya memang tidak pernah tahu siapa pemuda yang bisa membuat adiknya menjadi perempuan yang bodoh, tapi Sandy sudah meyakinkan dirinya jika ia bertemu dengan pemuda itu, maka Sandy akan memberikan pemuda itu sedikit pelajaran.
"Abang ngelamunin apa?"
Pertanyaan itu membuat Sandy tersadar dari lamunannya. Dirinya mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya menggelengkan kepalanya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight for Love (Completed)
Teen FictionAlea Livindar. Dia gadis yang baik, penuh dengan keceriaan. Tak pernah gadis itu memberikan ekspresi yang menandakan jika dirinya sedang merasa sedih atau tersakiti. Bahkan, ketika dirinya jatuh dalam sebuah lubang tak berujung yang mengantarkan dir...