"Aku tak bisa memungkiri semua perasaan yang tertanam di dalam hatiku. Aku bahkan tidak pernah bisa mengelak ketika satu perasaan yang selama ini aku sangkal justru semakin terasa kuat dan nyata. Aku pun tak pernah bisa menolak ketika pikiranku berkata... aku ingin memilikimu juga hatimu." —Rayhan Abimanyu
***
Hari ini adalah hari terakhir ujian nasional bagi para murid kelas tiga. Berbagai macam ekspresi terlihat dari wajah mereka. Ada yang terlihat tidak puas, ada yang terlihat puas dan lega, pun ada yang terlihat frustasi karena beberapa pertanyaan tidak mampu mereka jawab dengan sempurna.
Berbeda dengan keempat muda-mudi yang kini sedang berkumpul dan duduk di salah satu kursi besi yang berada di koridor sekolah. Wajah keempatnya terlihat puas. Bukan, bukan karena mereka mampu menjawab semua soal dengan sempurna—tentu saja mereka pasti memiliki sedikit kesalahan pada jawaban mereka—tapi, ini semua karena ujian telah berakhir, keempatnya pun merasa puas karena menjalani ujian tanpa kendala apapun.
Alea yang duduk tepat di samping Rayhan, sedang Rani dan Dani berada di sebelahnya pun mendesah lega. Memperhatikan kartu tanda peserta ujian yang masih tergantung di saku bajunya dengan senyuman manis.
"Nggak terasa... kita sebentar lagi lulus. Aku jadi nggak sabar lihat hasil ujianku," ucap Alea sembari melirik ketiga orang yang kini sedang menatap ke arahnya.
"Mau nerusin kuliah di mana, Le?" tanya Rani sembari menatap sahabatnya itu dengan pandangan ingin tahu.
Alea menggedikan bahunya. "Belum tau, deh. Kayaknya masuk kampus yang sama kayak abang," jawab gadis itu.
Alea memang masih belum memutuskan untuk kuliah di mana. Gadis itu tidak terlalu menganggap jika mencari kampus adalah hal yang sulit. Bukan sombong, Alea memang tidak terlalu mengambil pusing soal keputusan itu, tidak seperti anak-anak yang lainnya.
"Kalau kalian bertiga... mau nerusin kuliah di mana?" kini gantian Alea yang bertanya, menatap pada Rayhan, Rani dan Dani secara bergantian.
Rayhan memberikan respon terlebih dahulu dengan cara menggedikan bahu. "Belum tau juga, nggak terlalu mikirin. Paling nanti papa yang nyariin kampus, udah gitu pasti jurusannya yang punya hubungan untuk jadi penerus perusahaannya," jawab pemuda itu.
Dani mengangguk setuju. "That's it. Sama kayak Rayhan, gue juga belum tau mau masuk kuliah di mana. Urusannya bunda itu mah, biar bunda yang nyari," cengiran pun mengiringi kata-kata Dani.
Rayhan mendengus mendengar ucapan sahabatnya itu. "Bunda terus yang dibawa-bawa, dasar manja," sindirnya.
"Ih, biarin aja, sih. Lagian gue juga males ngurus keperluan kuliah, ribet." Dani menjawab cuek, tidak peduli dengan tatapan mengejek dari Rayhan yang menghujam dirinya.
Alea terkekeh pelan mendengar perdebatan keduanya, sedang Rani kini menatap pada pemuda yang duduk di sampingnya itu dengan tatapan tajam.
"Jangan mengandalkan bunda terus, kasihan. Harusnya kamu itu usaha sendiri karena udah besar," kata Rani dengan nada tajam.
Dani yang mendengar itu pun meringis, menganggukan kepalanya pasrah karena kata-kata tajam dari Rani.
Oh... membicarakan soal Rani dan Dani, Alea sudah tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua orang itu. Ternyata keduanya pernah menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih saat mereka kelas sepuluh. Keduanya pun menjalin hubungan dengan cara backstreet, hingga tidak ada satupun orang yang tahu tentang hubungan yang keduanya miliki.
Rani yang masih labil, setelah putus pun memilih untuk bersikap tak acuh pada Dani. Gadis itu menjelaskan jika dirinya tidak bisa langsung kembali menjalin hubungan pertemanan saat hubungan mereka kandas. Sepertinya... Rani masih belum bisa move on dari Dani, makanya memberikan alasan tidak logis seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fight for Love (Completed)
Teen FictionAlea Livindar. Dia gadis yang baik, penuh dengan keceriaan. Tak pernah gadis itu memberikan ekspresi yang menandakan jika dirinya sedang merasa sedih atau tersakiti. Bahkan, ketika dirinya jatuh dalam sebuah lubang tak berujung yang mengantarkan dir...