Until You...

4 1 0
                                    

   Andai bulan dapat bebicara, kurasa telah sejak dulu ia menyampaikan keluh kesah ku tentangmu. Semua tentangmu. Pasti ia telah menyampaikan tentang aku yang menangis saat bercerita tentang kedekatanmu bersama orang lain. Sayang bulan tak dapat bersuara.

Kau tahu, andai kadar kepekaanmu bertambah sedikit saja. Kau akan tahu betapa besar cintaku padamu. Selama ini aku yang selalu ada untukmu, bukan para jalang di luar sana yang setiap harinya kau kencani. Bukan pula para makhluk bertopeng yang setiap saat menempelimu seperti lintah. Tak sadarkah engkau mereka bahkan tak peduli padamu. Tapi lihatlah aku !

#Flashback : On#

“Hei, Dion. Maaf menunggu lama.”
“No problem, what’s up?”
“Oh, aku mau mengenalkan kekasihku padamu.”, Vian tersenyum sambil menunjukkan gadis cantik berwajah angkuh di sampingnya.
“Hai. Aku Dion, salam kenal.”, ujar Dion. Ia menjulurkan tangannya. Uluran tangan itu bersambut, namun tak ada satu patah kata pun yang terucap dari bibir berpoles warna maroon itu. Hanya senyum angkuh singkat sebelum tangan yang berjabat itu terlepas. Dion hanya mampu tersenyum canggung melihat repon yang ia dapat.

*****

“Vian! Hai!”, seru Dion gembira kala melihat pria yang dicintainya berdiri di ambang pintu rumahnya.
“Um, hai.”, Vian berdiri cangung melihat senyum sumringah yang bertengger manis di bibir Dion.
“Ada apa?”
“Um, sepertinya hari ini aku tidak bisa menemanimu. Teman-temanku yang lain memaksaku ikut nonton pertandingan basket kampus kita.”, sambil menggaruk tengkuknya yang dijamin tak gatal.
“Oh, ya sudah kalau begitu. Selamat bersenang-senang.”, Dion tersenyum maklum walau terbersit rasa kecewa dimatanya. Vian jelas melihat rasa kecewa itu.
“Maaf ya, Dion.”, sekali lagi kata maaf meluncur mulus dari wajah yang tampak penuh penyesalan itu.

#Flashback : Off#

Bukan aku berniat pamrih padamu, aku hanya ingin menyadarinya. Mereka tak pernah tulus untuk bersamamu, menyayangimu. Bila kau bertanya buktinya, lihatlah kepada siapa kau mengadu, menangis. Apakah kepada salah satu dari mereka? Atau aku? Siapa yang selalu kau datangi saat butuh bantuan? Siapa yang selalu siap sedia mendengar segala curhatan-mu kala masalah yang menimpanya tak kalah banyak.apakah mereka? Atau aku?

Tak bisakah kau menyadari besarnya cintaku untukmu. Namun yang kurasa selalu terhalang batas ini, hubungan persahabatan. Terkadang aku benci mengakui bila kau sahabaku. Maksudku, bila kau bukanlah sahabatku, maka mungkin lebih mudah bagiku untuk mendekatimu. Kadang aku iri dengan para lintah yang selalu kau bicarakan saat kita menghabiskan waktu berdua. Kau bahkan tak menanyakan kabarku!

Lalu aku bisa apa? Tak ada! Aku hanya mampu tersenyum sambil sesekali mengangguk tanda aku mendengar semua celotehmu. Bahkan untuk berkomentar pun aku tak bisa. Lalu apa? Semua itu tak jadi masalah, selama aku masih menangkap binarmu saat berbicara. Tak akan jadi masalah, selama senyum mu tetap bertengger manis di bibirmu. Selama bukan butiran bening yang mengalir dari netramu. Tak masalah!

Lalu sekarang apa? Aku akan pergi. Jelas aku akan pergi. Dengan alasan yang tak akan pernah kau percaya. Tapi kuharap kau tak bersedih terlalu larut. Jangan menangis! Aku benci saat tahu kau menangis karenaku. Aku tersiksa melihat buliran air matamu itu. Maaf aku tak pernah bercerita padamu. Aku tak ingin kau ada untuk ku hanya karena rasa kasihan. Aku ingin kamu yang benar-benar peduli padaku.

Berbahagialah, tetap lanjutkan hidupmu. Aku memang mencintaimu, namun bahagiamu adalah bahagia ku. Jatuh cinta lah pada seseorang yang juga tulus mencintaimu. Bila kau tak sanggup melanjutkan hidup untuk dirimu, lakukan demi aku. Haha, apa yang sebenarnya aku bicarakan? Tentu saja kau akan bahagia bahkan tanpa kehadiran ku. Kau akan bahagia, kan? Berjanjilah, kau akan bahagia. Berjanjilah untuk melanjutkan hidupmu tanpa aku. Berjanjilah kau akan bahagia bersama orang yang kau cintai.

Terima kasih untuk segalanya. Maafkan aku tak bisa lagi melindungimu. Tapi aku tak benar-benar pergi. Bila bersedih, berceritalah pada bulan. Bila kau kesepian, tataplah langit malam. Aku ada diantara sibuan sinar bintang itu. Selamat tinggal, aku mencintaimu.

Vian menangis lagi entah yang ke berapa kalinya hari ini. Ia masih belum percaya Dion telah meninggalkan nya sendiri. Pria yang begitu ia cintai, pria yang juga mencintainya, namun rasanya telah percuma. Dion telah pergi.
“Dion, aku juga mencintaimu, hiks… sangat-sangat cinta padamu.”, Vian masih setia terisak dengan tangan yang terus menggenggam kertas berisi tulisan terakhir Dion untuknya. Tulisan yang menambah pedih pemuda manis itu. Kekasih hatinya telah pergi.
“Dion… Dion… hiks, Dion. I love you, Dion, hiks…”

Cinta mereka berbalas, namun percuma. Salah satu dari mereka telah pergi. Meninggalkan yang masih tersisa untuk tenggelam dalam keterpurukan. Sekarang tak ada yang bisa dilakukan. Semua sudah terlambat. Bagi Dion, maupun Vian sendiri. Takdir yang bermain diantara mereka pun ikut terpuruk dalam luka. Lalu apa? Vian hanya mampu tergugu sendiri.

Saya nggak nyangka kalau akhirnya saya kembali menulis cerpen setelah sekian lama tenggelam dalam kesibukan di dunia nyata. Selama ini saya hanya mampu menjelajah karya author-author lain karena kurang inspirasi dan waktu luang yang hampir tidak ada. Untungnya ujian akhir semester sudah selesai jadi saya bisa lanjut mengetik cerita ini. Padahal karya dalam bentuk tulis tangannya sudah lama jadi, huuhuu. Saya benar-benar minta maaf kepada readers yang menunggu update dari saya sang author abal-abal (kalau ada yang nunggu siih). Terima kasih telah membaca.
RealLee_Latte.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Collect Collections (Very Slow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang