Playboy - #12

26.2K 1.9K 328
                                    

Saat seorang dokter keluar dari ruang operasi, Orlando yang pertama kali menghampirinya. "Bagaimana kondisinya, Dok?" tanya Orlando dengan raut wajah kalut.

Dokter menggeleng lemah. "Kondisinya kritis. Peluru sudah berhasil dikeluarkan. Hanya saja ... kondisi ginjalnya yang tidak memungkinkan Nona Candy untuk bertahan. Saya tidak tahu berapa kali ia terkena pukulan pada pinggangnya itu. Satu ginjal miliknya sudah cukup hancur. Kalau dalam waktu dekat ini kita tidak dapat donor. Saya tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Maaf!"

Cleon yang baru tiba dan mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh sang Dokter, langsung terduduk lemas. Tidak jauh dengan kondisi Harris. Ia pun ikut mendudukan tubuh dan mulai menangis.

Tidak berapa lama setelah dokter kembali masuk ke dalam ruang operasi, Orlando berpamitan. Tubuhnya sempat dicegah oleh Tommy. "Anda ingin kemana? Situasi di luar sedang tidak kondusif, Tuan Orlando. Kepolisian sedang bertindak dan ... anak buah kami pun sedang menjalankan pekerjaannya." Tommy sempat melirik pada Peter. Berusaha untuk memberikan kode, agar membantu dirinya berbicara dengan bosnya itu.

"Aku harus ke suatu tempat yang bisa menyelamatkan nyawa Candy!"

"Maksud Anda?" Setengah berbisik, Tommy menarik Orlando agar semakin menjauh dari kedua orang tua Candy. "Anda tahu siapa ayahnya?"

Orlando mengangguk. "Aku akan ke sana sendiri. Pete, kau di sini saja--"

"Aku ikut! Dan jangan melarangku!"

Orlando mengangguk. "Tommy, apakah bisa beberapa anak buahmu ikut untuk melindungi kita berdua? Minimal, Peter bisa kembali dengan selamat, apabila aku tidak!"

"Pasti, Tuan!" ucap Tommy penuh keyakinan.

Orlando kembali berjalan menuju lift. Dan sesaat sebelum pintu lift tertutup, Tommy berkata, "Terimakasih, Tuan Orlando!" Playboy undercover itu pun mengangguk dengan mengetatkan rahang. Mencoba membuat dirinya tenang dengan segala ketegangan yang sedang terjadi.

Tidak ada yang bersuara baik Peter, maupun Orlando selama perjalanan. Bosnya itu justru sedang memikirkan apa yang baru saja ia baca. Berusaha mengembalikan kenangan yang sama sekali tidak tertinggal di dalam sana. Berusaha mencari jawaban, mengapa kini ia melakukan ini semua.

"Kita sampai!" Lontaran kalimat Peter membuyarkan lamunan Orlando. "Aku perhatikan, mini bus dan sedan hitam yang tidak jauh dari kita mungkin adalah anak buat Nona Candy."

Orlando tidak mempermasalahkan itu. Ia hanya mengumpulkan segenap keberanian untuk bertemu dengan ketua Kartel. Sang gembong narkoba tertua di Meksiko. Seorang mafia yang harus ia temui saat ini juga. "Pete, tunggulah di sini. Biar aku saja yang naik. Ini perintah!"

Peter tidak menjawab. Ia lekas menarik tubuh Orlando, bosnya itu. Memberikan pelukkan erat seakan ini adalah sebuah perpisahaan yang cukup berat baginya. Menepuk punggung pria yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri. "Kau harus turun dengan kondisi tidak kurang satupun. Aku akan setia menunggu di dalam mobil. Mengantarkan dirimu kembali untuk bertemu dengan Nona Candy. Kembali menjadi si cupu Fernando."

Orlando mendengus kesal sekaligus tertawa, sebelum beralih keluar dari dalam mobil. Ia memasuki lobby hotel dan menuju lift. Menuju sebuah klub malam yang pernah ia datangi bersama Candy.

Saat lift berhenti di lantai yang ia tuju. Ia melangkah keluar dan menuju ruang VVIP. Beberapa orang berpakaian layaknya seorang preman berdiri di depan pintu. menghampiri dirinya dengan wajah emosi. "Anda salah jalan, Tuan!"

"Aku ingin bertemu dengan Tuanmu. Aku perwakilan dari Nona Candy Moore!"

Pria bertato dengan sebuah senjata berlaras pendek di pinggangnya itu, lekas menarik dirinya. Membuka pintu dengan kasar. "Maaf Tuan Gonza, seseorang menyebutkan nama Moore!"

Pria berambut putih yang tengah terduduk itu pun mendongak. "Lepaskan! Semua keluar. Tutup kembali pintunya." Semua orang yang berada di dalam ruangan pun, menuruti perintahnya.

Suara pintu tertutup, membuat Orlando semakin menahan detak jantungnya agar menjadi sedikit melambat. Ia masih berdiri. Memandang pria yang terlihat masih segar, sekalipun beberapa kerutan di wajahnya tidak bisa disembunyikan.

"Ada perlu apa anda ke sini, hingga menyebutkan sebuah marga yang sangat terdengar familiar di telingaku, Tuan ....?"

"Orlando. Orlando ALexzander!"

"Ah ... Kau si nakal Alexzander." Pria itupun tertawa sekilas. "Jadi, kau sekarang mempermainkan anakku?"

Orlando sempat tersentak. "Anda tahu-"

"Tentu saja. Sekalipun Candy selalu berpura-pura mengajakku bekerjasama. Candy sudah tahu bukan kalau aku adalah ayah kandungnya?" Pria itu membuka sebuah botol. Menuang isinya ke dalam gelas kristal kecil. "Dasar anak nakal. Mungkin dia pikir aku bodoh ... hahahaha ...."

"Dia sedang kritis di rumah sakit, Tuan! Tadi siang seseorang menembaknya dan kini, dia tidak akan bisa bertahan hidup lebih lama lagi apabila tidak segera mendapatkan donor ginjal."

Gelas yang tengah digenggang oleh Gonza terjatuh. Hancur berkeping-keping setelah menghantam lantai. Raut wajahnya memancarkan rasa sakit dan kaget yang luar biasa. "Bangsat! Akan aku hancurkan Kartel itu."

"Moore sudah lebih dulu bergerak. Sekarang yang harus kita pikirkan adalah nyawa Candy." Orlando yang berdiri, memberanikan diri melangkah mendekat.

Gonza berpindah ke meja besar. Menarik satu laci. "Dimana Candy sekarang?"

"Memory Hospital."

"Berikan ini padanya. Dan aku akan datang secepatnya. Pergilah." Gonza memberikan dua buah amplop. Satu berwarna coklat yang berukuran cukup besar dan satunya lagi berwarna putih yang jauh lebih kecil.

Orlando mengambilnya. Dan saat ia akan kembali bersuara, tangan Gonza terangkat. "Aku tahu, anak muda! Sudah aku bilang, pergilah! Semua kan baik-baik saja. Dan satu pesan untukmu?"

"Ya?"

"Aku titipkan anakku padamu. Jangan permainkan dirinya. Cukup ia tersiksa selama ini. Ia anak yang baik. Ia anak yang manis dan ia adalah, cintaku yang tersisa di dunia ini." Gonza menepuk bahu Orlando dengan cukup kencang. "Bertindak baiklah apabila kau berurusan dengan cinta. Menyesal akan sangat menyakitkan nantinya."

Gonza melangkah ke arah pintu. Membukanya untuk Orlando. "Hati-hati dijalan dan terimakasih sudah bertemu denganku!"

Orlando yang tidak paham dengan segala yang terjadi, memilih untuk diam dan berjalan keluar. Lelah, serta terlalu banyak hal yang tidak ia pahami saat ini, membuat dirinya tidak dapat lagi berpikir. Memandang dua amplop di tangannya dengan kening berlipat.

Dengan setengah berlari, ia kembali ke dalam lift. Kembali ke dalam mobil dengan Peter yang sudah menunggunya. "Bagimana?" tanya Peter yang melihat Orlando tengah memegang amplop di tangannya.

"Dia bilang aku hanya harus kembali ke rumah sakit." Orlando memijat ujung kening. "Aku lelah. Aku benar-benar bingung. Apa ada kabar dari Tommy?"

Peter mengangguk sebelum kembali menjalankan mobilnya. "Dia sedang mencari seseorang yang akan di bayar dengan jutaan dollar apabila bersedia mendonorkan ginjalnya segera. Saat ini juga. Kalau perlu, Moore akan mengumumkan di media massa."

Orlando mendesah frustasi. Ia mengacaki-acaki rambut bahkan sempat memukul pintu mobil agar emosinya sedikit berkurang. "Pete, memangnya apa indikator sebuah ginjal itu cocok dengan pendonornya?"

"Golongan darah."

Orlando mencoba menghubungi Tommy melalui ponsel. Tidak berapa lama, tersambung. "Tommy, apa golongan darah Candy?"

"O plus. Kena-" Sambungan lebih dulu dimatikan oleh Orlando.

"Seberapa cepat dirimu bisa mengantarku ke Memory Hospital, Pete?"

"Will see !!!" Peter lalu menginjak gas seketika. Membawa bosnya itu menuju rumah sakit dengan kecepatan penuh.

Undercover Playboy [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang