07

5.1K 848 126
                                    

Tumpukan buku ini lumayan berat. Seharusnya ini menjadi tugas Iida selaku ketua kelas, tapi dia pergi begitu saja setelah mengoper tugasnya padaku. Belum sempat aku protes, dia sudah berlari dengan kencang—sangat bertanggung jawab sekali.

Tak banyak yang berada di kelas saat itu, semuanya sudah berhamburan keluar menuju kantin tepat saat bel berbunyi. Dengan berat hati, aku pun membawa buku itu ke ruang guru. Eraserhead memang guru yang malas, ia sering kali menyuruh muridnya melakukan hal seperti ini. Dan kali ini, aku yang menjadi korban. Seharusnya, si ketua kelas tak bertanggung jawab itu yang melaksanakannya.

Mengeluh tidak ada gunanya. Memakai quirk untuk memudahkan juga tidak ada gunanya. Yang ada, bukunya bisa hancur berantakan. Beku lalu rusak karena esku mencair atau hangus menjadi tumpukan abu.

Untuk apa pula Eraserhead membawa buku sebanyak ini ke kelas. Selama jam pelajaran tadi kami hanya dijelaskan teori singkat lalu ia pergi meninggalkan kelas entah ke mana. Ah, ia juga bilang jika pertemuan selanjutnya kami akan menunjukkan kebolehan kami. Ajang pamer bakat ceritanya, ditonton oleh seluruh murid. Seperti sparing bulanan, yang menjadi acara favorit.

Kepalaku mengintip-intip untuk melihat, pandanganku terganggu karena tumpukan buku yang menghalangi. Sedikit lagi sampai, setelah itu aku akan mencari Iida untuk memarahinya. Tapi, hal seperti itu sangat bukan aku. Jadi kulepaskan dia kali ini.

Irisku memicing tajam, indera pendengaranku juga kupertajam. Gadis itu tengah berlari tepat ke arahku. Buruknya, ia tidak melihat ke depan, melainkan sibuk menoleh ke belakang. Ke arah temannya sambil tertawa lepas. Terlambat untuk menghindar, gadis itu menabrakku. Seluruh buku yang kubawa terhempas jatuh ke marmer yang dingin.

Gadis itu jatuh menimpa tubuhku. Kurasakan benda lembut dan kenyal yang agak sedikit basah. Sedikit terasa seperti strawberry—bukan asam, tapi manis. Tanpa sengaja, kedua bibir kami saling menempel. Bukan hanya hati, bahkan ciuman pertamaku juga turut dicuri.

Parahnya, suasana koridor saat itu sedang ramai. Aku tidak peduli akan ramai seperti apa besok berita tentang kami. Fokusku hanya terpusat pada kedua bola mata yang tengah menatapku dalam, dan kedua pipi halus yang mengeluarkan semburat tipis menahan malu.

Ia segera menutupi kedua wajahnya, lalu beranjak pergi sambil berlari setelah menggumamkan kata "maafkan aku" berulang kali.

Aku segera bangkit lalu membereskan buku yang berceceran dan memasang wajah seolah tak terjadi apa-apa tanpa mempedulikan tatapan dan bisik-bisik yang terlalu besar suaranya untuk dikategorikan sebagai bisikan. Aku bisa mendengar dengan jelas apa yang mereka bicarakan.

Aku memegangi bibirku. Rasa manisnya masih terasa. Tanpa terasa, bibirku mengulas senyuman tipis.

Or was it a deep kiss
Those dimples are illegal
But I want it anyway anyway anyway

TBC
I know this scene is so cliche, but hope u like it :)

ILLEGALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang