Mika mengetukkan ujung sepatu botnya di atas trotoar. Botnya hanya setinggi pergelangan kaki dengan hak tujuh sentimeter jadi sepatunya masih sesuai dengan peraturan seragam sekolah. Lagipula TIS tidak mengadakan peraturan mengganti sepatu saat memasuki bangunan sekolah, tidak seperti sekolah-sekolah Jepang pada umumnya, membuat Mika bebas berjalan-jalan di lorong sekolah dengan bot hasil berburu sepatu bagus selama tiga jam di pasar loak dengan pamannya.
Hari ini juga, ia berangkat sekolah tanpa membawa salah satu dari tiga puluh dua payungnya. Peristiwa yang terlihat sangat aneh karena gadis itu pastinya akan membawa payung saat berjalan keluar rumah walaupun itu hanya ke rumah tetangga sebelah saja. Jadi, untuk beberapa, kejadian ini sangatlah menggemparkan.
Saat ia pertama kali melangkahkan kakinya ke dunia luar tadi pun, pamannya mengantarkan kepergiannya tidak dengan kalimat hati-hati di jalan, tapi dengan "Kenapa kau tidak membawa payung lagi hari ini? Apa jangan-jangan kau sedang ditindas?"
Saat berpapasan dengan nenek yang tinggal di rumah sebelah juga ia pun disambut dengan "Oh, astaga. Ada apa denganmu hari ini Mika-chan? Kemarin juga. Apa kau sakit? Jangan paksakan dirimu!"
Si Gadis Payung hanya bisa menghela napas di sela-sela tawanya yang dipaksakan. Sepertinya kalau ia tidak membawa payung lagi besok mungkin nanti akan muncul rumor kalau sebentar lagi kiamat akan datang. Ini seperti tahun 2012 terulang lagi, tapi kalau mengaitkan 2012 pada topik ini kelihatannya tidak tepat karena sampai sekarang kiamat pun belum terjadi, prediksi sesat. Meskipun begitu, jika membahas Mika, tidak akan ada yang percaya bahwa itu prediksi sesat.
Ia pun memutuskan untuk membawa payung besok meskipun hatinya berkata tidak.
Dari kejauhan ia melihat seorang lelaki berjalan malas-malasan dengan seragam serta rambut kepirangan yang berantakan. Otak Mika segera mengenali orang itu sebagai Heath... nama belakangnya tidak disebutkan karena bagi lelaki itu nama belakangnya sangat memalukan.
Mika mempercepat langkahnya agar bisa menyejajarkan dirinya dengan lelaki yang berpenampilan seperti berandalan itu.
"Halo dan selamat pagi. Bagaimana kabarmu hari ini?'
Walaupun ia dengan jelas mendengar ucapan gadis itu, Heath hanya diam. Matanya mengarah pada kedua tangan Mika yang kosong.
"Apa kiamat sebentar lagi akan datang?"
"Permisi, tapi ini belum besok."
Heath menguap lebar. "Ah, ternyata Kaede benar. Mungkin aku yang kurang memperhatikan."
"Apa? Benar tentang apa?"
Heath melirik ke arah Mika. "Katanya kau bersikap tidak seperti biasanya walaupun aku juga tidak tahu kau seperti apa biasanya. Ada apa denganmu?"
"Wah, wah. Apa kau khawatir denganku? Fufu, aku merasa terhormat. Ternyata lelaki pemarah sepertimu bisa peduli terhadap perempuan juga"
"Selamat! Anda mendapatkan kesempatan untuk merasakan sakitnya dipukul dengan tiang listrik! Untuk mengambil kesempatan ini, katakan satu hal lagi yang membuat Heath kesal!"
"Ayolah, Heath. Ini masih pagi. Aku hanya bergurau."
"Ya, kau benar-benar tidak seperti biasanya."
"Tunggu, aku hanya mengucapkan satu kalimat—tidak—tiga kalimat?"
"Seharusnya kau menjawab dengan 'Kalau begitu, aku akan menusuk matamu dengan beribu-ribu paku payung!' atau semacamnya."
"Bukankah itu terlalu brutal? Aku tidak akan mengucapkan sesuatu seperti itu."
"Apa kau tidak sadar dengan kata-katamu sendiri?"
Mereka berdua berjalan berdampingan menuju bangunan TIS dalam hening. Kalau begitu, mari kita gunakan kesempatan ini untuk berbicara sebentar tentang Heath-dengan-nama-belakang-yang-tidak-disebutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Imagines Certae
FantasyDimulai dari sebuah pembunuhan dari sudut pandang seorang gadis SMA. Sebuah pembunuhan yang membawanya lebih dekat ke Prototype-Dunia Nol dan segala masalahnya. --Everything has a prototype, including the seemingly infinite worlds in this universe--