Yang Menyisakan Pelangi

135 9 15
                                    

"Tinnnn Tinnnn..."

"Bruaaakk"

Suara klakson panjang terdengar lalu  telingaku mendenging.

Setelah kubuka mata, sekujur tubuhku terasa sakit semua. Perempuan berjubah putih menghampiriku seraya berkata

" Dokter pasien sudah siuman"

Lelaki paruh baya itu memeriksaku, membelalakkan mataku bergantian dengan senter yang menyerupai pensil itu. Lalu detak jantungku, dan aku tak ingat lagi.

Pikiranku kacau, badanku sakit. Tapi tak sesakit luka dihatiku.

Bagaimana bisa Rida setega itu. Apa tidak cukup dia berkata tidak bisa padaku saja tanpa kehadiran Leon? Apa yang ingin ditunjukkannya padaku? Leon lebih segalanya dariku? Argghh sakit sekali.

Mama, papa dan kakakku ada di ruangan yang sama denganku. Mereka tersenyum ketika papa selesai bercakap dengan dokter yang memeriksaku tadi.

Rida tak ada. Tak ada yang mengabarinya?

"Pagi tante, Om.. "

" Hai kak Lusi" panjang umur sekali gadis itu. Aku mencarinya dan dia langsung muncul. Karena pintu kamar terbuka jadi dia langsung masuk. Dan menghampiriku.

Kemudian mama dan papaku berpamitan pergi ke kantor, sedang kakakku keluar kamar yang katanya pengap.

Rida mendekat, meletakkan punggung tangannya ke dahiku. Kutampik tangan lembutnya yang hendak mendarat di pipi kiriku. Ku alihkan pandanganku keluar jendela. Langit terpaksa cerah, karena dia masih ingin bercumbu mesra dengan bumi yang jatuh pada tiap pelukan-pelukan tetes air hujan.

Gadis itu meletakkan barang bawaannya di atas meja. Kemudian duduk di bangku kecil sebelah tempat tidurku.

"Maaf.." katanya

Dia menunduk.

Dan aku masih terbungkam dengan cerita hujan semalam.

Gadis itu mengembalikan boneka yang aku berikan kala aku mengajaknya berpacaran. Saat itu, ada pertandingan futsal di dekat taman kota. Aku salah satu pemain gelandang yang ikut merayakan kemenangan tim di tribun penonton beberapa hari lalu. Aku ingat memberikan boneka itu, yang sudah kusiapkan sehari sebelum pertandingan di mulai. Aku memang berniat memberanikan diri mengutarakan isi hatiku ketika menang di babak final. Dan itu yang kulakukan pada Rida.

Rida menitikkan air mata. Dan entah berapa kata maaf telah terucap. Dia menceritakan sebenarnya dia dan Leon tidak putus kala itu. Memang saat itu sempat bertengkar hebat karena Rida mengetahui bahwa Leon menyukai senior paskibranya. Tapi itu salah paham, jelasnya. Lalu ketika aku menembaknya di tribun itu, Leon datang terlambat dan mendapati tingkah konyolku pada Rida seketika langsung pergi. Memang saat itu Rida tak sempat menjawabku, dan dia pergi keluar. Aku pikir dia malu karena menyita perhatian sekitar, tapi ternyata dia pergi mengejar Leon.

Ya Leon marah hebat. Jelasnya.

Karena dia mengira Rida menyukaiku lebih dari sekadar teman juga, sebab kita memang terpaut dekat. Leon yang keras kepala tak mau mendengar penjelasan Rida. Ridapun meminta memutuskan hubungan dengannya.

Kalimat dari bibirnya mulai tersendat-sendat karena tangis yang tak kuasa ia tahan sejak mama papa dan kakakku masih di ruangan ini.

Aku yang selalu memotong pembicaraan kala itu, tak sempat memberinya kesempatan untuk menjelaskan apa yang terjadi. Dan ketika Leon mengajaknya kembali berpacaran dia merasa sangat senang. Apalagi setelah sesampainya di rumah, Leon mengirimkan pesan WhatsApp mengajak makan malam di Mall. Dia kira, akan ada baiknya jika mengajakku untuk menjawab pertanyaanku juga. Tapi aku terlalu terbawa perasaan dan akhirnya pergi dengan emosi.

Tak tega aku melihat matanya sembab menangis dan menyalahkan dirinya sendiri karena dia berpikir kecelakaanku adalah salahnya.

Tersedu-sedu gadis itu di sampingku. Aku memberinya sapu tangan biru, dia beranjak dari tempat duduknya, lalu pergi.

Aku melihat ke arah jendela kamar rumah sakit itu. Masih cerah, tak berubah. Hanya saja setelah beberapa minggu di rawat disitu Rida sering menjengukku. Tapi tak sesering Firi.

Ya gadis seorganisasi denganku itu sekarang lebih akrab padaku. Setelah dia mengetahui bahwa aku di rawat di rumah sakit yang sama dengan papanya di rawat. dia lebih sering menjengukku meski hanya sekadar lewat saja, memberi sepotong kue, ataupun sekotak susu.

Akhir-akhir ini aku baru menyadari, sebenarnya perhatian yang dia berikan padaku sangat berlebih. Dengan rasa sedikit terhormat dan percaya diri yang kuat, aku tau dia menyukaiku.

Dua bulan terlewatkan, hari ini adalah hari terakhirku di rawat. Karena sore ini aku sudah diperbolehkan pulang.

"Papa urus administrasi dulu, kakak bantu mama ya." minta papa pada satu-satunya saudara perempuanku.

"Siap pa." jawab kak Lusi

Mama merapikan baju-baju dan beberapa barangku untuk di bawa pulang. Rida datang bersama Leon, selang beberapa waktu Firi juga ada bersama mereka.

Ku buka lebar-lebar tirai kamar itu. Sinar matahari yang akan tenggelam menyampaikan salam sebelum perpisahan pada hujan yang baru saja pergi bersama angin. Langit sangat cerah dan menyisakan pelangi disana bersama Firi.

Tamat

Yeyyyy segitu aja sih. Terima kasih ^^

Gajelas ya ceritanya hehehe..
Maafkan baru pemula nih.
Kritikan dan saran akan diterima dengan baik. Terimakasih ^^

Jangan lupa cek work terbaru aku yaaa.. Judulnya Our Beauty Prince
Buat kalian Exo-L. Ada cinta untuk kalian. Saranghae ♡

Gerimis cinta pertamaWhere stories live. Discover now