Segunung Kebimbangan

100 0 0
                                    

Gambar gunungan atau rumah minang!
Putus atau tidak!

Panji menghela napas panjang sambil menggenggam kuat uang logam seratus rupiah lama. Pinggiran uang logam terasa keras menekan telapak tangannya. Dengan bantuan uang logam itu, Panji harus segera memutuskan bagaimana kelanjutan ceritanya dengan Nuraini.

Panji berdiri tegak mematung. Wajahnya kusut seperti lapisan tanah didera kemarau panjang. Lusuh dan berdebu. Rambutnya acak-acakan, layaknya padang ilalang diporak-porandakan badai. Panji dilanda banjir kerisauan akibat cuaca ekstream sebagai dampak pemanasan cinta. 

Panji mencium uang logam itu. Aroma khas balsam cap kapak menyengat hidungnya. Permukaannya tampak menghitan sehingga gambar rumah minang dan gunungan mulai memudar.

Uang logam iji memang biasa dipakai Ibu untuk mengerok punggung Ayah jika masuk angin. Beberapa kali punggung Panji juga merasakan perihnya terkena kerokan uang logam itu. Kerokan merupakan cara tradisional paling populer dalam menghilangkan masuk angin. Sepertinya pemetintah harus segera mendaftarkan kerokan ke UNESCO, agar tercatat sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia.

Ya, sebelum kerokan diakui sebagai budaya asli negara tetangga. Kalau ada negara tetangga yang mengakui kerokan sebagai budaya asli mereka, persoalan bisa menjadi heboh dan ricuh. Demo besar-besaran digelar untuk menentang klaim dari negara. Masak hubungan untuk menentang klaim dari negara. Masak hubungan dua negara memanas hanya gara-gara kerokan? Kan nggak asik.

"Persetan!" teriak Panji sambil mengayunkan lengannya keras.

Wusss...! Uang logam itu terlunta-lunta mengikuti petualangan tak terduga. Gerakannya berputar-putar, deras menerobos ruang hampa. Kedua sisinya berkilatan diterpa sinar matahari. Terbang tinggi hingga menyentuh, menerobos, melintasi pucuk daun mangga, dan melesat menembus udara.

Entah kekuatan dahsyat apa yang telah mendorongnya. Kekuatan cinta ataukah keraguan. Pada puncak ketinggian, uang logam itu membuat lengkungan parabola. Kekuatan gravitasi bumi kuat menariknya, lebih deras dari pergerakan naik udara . Agar tidak krhilangan jejak, mata Panji tajam mengawasi gerakan uang logam itu.

Tring...! Tring...! Uang ligam seratusan rupiah lama itu menghantam bebatuan sebelum terjerembab mecium tanah. Pantulannya membentuk lengkungan-lengkungan kecil, menggelinding melintasi halaman rumah. Beberapa meter kemudian uang logam itu jatuh dalam segenap kepasrahan. Ia telah menjalankan tugasnya dngan baik.

Dengan hati berdebar Panji mendekatinya. Sebuah keputusan telah terhampar dipermukaan tanah.

Gunungan!

Berarti putus.

Panji mendesis.

Harus seperti itukah keputusannya? Panji menghela napas panjang. Ada sebentuk keraguan menggelayuti jalan pikirannya. Perasaan tidak puas tergambar jelas diraut wajah. Energi keraguan itu disalurkannya dengan berjalan mondar-mandir di halaman rumah. Dalam beberapa saat ia termangu. Tak lama kemudian, dia duduk kelelahan diteras.

Semilir angin menerpa wajah Panji. Hembusan kesejukan menghadirkan lamunan pada masa-masa kebersamaannya dengan Nuraini. Kepingan-kepingan ingatan yang mengantarkan lamunannya pada jalinan kisah cinta.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

koin cintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang