Chapter 11

3.3K 349 12
                                    

"Hai."

"Hai," balas Kinan, masih menilai penampilan perempuan itu.

Pulung mematikan keran, menyudahi mencuci sayuran. Tangannya mengibas-ngibas kecil di tempat pembasuhan. Ia ingin memperkenalkan Maudy pada Kinan, tapi Maudy terlebih dahulu maju memperkenalkan diri.

"Maudy." Sebelah tangan Maudy mengulur. "Kamu pasti Kinan, kan?"

Kinan menyambut jabatan tangan Maudy. "Kinan."

"Istrimu cantik juga." Maudy mengerling jail pada Pulung.

"Maudy," tegur Pulung masih dalam nada yang terbilang datar.

"Santai saja." Maudy mengekeh melihat semburat merah muncul di pipi Pulung.

Dan, Kinan melihat lesung pipi di pipi perempuan itu. Maudy berbeda dari bayangannya. Pikirnya berteman dengan Pulung, maka teman-temannya ya seperti Pulung juga. Aneh dan-misterius. Namun, yang dilihatnya dua sisi yang berbeda. Pulung ibaratkan monokrom yang sepi, sedangkan Maudy ibaratkan crayon yang penuh warna.

"Aku bikin nasi goreng sosis. Makan bareng-bareng, yuk?" ajak Maudy terlampau manis hingga sulit bagi Kinan menolaknya. "Semoga rasanya nggak mengecewakan."

"Masakanmu yang terbaik," puji Pulung.

"Thanks." Maudy tersenyum cerah. "Selama delapan kali pertemuan aku kursus pastry dari Chef Bian. Aku nggak sabar pengen cepat-cepat mempraktikkan. Dan, kamu harus jadi yang pertama mencicipinya."

" Cukup bolu terakhir yang kamu bikin."

"Oh, ayolah. Bolu pandanku yang ini nggak akan membuatmu sakit perut."

"Kamu cocoknya memasak daripada membuat kue."

"Bumbu cintaku memang selalu berhasil." Maudy mengelakar bangga.

Pulung mengangkat sekilas senyum. "Narsismu masih belum hilang."

Terdiam Kinan. Ia berusaha keras membuat lelucon hingga kata manis agar senyuman di wajah Pulung terbit. Hebatnya, Maudy berhasil menerbitkan senyuman Pulung melalui kata-kata narsisnya. Berada di sana, di antara mereka, membuatnya canggung. Dirinya seperti obat nyamuk.

"Aku cuci muka dulu," kata Kinan melipir masuk ke kamar mandi.

Di kamar mandi, di depan cermin wastafel, Kinan mematut dirinya. Tahu-tahu ia sudah menilai penampilan dirinya, tepatnya membandingkan dirinya dengan Maudy. Kulitnya tak secerah kulit Maudy. Bulu matanya tipis dan tak selentik Maudy. Maudy ibaratkan tuan putri, sementara ia hanyalah rakyat jelata.

Kinan menggosok gigi dengan kasar, membilas mulut, lalu mencuci muka. Sekali lagi mematut diri. Berharap setelah cuci muka akan ada perubahan, tapi nyatanya ia sama saja seperti itik buruk rupa.

Kinan keluar dan lagi-lagi ia mendapati pemandangan-sebenarnya bukanlah pemandangan buruk dibandingkan dengan keributan pagi yang dilihatnya selama ini-yaitu pemandangan Pulung dan Maudy bercengkerama di meja makan. Ujung-ujung bibir Pulung tampak lentur mengangkat senyum. Maudy menangkap dirinya yang masih terpaku di depan kamar mandi, lantas memanggilnya.

"Maudy bawa keripik talas," kata Pulung.

Kinan menarik kursi di sebelah Pulung, mendaratkan pantat dengan mata menoleh ke dua toples kaca besar di atas meja. "Sepagi ini? Memangnya sudah ada toko yang buka?" sendok di tangannya mulai menyendoki nasi goreng.

"Ibunya temanku-"

Enak. Kinan menyendok lagi. Rasanya setara dengan masakan koki restoran dan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan nasi goreng sosis buatannya. Seketika hatinya menciut.

It's Nothing ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang