PROVISION 15

25 4 0
                                    

"Ref, lo liat Mozzha gak?" Tanya Lalisa yang menghampiri geng Refian yang sedang makan di pojok kantin. Setidaknya hingga detik ini tak ada yang berani menganggu geng ini saat jam makan siang. Refian mendongak, "Gak gue gak liat, dia teman sebangku lo kan?"

Lalisa mengangguk. "Tapi dia gak masuk kelas dari pagi"
"Paling di bosan sekolah" celetuk Reyand yang asik memakan spagetinya.
"Gue setuju sama kutil kuda" tambah Anthony.
"Ih! Gue serius tau gak!" Lalisa bete.
"Kita juga serius" ucap Anthony dan Reyand kompak dengan nada yang di buat buat.

"Gausah dengerin mereka. Nanti kita tanya aja kakaknya langsung" saran Adriel.
Refian penasaran sekaligus aneh, "Kenapa lo repot - repot ke Kakaknya?" Adriel mengidikkan bahu,

"Yang ada juga lo lah, pacarnya tapi gak tau apa - apa. Yuk, Lis" Adriel mengelap mulutnya dengan tisu sehabis makan kemudian mengajak Lalisa pergi menuju gedung sebelah, gedungnya kelas duabelas.

Refian mengernyit, mengapa Adriel sepeduli itu pada Mozzha?

***

"Kenapa lo se care itu sama Mozzha?" Adriel tersenyum, "Karna menurut gue Mozzha bisa bawa kejutan buat Refian."

Keduanya mengobrol sambil menuju gedung sebelah, gedung dimana adanya kelas duabelas. Jaraknya tak terlalu jauh hanya beberapa meter yang dihubungkan oleh jembatan kaca untuk menuju kesana. Adriel dan Lalisa memang teman sekelas, mereka sesekali mengobrol tentang pelajaran atau yang lainnya namun baru kali ini keduanya berjalan bersama, itu faktanya.

Lalisa penasaran, "Kejutan apa?"
"Ya, mungkin aja dia bisa bawa dampak baik bagi Refian yang etah mengapa gue yakin"
Lalisa meneguk minumannya yang ia bawa dari kantin, "Kalo gitu kenapa Lo dan Refian ngebully dia waktu itu?"
Adriel menggeleng, "Entah, gue aja sempat gak setuju pas Refian bully Mozzha. Tapi, karena ke egoisan tuh anak dia jadi ngelukain orang yang gak bersalah"
Lalisa meringis, ketika mengingat Mozzha setelah di bully Refian and The Gank.

Sampailah mereka di kelas dua belas, Adriel mendekat masuk ke awang pintu bertanya pada kakak kelas yang Lalisa pikir itu mungkin kenalannya tak beberapa lama Adriel kembali ke Lalisa.

"Katanya Adam dan Gavriel juga gak masuk" Ucap Adriel kebingungan sendiri. Lalisa meminum kembali minumannya entah mengapa ia merasa haus saat melihat Adriel yang ada di depannya. Karya tuhan mana lagi yang kau dustakan? Batinnya.
"Haloo....,"
Adriel mendadah - dadah wajah Lalisa. Cewek itu kembali dari fantasi pikirannya yang sudah kemana - mana. "O–Oke kita liat aja besok dia masuk apa enggak" Adriel mengangguk setuju.

***
Keesokan harinya

Lalisa berjalan menusuri anak demi anak tangga menuju kelasnya, dengan peluh yang membuat wajahnya sedikit berkeringat Lalisa tiba dikelasnya. Ia langsung menuju bangku dan mengeluarkan kotak bekal yang tak sempat ia makan karena di buru - buru oleh Pak supir yang juga akan mengantar adiknya ke sekolah karena searah dengan sekolah Lalisa, biar tak kerja dua kali katanya.

Baru saja lalisa memegang roti isi yang di buatkan mamanya, Ia di kejutkan dengan Adriel yang merampas salah satu dari ke empat rotinya. "Gue minta satu ya.."
"Lapar." Katanya dengan wajah Polos.
Lalisa mengangguk dengan mulut yang masih terbuka. Mengapa Adriel tiba - tiba sedekat ini,

"Lo udah tau Mozzha dimana?" Lalisa menggeleng. "Gak tau, mungkin telat" dan kembali melanjutkan kegiatan sarapannya.

"Pagi!" Sapa seorang cewek dengan sweeter merah jambu kesukaanya. Mozzha langsung duduk di kursinya dan entah mengapa Adriel dan Lalisa seperti pertama kali melihat Mozzha se-ceria ini.
"Lo kenapa kayanya bahagia banget?" Celetuk Adriel. Mozzha menggeleng, "Emang gue gak boleh seneng apa?" Adriel mengidik bahu, "Cuman serem aja liat lo ketawa - tawa sendiri"
"Lo kenapa kemaren gak masuk? Gue cari kakak lo pun gaada"

Mozzha mengalihkan pandangannya dari Lalisa, seperti mencari alasan untuk ia jelaskan pada Lalisa dan Adriel. "Cuman mau bolos aja, kita bosen sekolah hehe..." Mozzha terkikik.
"Malah ketawa, kita khawatir keadaan lo gara - gara pingsan kemarin peak!" Ceplos Adriel. Entah sejak kapan Adriel, Lalisa dan Mozzha bisa berbicara layaknya teman sekelas. Mungkin karena tugas dari Bu Nina yang pernah menjadikan ketiganya sekelompok, kecuali Refian.

"Emang kenapa? Gue kan pingsan di UKS" Adriel mengernyit, "lo gak inget? Lo pingsan terus di bawa ke rumah Refian" Mozzha terdiam, jantungnya seakan berhenti sebentar kemudian berpacu lebih cepat detik berikutnya. Perasaannya tak enak saat Gavriel dan Adam bercerita tentang Minzzy.
Mozzha mengedarkan pandangannya mencari sosok orang yang ia cari.

Bel masuk berbunyi, dan bersamaan dengan masuknya cowok dengan seragam yang dibuka satu kancing atasnya kemudian di balut almamater sekolah yang tak dikancingkan, rambutnya di belah seperti biasa hingga orang bisa melihat jidatnya, serta mata yang tak terlalu sipit nan tajam membuat para kaum hawa pasti terhipnotis ketampanannya. Dan Mozzha tak menyangkal hal itu.
Refian meletakan tas yang ia gendong dengan satu bahunya lalu meletakannya di atas meja. Ia menatap ke langit - langit kelas kemudian mengedip sekali detik kemudian ia menguap lebar. Adriel yang melihat itu langsung menepuk bahu Refian dengan loncatan kecil,
"Woy kutu beras!" Refian kaget. "Apa sih lo pagi - pagi udah jayus"

Adriel memutar tubuhnya dan duduk di sebelah Refian, tepatnya di bangkunya sendiri. "Lo tau, Mozzha gak inget soal kejadian kemaren di rumah lo" bisik Adriel sambil memastikan orang yang di bicarakan tak mendengar karena bangku mereka yang terbilang lumayan dekat. Refian menegapkan posisi duduknya tanda tertarik dengan topik pembicaraan Adriel, "Maksud lo?"
"Iya dia ingatnya dia berakhir di UKS"
"Masa, orang kemarin dia marah - marah sama gue" fakta Refian
"Sebab itu kayaknya dia mau nanya sesuatu sama lo"
"Nanya apa?"

"Bisa bicara sebentar?" Ucap Mozzha yang menghapiri keduanya dengan suara yang redah namun dingin. Refian menatap Adriel sebentar dan Adriel memberi isyarat dengan mata yang mengarah Pada Mozzha. Segera cowok itu bangkit dari duduknya. "Udah masuk Za, nanti aja" Refian berucap dengan nada lembut.
"Gapapa, gurunya belum masuk lagian bentar aja."

Dengan malas Refian menuruti permintaan Mozzha, batinnya berpikir lebih baik ia tidur selagi ada waktu atau mempersiapkan strategi selanjutnya untuk menjaili para guru yang akan mengajar. Refian memang termasuk anak yang beruntung atau lebih tepatnya multitalent tanpa ia terlalu menekuni suatu hal dengan serius Refian pasti langsung bisa menguasainya, termasuk dalam Akademik maupun Non-akademik. Refian selalu menjadi juara kelas bahkan seangkatan dan sesekali dia akan ikut kompetisi olahraga maupun musik seperti piano dan biola adalah permainan adalannya. Tapi sayang keistimewaannya itu harus tertutupi sifat jahil dan egoisnya yang bukan main.

"Mau ngomong apa?" Tanya Refian dengan wajah malas dan mengantuk. "Kenapa kemarin gue bisa ada di rumah lo?"
"Ohhh.....,"
"Kemarin lo pingsan, terus gue bawa kerumah gue kebetulan gue punya dokter pribadi, secara gue orang kaya. Habis itu Adriel dan Kakak - kakak lo jemput lo deh. The End!" Jelas Refian seperti menceritakan alur cerita seenak jidat. "Maksud gue kenapa kakak gue bisa tau kepribadian gue Refian" Mozzha gemas dengan cowok yang ada di hadapnya karena bicara selalu seenak hati tanpa memikirkan orang yang ada didepannya.

Refian terdiam, detik kemudian ia menghembuskan napas kasar. Mengingat kejadian waktu itu ia enggan membahasnya, Refian masih kepikiran dengan ucapan dari Adam dan Gavriel tentang Mozzha, bukan mungkin lebih tepat adalah dia, Minzzy. Membuat sesuatu dalam diri Refian tergerak dan Dirinyapun tak tau itu adalah apa. Memikirkannya hanya membuat kepalanya sakit.

***
Cheers 🥂

STRAFETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang