Bagian Sepuluh : I Just Wanna Say!

585 73 10
                                    


 'BRAK'

"Ya Kim Mingyu! Darimana saja kau sema— Astaga ada apa dengan wajahmu?!" pekik Soonyoung saat melihat keadaan Mingyu yang jauh dari kata baik-baik saja.

Wajar jika Soonyoung panik, sudah semalaman Mingyu tak kembali ke kamar, dan esoknya ia mendapati Mingyu berkeliaran dalam balutan boxer hitam ketatnya, tak lupa memar di beberapa bagian tubuhnya.

Namun, tak Mingyu hiraukan segala rentetan pertanyaan yang membuat kepalanya kian pening.

"Bisakah kau diam?" pertanyaan atau lebih mirip perintah dari nada dingin Kim Mingyu sontak membuat Soonyoung menipiskan bibirnya. Sudah pasti suatu hal besar yang tidak beres terjadi semalam. Melihat aura gelap menguar di sekitar tubuh Mingyu yang sibuk memakai baju saat ini bukanlah pemandangan familiar untuknya.

'TOK, TOK, TOK'

Suara ketukan pintu kamar mereka terdengar sedikit brutal, dalam hati Soonyoung merutuki orang yang ­­berkunjung dalam waktu yang kurang tepat.

"Hoshi-sama, maaf mengganggu waktu anda. Ada sesuatu yang perlu anda ketahui, tadi pagi baru saja saya temukan Wonpil-sama dalam keadaan pingsan di lorong arah kolam di belakang penginapan. Eto.. tapi kondisinya penuh dengan lebam dan saat ini Wonpil-sama ada di kamarnya."

"Baik terimakasih Ayumi-san, nanti saya menengoknya."

Ketika pintu kamar tertutup, Mingyu bisa merasakan tatapan penuh tanya Soonyoung menembus punggungnya. Bisa ia tebak bahwa karyawan yang baru saja berbicara dalam bahasa asing yang tidak ia pahami telah melaporkan mengenai Wonpil. Persetan dengan itu, hal yang ingin Mingyu lakukan hanyalah lari sejauh mungkin dari hal pelik di luar sana.

"Kali ini aku membiarkanmu memiliki waktu untuk sendiri, setelah aku kembali aku akan menagih penjelasan padamu Kim Mingyu."

Mingyu menghembuskan karbondioksida di paru-parunya sekuat mungkin. Dalam hati ada sisipan harapan agar masalahnya ikut keluar begitu saja bersama deru nafasnya. Bukan hanya tubuhnya yang lelah, batin serta emosinya jauh lebih lelah dari yang ia bayangkan.

'Ku harap setelah ini kau menghilang dari hadapanku Kim Mingyu.'

"Sialan!" Remasan di bantal yang ia peluk tak lebih kuat dari remasan di hatinya.

Bagaimana ia dapat merubah begitu saja susunan orbital dunianya yang saat ini hanya terpusat pada Wonwoo seorang? Bahkan ketika ia kehilangan eksistensi Wonwoo dalam dua minggu seluruh pemikirannya tak akan selaras dengan harapannya. Lantas bagaimana mungkin Wonwoo menginginkan Mingyu menghapus dirinya dalam seluruh pusat lingkaran hidup seorang Kim Mingyu?!

Mengingat semua yang telah ia lakukan, segala yang ia perjuangkan, dan semua yang ia tahan membuat dirinya kian terpuruk. Seumur hidupnya tak pernah ia inginkan untuk jatuh dalam pesona sosok 'mengerikan' seperti Wonwoo. Lelaki yang tidak ia harapkan sebagai pemberhentian hatinya. Dari awal lubuk hatinya sudah berteriak untuk berhenti dan ia sudah dari jauh-jauh hari memprediksikan bahwa jalannya tak akan mudah.

"Bodoh! Kau memang keparat!" Rutukan demi rutukan untuk dirinya tidak mengubah situasi, dan ia sadari itu.

Ia tahu, dirinya dan Wonwoo benar-benar definisi kontradiksi tak terbatas. Mereka berbeda, tak akan menyatu. Layaknya teori kimia yang pernah Wonwoo ajarkan, like dissolve like, cinta akan menyatu ketika dua insan memiliki kesamaan dalam rasa. Jika tak ada kepaduan yang selaras, bagaimana kau bisa menyatukannya?

"Aku terlalu menganggap Wonwoo remeh sejak awal,"desisnya lirih pada udara.

Jika dari awal ia tidak bebal dengan pemikiran untuk meluluhkan hati Wonwoo, ia tak akan pernah mengalami kekecewaan ini. Dari awal rasa penasaran, berkembang nyaman, hingga akhirnya benar-benar terperosok jauh. Layaknya keledai bodoh, yang sudah tahu akan jatuh, namun tetap melalui jalur jalan yang sama. Lalu bagaimana kau menghadapi konsekuensi ke depannya Mingyu?

I Just Wanna Say (MEANIE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang