Jimin sedang mengerjakan tugas sekolahnya di ruang keluarga sore itu, mengabaikan seorang bocah laki-laki berumur 6 tahun yang berlarian kesana kemari menerbangkan robot ironmannya sembari bergumam bahkan terkadang berteriak tidak jelas di sekitarnya. Sesekali Jimin mendengus sebal dibuatnya, ia tidak bisa berkonsentrasi ataupun berpikir dengan tenang sementara tugas tugas itu harus selesai hari ini juga.
"jungkook-ah, berhentilah berlarian kesana kemari dan duduklah dengan tenang, kau menggangguku". Jimin berujar datar meski siapapun yang melihat wajahnya saat ini bisa menebak jika pemuda berambut hitam pekat itu sedang kesal.
Seakan tuli, bocah yang di panggilnya Jungkook itu terlihat tak peduli dan tetap melanjutkan aktivitasnya, ia bahkan tak menoleh saat Jimin menyebut namanya.
Jimin yang tahu bahwa dirinya telah melakukan kesalahan besar, memilih untuk menyelesaikan tugas tugasnya kembali dari pada harus bolak balik menyuruh adiknya itu berhenti. Ia sadar tak ada seorang pun yang bisa menghentikan Jungkook jika bocah itu sedang bersemangat terhadap sesuatu kecuali ibunya. Ya, ibunya Jungkook dan Taehyung, tidak dengan Jimin karena ia tidak lahir dari rahim wanita itu. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan itu karena ayah Jimin sudah menikahinya dan secara tidak langsung wanita itu adalah ibunya juga sekarang.
Hanya saja...Jimin dengan seluruh egonya enggan mengakui itu.
Jimin berusia 6 tahun saat ayahnya, Kim Namjoon membawa seorang wanita cantik kerumah mereka beserta seorang anak laki-laki seumuran dengannya untuk dikenalkan padanya. Lalu, sambil berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan Jimin, pria itu berkata.."Jimin-ah..kenalkan, ini adalah Seokjin-ssi dan putranya Taehyung. Sebentar lagi mereka akan menjadi bagian dari keluarga kita karena appa akan menikah dengan Seokjin-ssi minggu depan, mereka juga akan tinggal disini untuk menemanimu, jadi kau tidak akan kesepian lagi kalau appa pergi bekerja".
Namun, penjelasan Namjoon hanya dibalas oleh tatapan sendu bocah itu.
"annyeong Jiminie...namaku Kim Seokjin, kebetulan sekali kita memiliki marga yang sama, senang bertemu denganmu, sebentar lagi aku akan menjadi ibumu, kuharap kau bisa menerimaku". ucap wanita itu dengan senyum hangat yang selalu terukir di wajahnya.
"Taehyung, ayo beri salam pada Jimin".
"ne, eomma..".
Seketika ekspresi Jimin berubah kesal saat bocah di depannya memanggil wanita itu dengan sebutan 'eomma'. Jimin tidak suka mendengarnya, ia bahkan membenci bahkan pernah memukul temannya yang memanggil ibu mereka di depannya.
sejak lahir, eomma adalah kata paling sederhana yang tidak pernah di ucapkan Jimin karena yang dia miliki hanya ayahnya. Jimin tidak punya ibu, ibunya meninggal saat melahirkannya. mendengar seseorang memanggil ibu mereka membuat Jimin sedih dan kesal disaat yang bersamaan karena pikiran kanak-kanaknya membuat bocah itu berpikir bahwa ibunya pergi karena tidak menyayanginya dan membuat Jimin kesepian. Hal itu pula yang membuat Jimin bertekad bahwa ia tidak membutuhkan sosok ibu dalam hidupnya, ia sudah merasa cukup dengan seorang ayah di sampingnya.
"annyeonghaseo...Kim Taehyung imnida, senang berkenalan denganmu. aku berjanji akan menjadi saudara yang baik dan akan selalu melindungi Jiminie". ucap bocah itu riang dengan senyum kotaknya yang khas.
Semua orang diruangan itu tertawa mendengar celotehannya yang dianggap menggemaskan, kecuali satu orang. siapa lagi kalau bukan Jimin, bocah kecil dengan mata sipit dan tubuhnya yang sedikit lebih berisi dari bocah di depannya itu hanya bisa tertunduk sedih dan membuat kedua orang dewasa disana terdiam saat menyadari ekspresinya.
"jimin-ah, ada apa denganmu? apa kau sakit? hn?". Tanya Namjoon seraya menempelkan punggung tangannya di dahi Jimin.
"kau tidak demam...ada apa sayang? hn? katakan pada appa".
"appa...aku tidak butuh eomma, aku hanya ingin tinggal dengan appa". Jimin kecil menatap sang ayah dengan air mata yang membasahi pipi gembilnya. Sementara Namjoon menatap Jimin tak percaya, lalu ia beralih menatap Seokjin yang tampak kecewa dan kembali menatap putra kecilnya, menarik tubuh mungil bocah itu kepelukannya dan menepuk nepuk pelan punggung bocah itu. Namjoon tahu Jimin telah bersikap tidak sopan di depan calon istrinya, tapi ia juga menyadari kesalahannya yang tidak memberitahu Jimin sejak awal.
"Jimin, appa tahu ini sulit bagimu, tapi percayalah..appa hanya ingin yang terbaik untuk masa depanmu. Maaf karena appa tidak bisa membatalkan pernikahan appa dengan Seokjin-ssi".
"namjoon-ssi...". Seokjin bermaksud menginterupsi karena merasa tidak enak dengan Jimin, bocah itu kelihatan tak menerimanya tapi Namjoon bersikeras akan tetap menikahinya. sungguh..ada sedikit rasa bersalah dihati kecil Seokjin ketika melihat bocah di depannya.
"seokjin-ssi pasti akan menjadi ibu yang baik bagimu, benarkan? Seokjin-ssi?".
"ah, n-ne...".
seminggu setelah itu pernikahan mereka tetap terlaksana seperti yang sudah direncanakan, akhirnya Seokjin resmi menjadi ibu pengganti bagi Jimin sedangkan Taehyung menjadi saudaranya. Namun, Jimin masih tetap pada pendiriannya, ia masih tidak menyukai Seokjin ataupun Taehyung, Bahkan ia juga membenci Namjoon karena menolak keinginannya. Daftar orang yang dibenci Jimin pun bertambah saat Jungkook lahir.
Berbagai cara telah Namjoon lakukan untuk membuat Jimin mengerti dan menerima keluarga barunya, tapi semuanya sia-sia hingga akhirnya Namjoon menyerah dan membiarkan masalah itu berlarut-larut hingga 10 tahun lamanya.
Jimin melirik jam tangan hitam yang tersemat di tangan kirinya, sudah 20 menit sejak Seokjin berpamitan untuk belanja kebutuhan sehari hari di supermarket dan menitipkan Jungkook padanya dan wanita itu belum juga kembali hingga detik ini, membuatnya jengah karena ia sangat tidak suka di tinggal berdua dengan Jungkook yang rewel dan berisik. Baginya Jungkook itu sangat menyebalkan dan susah di atur.Jimin bisa saja meninggalkan Jungkook bermain disana sendirian lalu mengerjakan tugasnya di kamar. Tapi Jungkook ini adalah tipe anak yang harus selalu diawasi. Dia terlalu hyperaktif seakan energi dalam tubuhnya tidak pernah habis. Ia juga ceroboh karena suka menabrak dan menjatuhkan barang barang saat berlari, persis seperti ayahnya. Tak jarang bocah itu terluka akibat kecerobohannya sendiri.
Memikirkan hal itu membuat Jimin lebih memilih untuk tetap berada di tempat itu sampai Seokjin atau siapapun pulang ketimbang harus mendengar omelan ayahnya karena membiarkan Jungkook terluka. Perlu diingat bahwa Jungkook merupakan prioritas utama dirumah ini karena dia anak bungsu.
Jimin menolehkan kepalanya kesekitar ruangan, mencari-cari keberadaan Jungkook saat ia tak lagi mendengar ocehan bocah itu.
"Jungkook-ah...Jungkook-ah...".
"kookie disini hyung..". Jawabnya polos.
Jimin menoleh ke kanan dan mendapati Jungkook tengah menelungkup di bawah meja hias yang diatasnya telah tersusun rapi beberapa vas bunga yang terbuat dari kaca.
"astaga, apa yang kau lakukan disana?".
"bermain dengan ironman".
"jangan bermain disana, berbahaya...kepalamu bisa terbentur meja".
"huuh...kookie kan mau main disini".
"Jungkook, pergi dari sana atau aku akan membuang semua ironmanmu, tidak akan ada lagi ironman dirumah ini".
"jangan...jangan buang ironman kookie". Rengek bocah itu.
"makanya jangan main disana, main disini saja seperti tadi".
Ya, membiarkan Jungkook berlarian di sekitarnya sepertinya akan lebih baik karena Jimin masih bisa mengawasinya sambil mengerjakan tugas.
Kemudian setelah memastikan bocah itu keluar dari kolong meja, Jimin pun kembali melanjutkan pekerjaannya dengan membiarkan Jungkook berlarian sesuka hatinya. Toh di larang juga tidak ada gunanya.
BRAKKK!!!
"Aduh...".
"KYAA!! KIM JUNGKOOK!!".
sorry...typo bertebaran 😂😂 dan ceritanya garing.

KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T TRUST ME
FanfictionJimin tidak pernah menyukai satupun dari anggota keluarganya terutama Taehyung, saudara tirinya. Ia bahkan tak menyukai pemuda itu sejak mereka bertemu untuk pertama kalinya hingga sekarang. Tapi Taehyung justru bersikap sebaliknya, menyayangi Jimin...