Tiga

503 46 19
                                    

"Eomma...". Dengan nada suaranya yang manja, Jungkook memanggil ibunya sambil berjalan ke arah dapur. Ia baru saja selesai mandi dan memakai seragam sekolahnya, Jungkook benar-benar sudah mandiri di usianya yang baru genap 6 tahun, ia tak lagi bergantung pada Seokjin, Namjoon ataupun hyung-hyungnya untuk mengurus hal-hal kecil yang berkaitan dengan dirinya. Namun, terkadang ia masih suka manja dan tidak mau melakukan semuanya sendiri, maunya di bantu, jika tidak ia akan merengek dan tidak mau ke sekolah.

Tadi, selesai berpakaian dan memakai kaos kaki bermotif ironmannya, Jungkook ingin memakai sepatu merah yang di belikan ayahnya bulan lalu. Tapi sepatu tersebut tidak ada di lemarinya, padahal sang ibu biasanya akan menyimpan sepatu-sepatu miliknya disana.

Saat tak menemukan sepatu yang dicarinya, bocah itu lantas berlari dengan tergesa gesa menghampiri ibunya di dapur untuk menanyakan keberadaan sepatu kesayangannya itu.

Namun, saat mata rusanya tak sengaja bertemu dengan mata elang Jimin, bocah itu langsung mengatup rapat bibirnya dan menundukkan kepalanya, mengalihkan pandangannya dari Jimin.

Kejadian kemarin siang masih terekam jelas dalam ingatannya, Jungkook masih takut bertemu Jimin apalagi bertatap wajah dengannya. Di sisi lain ia juga menyesal namun tak berani meminta maaf pada hyungnya tersebut, takut hyung nya akan marah lagi.

"kookie, kenapa berdiri disini?". Jungkook mendongakkan kepalanya menatap lelaki jangkung yang tengah mengusap kepalanya. Itu Kim Namjoon, ayahnya.

Bocah itu langsung mengulurkan kedua tangannya minta di gendong yang langsung di penuhi oleh sang ayah, Jungkook sangat bersyukur karena ayahnya datang di waktu yang tepat, Jika tidak Jungkook mungkin sudah menangis ketakutan disana.

"kookie kenapa?". Seokjin yang baru saja akan meletakkan semangkuk sup d atas meja bertanya pada Namjoon saat melihat putra bungsunya berada di gendongan suaminya dengan wajah yang ia sembunyikan di ceruk leher lelaki itu.

Ngomong-ngomong saking sibuknya, Seokjin tidak mendengar saat Jungkook memanggilnya tadi, wanita itu tidak tahu kalau jungkook sudah berdiri disana sebelum Namjoon datang.

"aku juga tidak tahu...".

"Kookie sakit?". Seokjin berjalan ke belakang Namjoon yang kini sudah berdiri di samping meja dan meraba dahi Jungkook.

"tidak panas...".

"sepatu merah kookie dimana?".

Seokjin dan Namjoon sama-sama terkekeh mendengar pertanyaan Jungkook, mereka mengira jika bocah kecil itu sedang ngambek karena tak menemukan sepatunya, berbeda dengan Jimin yang memandang mereka dengan tatapan yang sulit di artikan.

Terkadang, ada rasa iri di hatinya ketika melihat Jungkook. Bocah itu tak pernah kekurangan apapun sejak ia lahir, orang tua yang lengkap, mainan yang banyak, bahkan Tuhan juga memberikannya dua orang kakak, pasti enak sekali jika terlahir sebagai Kim Jungkook. Tidak seperti Jimin yang sejak lahir sudah kehilangan ibunya, masa kecilnya pun hanya ditemani seorang baby sitter karena ayahnya sibuk bekerja. Jimin benar-benar kesepian saat seusia Jungkook, bahkan hingga kini...remaja berusia 16 tahun itu tetap merasa sepi padahal sudah ada Taehyung, Seokjin dan juga Jungkook yang tinggal dengannya.

Mungkin ego yang membuatnya merasa jauh dari orang-orang, termasuk ayahnya sendiri. Hubungan mereka menjadi buruk setelah sang ayah memutuskan untuk menikahi pujaan hatinya.

Jimin sadar dirinyalah yang membuat semuanya menjadi rumit, tapi salahkah jika ia bersikap egois? ia terlalu terluka karena menurutnya Tuhan telah bersikap tidak adil. Dari sekian banyak bayi yang lahir ke dunia ini dan kehilangan ibu mereka, kenapa harus Jimin yang menjadi salah satunya? kenapa bukan orang lain? kenapa harus anak yang rapuh itu?. Jawabannya hanya satu, karena itu adalah takdirnya, siapapun tidak akan ada yang bisa mengubahnya kecuali jika Tuhan berkehendak.

"Jaa...ayo kita makan sembari menunggu eomma membawakan sepatu merahmu".

Jimin tersentak dari lamunannya ketika sang ayah mengambil tempat di depannya dan mendudukkan Jungkook di sebelahnya (sebelah Namjoon). Ia juga baru sadar jika Seokjin sudah tidak berada di ruangan itu.

"Mau makan roti jagoan?".

"kookie mau pakai selai stroberi..".

"siap kapten!".

"appa..aku berangkat".

Namjoon mendongakkan kepalanya dan menatap Jimin yang kini sudah berdiri di bangkunya.

"ah ya, hati-hati..". Lelaki itu tersenyum.

Jimin mengangguk sebelum berlalu dari sana, sedangkan Namjoon terus menatap punggung itu sampai menghilang dari pandangannya.

Entah mengapa terbesit rasa bersalah dan juga rindu ketika melihat anak itu, apakah ia sudah mengambil keputusan yang benar dengan menikahi Seokjin?.

Niatnya ingin membangun keluarga yang ideal untuk Jimin sepertinya tidak berjalan dengan baik karena anak itu tidak pernah terlihat bahagia. Namjoon bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia melihat putranya itu tersenyum. Jimin berubah menjadi pendiam dan menjauhinya setelah menikahi Seokjin, bahkan Jimin tidak mau di ajak liburan bersama dan memilih untuk mengunjungi neneknya di Busan.

Namjoon benar benar merindukan putra kecilnya yang suka tertawa sampai matanya menghilang, ia juga merindukan Jimin kecil yang selalu menunggunya pulang dan bermanja manja dengannya.

Kadang ia berpikir, haruskah ia mengakhiri semuanya dengan Seokjin? lalu bagaimana dengan Taehyung? bagaimana dengan Jungkook? haruskah ia kembali menyelesaikan masalah dengan melukai hati anak-anaknya? Namjoon merasa dilema, ia merasa gagal menjadi seorang ayah maupun kepala rumah tangga, hidupnya benar-benar tak berguna.

Andai saja istrinya tidak meninggal, andai saja Tuhan tidak memisahkan mereka secepat itu, semuanya mungkin tidak akan sesulit ini.

"appa...kookie lapar".

"ah, oh..maaf membuat mu menunggu jagoan". Namjoon segera menyelesaikan kegiatannya mengolesi selai di roti Jungkook dan memberikannya pada bocah itu.

"Jimin sudah berangkat?". Tanya Seokjin yang baru saja kembali dengan membawa sepasang sepatu merah milik Jungkook dan langsung memakaikannya pada bocah itu.

"ya, baru saja...".

"Nah...sudah selesai".

"terimakasih eomma..".

"sama-sama sayang...".

Seokjin mengambil tempat di depan Namjoon dan menuangkan nasi untuk lelaki itu dan juga dirinya.

"Kookie mau makan nasi?". tanyanya

"tidak, roti saja...".

"mana Taehyung? aku tak melihatnya sejak tadi". Tanya Namjoon

"oh...dia sudah berangkat pagi-pagi sekali, ada pertandingan basket antar sekolah katanya".

Lelaki itu mengangguk paham.


















continue~

Vomentnya please...kalo gk keberatan 😆😆

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DON'T TRUST METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang