Ya ya ya

67 6 5
                                    

     Seminggu telah berlalu. Rasanya Rara ingin sekali menghentikan waktu agar ia tidak berpisah dengan kakek neneknya serta gebetan tercintanya. Satu ide terlintas di fikiran Rara. Hari ini hari senin. Tepatnya pulang sekolah nanti Rara akan melancarkan idenya..

*skip

     Bel pulang sekolah berdering. Rara dan teman-temannya keluar dari kelasnya. Rara serta Ida (sahabat Rara di Jogja) berjalan beriringan.

"Rana tenan kowe rep pindah sekolah nang Bandung?". (Rana beneran kamu mau pindah sekolah ke Bandung? ).

"Hoo Da, Masku Ali ngekon aku bali. Ning aku usaha sek ben iso tetep nek kene, doake aku yo!". ( iya Da, kakak ku Ali nyuruh aku pulang, tapi aku usaha dulu biar bisa tetap disini. Doakan aku ya! )

"Ho.oh Ran". (Iya Ran).

     Percakapan singkat itu terhenti tatkala mereka sudah sampai di tempat parkir. Rana memasuki parkiran dan mencari motor kesayangannya yang ia gunakan selama di Jogja. Sampai akhirnya motornya ia temukan kemudian ia pulang. Sesampainya dirumah Rana langsung masuk rumah sembari mengucap salam.

"Assalamu'alaikum wr wb".

"Waalaikumsalam wr wb, wes bali nduk cah ayu". ( Waalaikumsalam wr wb, udah pulang anak cantik". Ujar sang nenek.

"Sampun mbah, mbah kakung teng pundi ? ". (Udah nek, kakek kemana? ). Tanya Rana.

"Kowe koyo ra mudeng mbah mu lenang wae nduk. Mesti yo saiki nyang sawah". ( Kamu kayak nggak tau kakek mu aja Ran, pasti sekarang sedang pergi ke sawah ).

"Oh, nggih pun kula badhe siram". (Oh yaudah aku mau mandi).

     Setelah mengucapkan kata itu Rara menuju kamar nya dan bergegas mandi. Seusai mandi Rara menuju ruang makan dan mengambil makanan. Tak biasanya bagi Rara selepas mandi akan makan karena Rara biasanya males gerak yang berakibat sering menunda jadwal makannya. Setelah selesai makan Rara teringat akan rencananya.

     Rencananya pagi tadi adalah menelfon papanya dan meminta agar sang papa membujuk Ali untuk mengizinkan Rara tinggal di Jogja. Rara sangat suka dengan Jogja, karena di Jogja Rara bisa belajar kesederhanaan. Karena di Jogja Rara bisa mengerti bahasa Jawa yang tidak diketahui adik Rara yaitu Dio.

     Dio sama sekali tidak mengerti arti bahasa jawa, karena Dio jarang sekali berlibur ke tempat kakek dan nenek. Berbeda dengan Ali, sang kakak juga bisa berbicara bahasa jawa tetapi tidak sefasih Rara. Diantara keluarganya hanya Papa dan Rara yang pandai berbicara bahasa jawa dengan unggah ungguh basa.

    Rara mulai menelfon sang papa yaitu Wisnu.

"Halo, Assalamualaikum". Ucap papa.

"Waalaikumsalam wr wb, papa".

"Ada apa Ra?".

"Papa bujuk kakak dong, Rara pengen lebih lama disini. Enam bulan lagi pa". Rengek Rara.

"Papa tidak bisa Ra, kakak mu sudah membuat keputusan dan dia akan melakukan apapun untuk mewujudkannya. Kamu tau itu kan?".

"Tapi pa?".

"Yaudah lah Ra, lagian nggak ada masalahnya kan?".

"Masalahnya pujaan hati Rara di Jogja pa". Batin Rara.

"Plis pa, bantuin Rara sekali aja. Yayayay?".

"Nggak bisa nanti kakak mu ngamuk. Orang semua nya juga udah di urus mama. Surat kepindahan kamu sudah hampir selesai".

"Yah papa, yaudah pa gpp". Ujarnya sembari mematikan sambungan telefon.

     Malam pun tiba. Rara menangis tiada hentinya karena sebentar lagi ia akan sulit bertemu dengan Vio. Katakanlah Rara egois, tapi itu memang benar. Rara sudah sangat mencintai Vio dan Vio adalah cinta pertama Rara. Berawal dari sebuah kata cie yang berujung cinta. Begitulah awal mula perasaannya muncul.

     Sulit diungkapkan dengan kata namun dapat dijelaskan lewat tatapan mata. Apabila bibir tak lagi mampu mwngeluarkan sebuah kata maka tatapan mata akan menjelaskan apa maksud dari semua hal yang sedang terjadi. Untuk kesekian kalinya yang Rara inginkan adalah kebahagiaan orang tercintanya.








*bersambung
.
.
.
.
.
Pendek ya guys.

•Jungkir Balik Cinta•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang