"Ming! Anjir, Ming! Aku diterima!! Aku diterima!" Aku loncat-loncat kegirangan. Air mata kebahagiaan membasahi pipiku, sambil memeluk leher sahabat terbaikku (yang tentu saja, ia lebih tinggi 10 cm dari aku).
"Bangsat kau! Leherku, leherkuu! Aku ga bisa napas. Taik."
"Aku diterima di kampus yang sama denganmu, lihat? Ya, walau beda fakultas sih. Tapi, seenggaknya kita masih satu tempat kuliah!" Leher Ming masih tetap menjadi korban kegiranganku ini, yang sejujurnya, sudah sangat berlebihan. Tak ada satupun hal didunia ini yang bisa disandingkan dengan euforia yang kurasakan didalam hati untuk saat ini.
"Terus kenapa kalau kampusnya sama? Toh, alasan sesungguhnya yang membuatmu gembira, bukan 'kamu yang diterima satu kampus denganku', tapi karena orang itu, kan?"
Aku membeku. Ming adalah orang yang tahu-segalanya kalau hal itu berhubungan dengan diriku.
"Kapan terakhir kali kamu lihat dia?"
"Setahun lebih." Aku sedikit lebih tenang, tapi air mata masih memenuhi pelupuk mataku.
"Kamu akan melihatnya tak lama lagi." Dia menyikut rusukku dari samping.
"Iya..."
"Seneng?"
"Iya..."
"Jawabnya kencengan lah."
"AKU SENENG BANGEET, ANJIR!!" Aku berusaha terlihat tenang dan bisa mengendalikan diri, tapi pada akhirnya, usaha itu tak bisa berlangsung lama.
"Hahahaha"
"Tapi seriusan, untuk orang dengan kemampuan otak sepertiku ini, tapi bisa diterima di kampus papan atas, dan itu semua cuma gara-gara dia! Bagaimana bisa aku melakukan semua itu? Jujur saja, aku terkesan dengan diriku sendiri. Karena dirinya, hanya karena orang itu, satu orang itu..."
"Satu orang yang tak pernah mengakui keberadaanmu?"
Lagi-lagi aku membeku.
"Tak apa-apa... Tapi kalau kali ini si P'Pha masih nggak sadar-sadar juga... Kamu boleh kok pinjem senapan punya papimu terus tembak tititnya..."
"Geblek. Aku mau belajar disana karena aku ingin melihatnya dan sekalian belajar ini itu... Kamu ini–"
"–nggak. Sudah berapa lama kamu menyukai P'Pa? Udah lama bangeet kan, sampai aku udah ganti pacar 12 kali! Aku pikir jangan-jangan kamu sudah tak mampu mencintai orang lain lagi."
"..." Aku memilih untuk diam saja.
"Kalau memang seperti itu keadaannya, maka Aku ingin cintamu bisa terbalaskan.:
"..."
Kemudian Ming mengacak-acak rambutku seperti seorang kakak kepada adiknya. "Aku akan membantumu, Yo."
------
Hallo gaees, setelah last 'unfinished' project gue dengan Love sick, gue akhirnya mendapat kesempatan waktu untuk menghandle novel ini. Berbeda dengan waktu itu, kali ini gue bisa menjamin semua chapter dari tiga buku utama BAKAL bisa selesai diterjemahkan dan tidak terputus ditengah kayak dulu Love Sick.
Sedikit cerita, Love Sick memang sengaja gue berhenti terjemahin karena memang si KL yang waktu itu juga sedang ongoing, mendadak berhenti terjemahin. Gue udah coba cari alternatif sumber lain, tapi 'feel'nya beda dan segalanya menjadi aneh.
Kenapa yang ini gue yakin? Karena gue udah dapet SELURUH tiga buku Dua Rembulan versi bahasa inggris. Jadi segalanya tinggal tergantung sama waktu gue aja. Seperti jaman dulu, ini adalah side project gue. Pada suatu ketika gue bakal bisa post dua chapter dalam sehari, atau mungkin cuma satu chapter dalam dua minggu. Tapi sebisa mungkin gue berusaha supaya setidaknya seminggu bisa keluar satu chapter.
So, selamat menikmati cerita. Kita sama-sama menemani Yo dan Pha dalam menemukan kisah mereka. Selamat membaca!
YOU ARE READING
Dua Rembulan - Bagian Pertama
Novela JuvenilWayo, seorang mahasiswa baru di sebuah universitas tempat pujaan hatinya, Phana Kongtanin (Pha) juga sama-sama sedang berkuliah. Pha adalah sosok sangat terkenal dikampusnya itu. Bahkan sampai jadi Rembulan Kampus tahun lalu, walau sejatinya ia tak...