Si Gadis Buta

765 42 20
                                    

Gadis itu berdiri di samping jendela kamar. Matahari akan segera kembali ke tempat persinggahannya. Senja. Merasuk sukma. Tetap terasa sensasinya, walau tak dapat dipungkiri ada yang berbeda. Ia tak bisa melihat keindahan itu lagi. Meninggalkan sisa-sisa memori yang ada. Walau mungkin kini tak lagi sama.

Terdengar derap langkah syahdu yang menenangkan. Gadis itu sudah bisa menebak, siapa pemilik langkah kaki itu.

"Sayang... ayo mandi. Nanti kita siap-siap shalat Maghrib berjama'ah." Sang Bunda menghampiri.

"Iya, Bun," jawabnya sembari tersenyum. Diambilnya tongkat yang bersedia membatu ia selalu. Menunjukkan jalan mana yang harus ia tempuh agar tak menabrak sana sini.

Di kamar itu, tersisa jendela yang masih terbuka. Dengan panorama indah dan semburat jingga.

***

Jendela usang itu kini tertutup. Pemilik kamar masih berkelana di dunia mimpi yang mungkin lebih indah dari dunia nyata.

Ayam jago berkokok bersahutan dengan ayam lain. Tak mau kalah. Seakan berlomba kokokkan siapa yang paling hebat.

Mata gadis itu terbuka perlahan. Ayam ayam itu berhasil menjadi alarm. Dengan hati-hati gadis itu bangun lalu melangkah ke arah jendela. Membuka jendela itu dengan senyuman mengembang. Merasakan kesejukan dan mendegar kumandang adzan yang sangat merdu.

"Terimakasih, Yaa Allah. Aku masih diberikan waktu untuk terus beribadah kepada Engkau. Masih bisa bernafas dengan gratis. Tanpa harus kesakitan dan membayar biaya yang mahal." Gadis itu tersenyum. Masih termangu di depan jendela. Terlalu nyaman. Mengambil nafas dalam dan mengeluarkan perlahan. Sangat nikmat. Tapi terkadang kita tak sadar, kenikmatan tiada tara malah dibalas dengan kemaksiatan.

Dengan langkah bersemangat, ia berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu untuk bermunajat kepada Allah.

***

"Bun... Aisyah pergi ke taman ya," pamitnya. Jam menunjukkan pukul 08.00.

"Oh, ayok. Bunda temani," Bundanya khawatir.

"Nggak usah. Aisyah sendiri aja," jawabnya.

"Eh?! Beneran?"

"Iya, Bun."

"Nggak ah. Bunda harus temani kamu."

"Bunda, Aisyah bisa sendiri. Ada Allah yang jaga Aisyah." Aisyah berusaha meyakinkan.

"Hmm... yasudah, hati-hati ya sayang. Kalau ada apa-apa, kamu telepon Bunda," katanya lemah lembut. Lalu mengusap puncak kepala Aisyah dengan rasa sayang tak terhingga.

"Iya, Bunda cantik. Assalamu'alaikum," pamitnya. Ia berlalu, meninggalkan sang Bunda yang menjawab salamnya.

***

Taman tampak sepi. Padahal ini adalah liburan sekolah. Ia tentu bisa tahu karena tak gaduh di taman itu.

Aisyah berjalan menuju bangku tempat biasa ia duduk di sana. Mendengar murotal Al-Qur'an, atau sekadar duduk menikmati kehangatan mentari pagi.

"Kamu siapa?" suara berat seorang lelaki membuat Aisyah terkejut. Didekap rasa takut, Aisyah berbalik arah menjauh.

"Hey, aku bukanlah orang jahat. Kamu kenapa menjauh?" orang itu memanggil Aisyah kembali. Namun Aisyah mempercepat langkahnya. Takut orang itu berniat jahat padanya.

Antara Dendam Dan CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang