SWEETHEART

13 0 0
                                    


"Bukankah sudah kubilang, panggil aku Roby, Eve."

Aku berdecak kesal saat harus memanggilnya dengan kata-kata itu, membuatku lebih terlihat seperti seorang 'teman dekat'nya daripada muridnya.

Kupalingkan wajahku darinya, mencoba untuk tidak memperdulikannya, dan membuatnya lelah memperdulikanku. Tapi, bukannya bosan akan sikapku, dia malah semakin senang mendekatiku.

"Aku bisa mengantarmu pulang, kalau kau mau."

Aku diam saja, tidak menggubris tawarannya.

"Atau kau bisa tinggal disini sampai malam tiba. Ayahmu tidak akan menjemputmu sekarang, dia sibuk."

Mendengar kata-kata sibuk itu, aku merasa bahwa lelaki ini tidak tahu bahwa apa yang baru saja dikatakannya telah mengejekku. Aku mengarahkan tatapan tajamku ke arahnya, dan mulai melontarkan kata-kata kesalku padanya.

"Dengar ini ya, pak, kau tidak tahu dengan apa yang sedang lau bicarakan. Kau bahkan tidak mengerti dengan apa yang baru saja kau lakukan. Ayahku tidak bekerja, dan dia akan menjemputku sekarang. Kau bahkan tidak mengetahui apapun tentang ayahku. Kau saja tidak mengenal dia siapa, jadi jangan katakan apapun tentang ayahku lagi, jangan ungkit masalah pekerjaan ataupun kehebatan luar biasa yang dimilikinya, karena ayahku bukan siapa-siapa! Dia hanya seorang pekerja waktu luang yang menyayangi keluarganya, dan tidak berniat mengacaukan kehidupannya dengan cerita-cerita barbar dari teman-temanku itu! Kau paham?!!

Aku tidak peduli jika kau guruku, temanku, pacarku, atau bahkan saudaraku, jika kau mengungkit-ungkit masalah ini lagi di hadapanku, aku tidak akan segan-segan menghajarmu!!!"

Lelaki itu tersenyum kecil, dan mengusap tengkuknya dengan lelah sekaligus bingung. Aku tersenyum sinis melihatnya meragu seperti itu, membuatku ingin membalas ejekannya dengan umpatanku.

"Kini kau diam." ucapku sinis.

"Bukan begitu, hanya saja, aku tidak tahu bagaimana caraku untuk memberitahukannya padamu.

Ayahmu itu tidak seperti yang kau bayangkan. Dia-"

Klinung!!

Aku segera mengangkat smartphoneku, dan melihat di layarnya, sebuah pesan yang dikirim ayahku.

Ayah : 'Maaf, nak. Ayah tidak bisa menjemputmu. Teman ayah membutuhkan ayah, dan ini darurat. Sepertinya kau harus pulang sendiri, lagi.'

Aku menatap layar smartphoneku dengan geram. Hampir saja aku membanting barang sialan itu, sebelum akhirnya lelaki itu menghentikan niatku.

"Tidak ada yang menjemputmu, huh?"

"Uurrrggghhhhh!!!! Kau ini-"

"Apa? Aku menyebalkan? Kau harus terbiasa dengan keberadaanku mulai sekarang ini. Karena kau akan tahu, bahwa kau akan membutuhkanku mulai sekarang." ucapnya dengan sungguh-sungguh, membuatku semakin geram dengannya.

Hampir saja aku memukulnya sekali lagi, membuatnya tidak berdaya, dan tidak lagi berani melawanku, sebelum akhirnya seseorang menahan seranganku, menghentikan sesuatu yang buruk terjadi pada lelaki di hadapanku. Kupalingkan wajahku ke sumber serangan, dan kulihat wajah tegas yang familier itu sedang menatapku dengan geramnya, merasa takut jika aku berbuat sesuatu dengan guru baru magang ini.

"Damian?! Apa yang kau lakukan?!" tanyaku kesal ke arahnya sambil menyentakkan tanganku, mencoba melepaskan genggaman tangannya dari pergelanganku, meskipun akhirnya sia-sia.

"Aku melakukan sebuah pencegahan. Sudah! Sebaiknya kita pulang, sekarang!" jawabnya tegas sambil menarik tanganku pergi,

"Tapi, Damian!" seruku mencoba menghentikan perintahnya, namun tanganku yang lain dicengkeram oleh guru magang itu, menghalangi kami berdua pergi. Aku dan Damian menatapnya dengan kesal sekaligus bingung. Dia baru saja menghalangi kami berdua untuk pulang, dan hal itu membuat tidak hanya diriku, tapi juga Damian, marah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I'M POSSIBLE : BLACK FIRE BUTTERFLYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang