Satu

225 16 6
                                    

"Aku adalah jiwa yg hancur ,
Yg ta'akan bisa kau hancurkan lagi."


Seorang anak dengan mata sayu,
Kulit pucat, bibir berwarna pink dan mata coklat hazel nya,  termangu menatap kosong dinding tebal dalam sebuah ruangan pengap penuh debu.
Tempat dimana dia mengasingkan diri dari dunianya yg rumit , penuh akan drama dan membosankan .
Dia adalah anak kedua dari dua bersaudara bermaraga park .
Ia ditakdirkan berjiwa angkuh , dingin , dan tk perduli meski ia merasakan sakit , ia hanya bisa diam , seperti robot.
Sejak kecil ia tidak pernah menangis , kecuali saat ibunya meninggal karna insiden kecelakaan tunggal tepat pada hari dimana jimin akan mencoba untuk belajar tersenyum , senyum pertama yg akan ia tunjukan pada sang ibu tepat ketika ia pulang dari bisnisnya .
ibunya lah yg mengajarkan pda jimin untuk menjadi pribadi yg ramah, baik hati , dan selalu tersenyum .
Namun yg jimin dapatkan saat ia ingin belajar tentang apa yg ibunya sukai, malah membuat dia semakin membenci apa yg ibunya sukai , ia berfikir bahwa ibunya jahat , menyuruh nya belajar tersenyum , namun ibunya sendiri yg membut ia kehilangn senyum (?)
Saat pemakaman ibunya pun, jimin masi pada ruangan pengap berdinding tebal
Kedap akan suara dari luar sana .
Didalam ruangan itu Tak seorangpun tau, bahwa ia tengah menangis , memukul pada dinding seolah itu adalah cara agar bisa membuat ibunya kembali .
"Ibu.... jebal .. kemablilah .. aku berjanji akan selalu tersenyum jika kau mau kembali .. ibu aku sakit ,,, ini rasanya sakit sekali ibu .. rasa sakit ini tk bisa ku tahan  ,  sungguh menyakitkan"
Jimin meluapkan segala emosi yg ada dalam dirinya , yg biasanya dia  pedam untuk dirinya sendiri .
ia tk ingin orang lain tau , jika ia tengah hancur berkeping keping .
Saat itu usia jimin masih 10 tahun ,
Terpaut 3 tahun dari kakanya yongi .
Terhitung Usia yg msi sangat dini untuk merasakan sebuah kehancuran , yg bahkan tk bisa kau bayangkan .

Waktu terus berjalan sampai hari dimana ia benar2 kesepian. sang ibu yg biasa menemaninya untuk membuat hiasan dari kertas untuk mengajarinya arti kesabaran.
Namun saat ini ia berniat untuk diam di kamar , memilih untuk bermimipi ,
Berharap ia dapat menemukan sang ibu dalam mimipi singkatnya tersebut .

"Jimin ah , keluarlah
Ayah ingin bicara dengan mu"
Yongi berjalan menghampiri jimin .
Yongi berniat untuk memanggil jimin dari luar saja , sebab jimin tk suka siapapun masuk kedalam ruangan itu kecuali sang ibu. itupun sang ibu harus bersabar untuk meluluhkan hati jimin dengan kata2 lembutnya , ketika jimin tengah mengurung diri diruang gelap pengap yg bahkan tk tersentuh cahaya sedikitpun  .
Jimin melakukan itu agar ia bisa menikmati setiap kesedihan , tanpa orang lain tau bahwa iapun bisa mrasakan sakit .
"jika kau sakit, maka ibupun akan merasakan hal yg jauh lebih buruk dari sekedar rasa sakit. Namun jika kau ingin ibu tersenyum, maka tersenyumlah untuk ibu jimin, kamu mau kan,hemh??" 
Sekilas bayangan tentang ibunya muncul dalam benak park jimin, sesaat sebelum yongi memanggilnya .

"Keluar hyung , aku ingin sendiri"

"Baiklah, aku tidak akan memaksa.
Tapi jika kau sudah merasa lebih baik , maka temuilah ayah,jim.
Kau tau (?) Bukan hanya kau yg kehilanga ibu, disini ..masih ada aku , dan ayah yg juga merasakan apa yg kau rasakan! jadi jangan merasa seolah kaulah yg paling terluka."
Kemudian Yongi berjalan menuju pintu ,
Meninggalkan jimin yg 'mungkin' tengah berfikir tentang apa yg dirinya katakan.

Kau benar hyung , tak seharusnya aku seperti ini , ibu akan sedih jika tau aku tengah menangis .

.........

Seorang remaja manis berwajah putih kalem namun berparas dingin,
tengah sibuk membuang sesuatu dibalakang kelas sekolah dengan pagar besi menjulang tinggi .
Sebuah kado2 yg ia jejalkan kedalam tas
Ia keluarkan dengan kasar , membuang satu persatu barang2 yg menurutnya tidak berguna .
Ia tidak tau apa yg tengah 'mereka' fikirkan tentangnya (?)
Perihal memberinya barang2 sperti ini(?) Yg sama sekali tidak ia butuhkan .
Membuang buang waktuku saja !
Pikir jimin dalam hati .

"Membuangnya lagi??"

"Aku tidak butuh semua ini"

"Coklat itu, kau bisa memakanya,kan?"

"Aku tidak suka coklat"

"Kau bisa memberikanya padaku ..
Jangan sembarang membuang sesuatu yg tidak kau inginkan,jim . (?)

"Ambillah , dan berhenti mengoceh"

"Bagaimana bisa aku mengambilnya (?) Jika itu sudah berada di tempat sampah ?!
Bahkan orang lain tidak sudih untuk menyentuhnya..Menjijikan!"

"Terserah"

"Hahahahhaaaa.. aku selalu berfikir, bahwa manusia berhati  bongkahan es sepertimu (?) apa bisa merasakan perasaan 'cinta'?  Ah' aku penasaran kkkkkkkkk "

"Diam"

Seperti hitam dan putih,
kepribadian jimin dan hoseok sangatlah berbanding terbalik .
jimin yg dingin sedingin es,
Dan hoseok yg hangat sehangat musim semi .
mereka seperti dua sisi berlawanan , tidak bersatu namun bisa bersandingan.
Jimin menganggap hoseok seperti orang lain Yg bahkan tidak ia perdulikan kehadiranya,
Hoseok tau itu , bahwa ia tk dianggap,
Namun ia mengabaikan pemikiran jimin.
Sebab ia tau , untuk mencairkan sebongkah Es, butuh  sedikit kehangatan dari mentari.


Jimin  masi duduk di kelas 2 smp,
dan hoseok kls 3 smp.
Umur hoeseok 1tahun lebih tua dari jimin ,
namun jimin tidak pernah sekalipun memanggil hoseok dengan sebutan "Hyung"
Karna mnurut jimin itu tidakalah penting .
Yah' apapun itu.. ia anggap tidaklah penting.
Begitulah jimin, ia tk bisa memahami, bahkan dirinya sendiri sekalipun.

...............


S

ang ayah yg pembisnis mengharuskanya untuk selalu siap diwaktu kapanpun , bahkan untuk berada jauh dari kedua putranya.
Membuat jimin dan yongi sudah terbiasa akan hal itu,
Meski sang ayah selalu berusaha untuk tetap berada disamping mereka mengingat sang ibu yg sudah meninggal ketika jimin dan yongi  masih sangat muda , membuat sang ayah tk tega meninggalkan kedua putranya jauh dri sisinya .
Walau sang ayah sudah membayar pengasuh untuk menjaga kedua putranya ,
Menjemput jimin ketika pulang sekolah ..
Dan memasakkan sesuatu untuk yongi ketika pulang dari tempat les .

"Makan makanan mu,jim"

"Aku tidak lapar"

" Ajuma sudah bersusah payah membuatkan nya!"

"Lalu ??"

"Aissshhhh!! Anak ini!

"Kau saja yg makan. japcae buatan ajuma tidak enak, tidak seperti buatan ibu"
Kemudian ia berlalu meninggalkan yongi yg menatap kesal pada nya
Namun tak ia perdulikan .

"Ajuma maaf ..
anak itu! Aku merasa gagal menjadi kaka yg baik untuknya"

"Tak apa tuan ,, ajuma bisa mengerti"
Balas seorng wanita berparas cantik meski diusianya yg sudah  menginjak umur 40an.
Menatap lurus punggung jimin yg berlalu mengabaikanya, seperti ia melewati hembusan angin.
Sedikit tersenyum begitu jimin berbalik, menatap penuh rasa tidak suka padanya .



























7/1/18

🐰🐰🐰
By : Istrinya jungkook


Serendipity Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang