Alex Marquez
Kukira waktu satu tahun cukup untuk sedikit mengembalikan Marc ke keadaan semula, namun nyatanya aku salah. Keadaan bukannya membaik, tapi justru menjadi sebuah rutinitas yang membuatku muak. Bagaimana tidak? Marc seperti seorang homo yang tidak lagi peduli jika ada wanita cantik, termasuk Marketta, umbrella girl yang sering jadi sasaran perjodohan dengan Marc. Tapi nyatanya apa? Marc sama sekali antipati dengan gadis-gadis cantik, um well aku tidak tahu apakah mereka masih gadis... tapi anggap saja begitu.
Hal lain yang menyedihkan dari kematian Alana adalah kemenangan Marc yang monoton. Seri berganti seri namun juaranya tetap Marc. Dia bahkan jadi juara dunia dengan menyisakan 5 balapan. Dia seperti orang kesetanan di trek, tapi tidak bernyawa di kehidupan nyata.
Seseorang yang juara dunia harusnya merayakan kemenangan dengan pesta sampai subuh, bukan? Well, kali ini tidak terjadi. Marc memang membuat pesta, tapi dia hanya bagian membayar bill nya saja, sedangkan dia pulang ke Andorra. Hal paling parah adalah dia memberikan kartu kredit unlimited-nya padaku. What?!? Apa-apaan ini?!?
Keadaan Marc sekarang yang serba kontradiktif antara di trek dan kehidupan nyata mungkin terasa sexy bagi penggemarnya, tapi sangat sangat tidak bagiku.
Di trek, Marc garang sekali memacu motor sampai-sampai ia tidak pernah menang dengan selisih jarak di bawah 1.5 detik. Minimal dia akan menang dengan selisih 2 detik. Tapi di dunia nyata? Mobilnya kau gores saja dia akan masa bodoh. Kalau bukan aku yang membawa ke bengkel untuk diperbaiki catnya, sampai sekarang mungkin BMW M3 hitamnya tidak akan semulus saat ini.
Di trek, Marc sangat sabar meladeni foto-foto dengan penggemarnya, tersenyum sana-sini. Tapi di dunia nyata? Mengajaknya ngobrol itu hal yang sangat sulit. Dia hanya akan menimpali dengan satu-dua kata saja. Mentok, dia akan menjelaskan singkat lalu kembali ke kamarnya. Ingin kubakar saja kamarnya supaya dia mau pindah ke kamarku dan kami bisa ngobrol seperti dulu lagi.
Marc bisa berpose sangat tampan dalam pemotretan sebuah majalah atau iklan dengan tubuhnya yang semakin terbentuk sekarang. Tubuh yang digilai gadis-gadis itu nyatanya adalah hasil kerja keras Marc selama ini yang menjadi impian banyak laki-laki. Tapi mirisnya, kegiatan gym yang dilakukan Marc adalah sebuah pelarian. Pernah sekali waktu aku melihatnya berenang tengah malam sendirian. Lalu pukul 5 a.m dia sudah siap-siap untuk bersepeda.
Aku ingin sekali berteriak Apa kau ingin membunuh dirimu sendiri? Tapi nyatanya aku tidak bisa karena aku tahu itu caranya untuk melupakan semuanya.
Marc bukannya tidak pernah cerita. Ia bahkan aktif bercerita dalam rentang enam bulan setelah kematian Alana. Hanya enam bulan, dan sisanya adalah keadaan Marc saat ini.
Salahku juga sampai Marc menjadi sosok pendiam begini. Terakhir kami bicara, ada perdebatan sengit dan aku menyinggungnya terlalu dalam....
Iya, semua salahmu, Marc. Kalau kau bisa menekan egomu dalam-dalam untuk tidak balas dendam kepada Alana, dia mungkin sekarang masih hidup. Kalian berdua sekarang mungkin masih terlibat talik ulur perasaan yang akhirnya kau sendiri tahu jawabannya. Kau mencintainya, kau akan memilikinya, dan kau memaafkannya. Tapi entah ego konyol darimana yang kau dapatkan sampai menutup hatimu dan menyiksa anak orang sampai mati seperti itu.
Alana mati karena egomu. Harusnya kau tidak usah mengejarnya waktu itu. Atau lebih jauh, seharusnya kau tidak membuat keputusan bodoh untuk bertunangan dengan Mia.
Sekarang apa? Alana mati dan Mia pergi. Kau mau apa? Minta maaf? Menyiksa dirimu juga? Bunuh diri menyusul Alana? Terus-terusan seperti mayat hidup merutuki kebodohanmu? Iya Marc, kau bodoh. Kubuka sekarang matamu lebar-lebar... semua yang terjadi ini salahmu. Bukan Alana.
Tapi kau punya kesempatan untuk membayarnya. Bangkit, Marc. Alana berkorban untukmu. Dia pertaruhkan nyawanya supaya mobil yang menabrak Alana tidak bisa menyentuhmu. Kau mau apa lagi?
Aku tahu semua yang kukatakan hari itu terlampau kasar. Tapi mau bagaimana lagi? Marc sudah diambang ketidakwarasan dengan terus bertanya "Harusnya Alana tidak melakulan itu." Atau "Mia bagaimana kabarnya sekarang? Aku belum minta maaf padanya."
Aku sama saja seperti orang bodoh yang meladeni pertanyaan yang sama, oleh orang yang sama, dan dengan jawaban yang sama. Aku ngin sekali membuat Marc sadar tidak ada gunanya terus-terusan seperti itu.
Aku sedih melihat Marc yang sekarang. Hubungan kakak-adik kami saat ini sedang berjarak. Marc tidak lagi bertanya soal Alana, tidak lagi bercerita tentang kerinduannya kepada gadis bermata biru itu, tidak lagi ada cerita. Di rumah ini, hanya ada dua orang laki-laki... yang datang untuk istirahat.
Kehilangan dua orang yang dicintai memang berat. Sebelum Alana, ada Laia yang meninggal karena kanker. Marc sempat shock namun ia dapat menerimanya dan kemudian move on. Sampai akhirnya ia benar-benar bertemu Alana.
Marc sudah sering mendengar nama Alana dari Jorge. Pacar Jorge, Emma, adalah sahabat Alana. Awalnya Marc tahu Alana dari foto-foto yang sering dikirimkan Emma kepada Jorge. Marc selalu tanya "Kenapa memangnya kalau ada Alana? Kau takut?" Dari pertanyaan itulah Jorge bercerita dan Marc jadi ingin sekali bertemu Alana. Marc ingin tahu seberapa sinis Alana sampai-sampai Jorge dinomorduakan oleh Emma.
Sampai akhirnya keduanya bertemu dan kalian tahu bagaimana ceritanya. Kalau Marc bisa menerima kenyataan untuk case Laia, nyatanya ia tidak bisa menerima kenyataan untuk Alana.
Kalau sedang duduk sendiri di rumah begini, aku suka memutar kembali kejadian-kejadian yang terjadi dulu. Aku berusaha untuk menyambungkan setiap kejadian. Entah kejadian yang menimpa Marc atau diriku sendiri. Pikiranku kemudian memaksaku bertanya... Mia?
Kabar terakhir yang kudengar dari Jorge, gadis itu ada di London. Melanjutkan pendidikannya, dan kemungkinan akan tinggal lebih lama untuk mengambil jenjang magisternya. Ketika kutanya lebih lanjut tentang London, Jorge hanya mengendikkan bahu. Dari ceritanya, Mia sekarang berubah. Bukan, bukan berubah seperti power ranger atau spiderman. Jorge bilang kalau Mia bahkan lebih sinis dari Alana. Kalau Alana hanya sinis dan kejam kepada keluarga Linarez saja, beda lagi dengan Mia.
Entah tembok macam apa lagi yang sedang dibangun oleh anak perempuan paman Antonio. Dan entah bagaimana Jorge harus menghadapi adiknya.
"Eh, Marc. Kau sudah datang? Bagaimana acaranya?" Tanyaku ketika menyadari ada suara gelas di dapur dan benar saja Marc sudah pulang dari acara perkenalan new brand ambassador untuk merk sepatu lokal yang sudah dijual di seluruh dunia.
"Lancar. Aku ke atas dulu, Alex. Lelah."
Ya begitulah jawabannya. Selalu begitu. Tapi semua butuh waktu bukan? Aku berbuat kesalahan sampai Marc menjauh seperti ini. Saat ini yang bisa kulakukan hanyalah memberinya waktu supaya semuanya kembali baik-baik saja. Entah itu untuk Marc ataupun Mia... dan juga untuk kami semua.
Note :
Kenapa harus dimulai dari sudut pandang Alex dulu? Di Lost, pada dasarnya Alex tahu lebih banyak hal dibanding Emma atau Jorge. Porsi Alex di Lost kubikin agak 'bijak' di akhir karena rasa-rasanya tokoh di Lost udah pada sinting semua sama dendam, cinta, uang... gitu-gitulah. Di akhir, i left Marc in unable condition to realize everything. Sehingga, rasanya naif juga kalo tiba-tiba langsung dimulai dari cerita Mia di London atau Marc dengan hidup barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rendezvous
FanfictionDua orang yang sama-sama menyimpan rahasia di masa lalu. Sama-sama pergi untuk lari dan meninggalkan masa lalunya. Keduanya dipertemukan oleh takdir, tapi sialnya pertemuan itu justru mendekatkan masa lalu keduanya. Hidup itu seperti labirin. Kita...